Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM) telah berhasil menjadi penggerak utama perekonomian nasional. Salah satunya dari sektor perpajakan UMKM yang menjadi sumber pemasukan terbesar bagi negara.
UMKM merupakan penyumbang tertinggi angka Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yakni sebesar 61, 41 persen. Dominasi ini membuat UMKM mampu menyerap 97 persen tenaga kerja nasional dan sebanyak 99% pelaku usaha di Indonesia berasal dari sektor UMKM.
Pada tahun 2019, tercatat ada 59,2 juta pelaku UMKM. Namun, baru 1,5 juta pelaku UMKM yang tercata menjadi Wajib Pajak. Untuk itu, Pemerintah gencar meluncurkan berbagai kebijakan untuk memaksimalkan penerimaan pajak dari UMKM.
Artikel ini, akan membahas seputar perpajakan UMKM, besaran tarif, cara hitung, dan cara membayarnya.
Mengenal Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM)
UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Usaha Menengah (UMKM) menjelaskan apa yang dimaksud dengan UMKM, yaitu:
Usaha Mikro
Usaha mikro adalah usaha produktif yang dilakukan oleh perseorangan dan memiliki aset tidak melebihi Rp50 juta (tidak termasuk tanah dan
konstruksi) dengan penjualan sampai dengan Rp 300 juta/tahun.
Usaha mikro terbagi menjadi dua kategori yaitu a) Subsisten (usaha untuk subsisten/sektor informal, seperti pedagang kaki lima), dan b) Usaha mikro (usaha sudah cukup berkembang tetapi belum berkembang besar dan dapat menerima pekerjaan dari subkontraktor, tetapi belum melakukan ekspor.
Usaha Kecil
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang dijalankan secara perorangan dan badan. Bisnis ini memiliki dengan kerja kurang dari 50 dan kekayaan bersih tertinggi Rp 200 juta (belum termasuk tanah dan bangunan) dengan penjualan hingga Rp 1 miliar.
Jenis usaha kecil perorangan perusahaan seperti restoran, sewa bangunan, binatu, toko pakaian dan bisnis musiman yang tergantung pada musim tertentu.
Usaha Menengah
Usaha menengah adalah usaha perseorangan atau badan usaha yang
bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan dengan kekayaan bersih kira-kira. 500 juta rupiah – 10 miliar rupiah, total omzet antara 2,5 miliar rupiah hingga 50 miliar rupiah.
Baca juga: PPh Terutang: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Menghitungnya
Kebijakan Tarif Perpajakan UMKM
Penggunaan kebijakan perpajakan UMKM Indonesia menggunakan presumptive regime model. Model ini digunakan karena sebagian besar Wajib Pajak di Indonesia mengalami kesulitan untuk membayar pajaknya secara sukarela, dan Sumber daya administrasi yang tidak memadai.
Di samping itu, pada umumnya wajib pajak tidak transparan saat melapor
keuangan bisnisnya yang dijadikan sebagai dasar pemungutan pajak yang efektif oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan perkiraan atau asumsi melebihi batas penghasilan yang sesuai untuk perpajakan.
Mulai tahun 2013, diperkenalkan tarif PPh final sebesar 1% untuk UMKM. Namun, selama perjalanannya, para pelaku UMKM merasa keberatan untuk membayar pajak sebesar 1%.
Hingga akhirnya, Pemerintah mengeluarkan kebijakan terbaru yang menurukan nilai tarif pajak menjadi 0,5 %. Penurunan tarif pajak ini bertujuan untuk meringankan beban UMKM dan meningkatkan penerimaan pajak negara.
Adapun tarif PPh final 0,5% hanya berlaku untuk:
- Total omset (omzet) tidak melebihi 4,8 miliar rupiah untuk satu tahun pajak. Antara lain, bisnis perdagangan seperti toko/kios/toko kelontong, pakaian jadi, elektronik, dan Industri jasa seperti bengkel, penjahit, warung atau restoran, salon dan bisnis lainnya
- Berlaku untuk UMKM tradisional atau offline dan yang berjualan di toko online (marketplace dan media sosial)
Karakteristik UKM dengan margin keuntungan yang sama untuk badan perusahaan, membuat penerapan tarif tunggal lebih efektif. Tarif pajak yang ditentukan harus tarif pajak yang sesuai dengan kemampuan usaha kecil, menengah dan mikro dan tidak akan menjadi beban terlalu banyak untuk UKM. Hal ini diperlukan agar UMKM tetap bisa lebih berkembang.
Baca juga: Laporan Pajak: Pengertian, Jenis, dan Cara Melaporkannya
Wajib Pajak UMKM
Berdasarkan Peraturan Pemerintah, Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan tarif pajak final ini adalah:
- Wajib Pajak Orang Pribadi
- Bentuk Wajib Pajak Badan seperti firma, persekutuan komanditer, koperasi, dan Perseroan Terbatas yang memperoleh atau memperoleh penghasilan dari bisnis dengan jumlah peredarannya tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 dalam satu tahun buku.
Jangka Waktu Pembayaran Pajak UMKM
Batas waktu yang diberikan oleh pemerintah kepada Wajib Pajak PPh Final berdasarkan peraturan pemerintah adalah:
1) Wajib Pajak orang pribadi sampai dengan 7 (tujuh)
tahun pajak,
2) Bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi dan persekutuan
persekutuan komanditer atau korporasi sampai dengan 4 (empat) tahun
Pajak,
3) Bagi Wajib Pajak badan yang berbentuk perseroan terbatas,
Sampai dengan 3 (tiga) tahun anggaran. Jangka waktu yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini adalah sejak:
- Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, atau
- Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Contoh :
Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar pada Tanggal 25 Mei 2018, (sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini), dikenai PPh Final berdasarkan PP ini untuk periode 1 Juli hingga akhir Tahun Pajak 2018.
Untuk Tahun Pajak 2019 sampai Tahun Pajak 2024, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha sepanjang masih memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu.
Adapunk ewajiban Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto tertentu adalah:
- menyetor sendiri setiap Masa Pajak berdasarkan jumlah Peredaran Bruto Masa Pajak sebelumnya, paling lama tanggal 1 bulan berikutnya setelah Masa Pajak yang bersangkutan berakhir,
- dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dalam hal Wajib Pajak bersangkutan melakukan transaksi dengan pihak yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak.
Cara Membayar Pajak UMKM
- Sebelumnya buat kode biling di DJP Online (SSE1, SSE2, SSE3), layanan biling-djp/di KPP/KP2KP, Kring Pajak 1500200, petugas teller/customer service bank dan kantor pos, internet banking, ASP, SMS ID Biling *141*500#, serta via ATM.
- Pembayaran pajak penghasilan bisa datang langsung ke kantor pos atau perbankan yang ditunjuk langsung Menteri Keuangan (Menkeu) http://www.pajak.go.id/bank_persepsi, internet banking dan mobile banking,
- Membuat kode biling sekaligus membayar pajak UMKM di mesin ATM, masukkan PIN, pilih transaksi lainnya, pilih pembayaran, tekan MPN/pajak, pilih PPh Final Bruto Tertentu.
- Kemudian masukkan 15 digit nomor NPWP, 2 digit bulan, dan 2 digit tahun pajak. Selanjutnya tekan benar. Lalu masukkan jumlah pajak terutang dan pilih benar.
- Simpan struk sebagai bukti pembayaran pajak yang sah.
Baca juga: Mengenal Berbagai Fungsi Pajak bagi Negara
Cara Daftar untuk Bisa Memanfaatkan Tarif Pajak 0,5%
- Daftar NPWP (jika belum terdaftar)
- Syarat bagi Wajib Pajak Orang Pribadi: a) fotokopi KTP dan b) surat pernyataan bermeterai dari Wajib Pajak yang menyatakan kegiatan dan lokasi atau tempat usaha.
- Syarat untuk Wajib Pajak Badan: a) melampirkan akta atau dokumen pendirian, b) fotokopi KTP dan NPWP salah satu pengurus, c) surat pernyataan bermeterai dari salah satu pengurus yang menyatakan kegiatan dan lokasi usaha
- Syarat tersebut disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal (Wajib Pajak Orang Pribadi) dan tempat kedudukan (Wajib Pajak Badan)
- Wajib Pajak dapat pula mendaftarkan diri melalui E- Registration http://ereg.pajak.go.id.
- Bagi yang sudah terdaftar (ber-NPWP) dan sudah membayar PPh Final dengan tarif sebelumnya 1% (PP 46/2013), maka otomatis dapat menggunakan tarif 0,5%
Baca juga: Mengetahui Unsur Pajak dalam Sistem Perpajakan di Indonesia
Kesimpulan
Demikian penjelasan seputar perpajakan UMKM yang perlu Anda ketahui. Pajak merupakan sumber pendapatan utama negara yang dipergunakan untuk membangun berbagai infrastruktur dan membiayai berafam program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
UMKM menjadi tulang punggung perekonomian nasional yang diharapkan mampu berkontribusi banyak terhadap perpajakan di Indonesia. Mengelola pajak memang tidak mudah bagi bisnis. Namun, Anda bisa mempermudah pengelolaan pajak dengan menggunakan software akuntansi Kledo.
Kledo menyediakan fitur pengaturan pajak yang akan membantu Anda menghitung mengatur pajak bisnis agar lebih efisien. Selain itu, Anda juga bisa menghitung pajak secara mandiri dengan menggunakan kalkulator PPh di link ini.
Tidak hanya menawarkan fitur pengelolaan pajak, Kledo juga memiliki lebih dari 30 fitur akuntansi terbaik yang akan membantu pengelolaan bisnis Anda.
Jadi, tunggu apalagi? Yuk gunakan Kledo sekarang juga! Jika Anda ingin mencoba Kledo secara gratis selama 14 hari Anda bisa mengunjungi link ini.
- Contoh Laporan Neraca dan Download Template Gratisnya - 14 November 2024
- Tips Pembukuan Toko Sembako, Tantangan, dan Contoh Kasusnya - 11 November 2024
- Cara Membuat RAB, Contoh, dan Download Templatenya - 8 November 2024