Selama bertahun-tahun, penghitunga amortisasi goodwill telah menjadi salah satu topik yang paling kontroversial dalam akuntansi.
Goodwill tidak dapat diukur secara langsung. Nilainya secara umum ditentukan melalui penilaian yang didasarkan pada asumsi penilai.
Akibatnya, nilai goodwill ditentukan secara subjektif. Masalah pengakuan goodwill dalam laporan keuangan telah mendapat pendukung dan penentang dikalangan kaum profesional.
Seiring dengan akan diberlakukannya Standart Internasional (IFRS) maka penggunaan fair value dalam memperlakuan goodwill akan mengalami pergeseran.
Pendekatan amortisasi dengan periode yang tidak boleh lebih dari 20 tahun mendapat kritikan tajam dari para analis dan pembuat laporan keuangan, yang mengatakan bahwa amortisasi goodwill tidak dapat dipercaya untuk bisa memberikan gambaran perusahaan saat ini dan yang akan datang, dengan alasan bahwa goodwill diangggap mengurangi laba dan akan berdampak pada penurunan nilai saham perusahaan.
Pada artikel kali ini kita akan membahas cara amortisasi goodwill yang berlaku di Indonesia, dan alasan mengapa aturan ini penting untuk perkembangan bisnis yang lebih baik.
Apa itu Goodwill Menurut PSAK?

Menurut Pernyataan Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) no.22 paragraf 39 tentang Akuntansi Penggabungan Badan Usaha yang menjelaskan tentang keberadaan goodwill yang harus diamortisasi sebagai beban selama masa manfaatnya.
Periode amortisasi goodwill selama 5 tahun dan dapat diperpanjang sampai dengan 20 tahun dengan alasan yang tepat.
Dan dalam mengamortisasi digunakan metode garis lurus Metode / pendekatan ini di jelaskan dalam (Kieso,2009) pada halaman 172 dan dinamakan pendekatan kapitalisasi amortisasi.
Goodwill harus diamortisasi sebagai beban selama masa manfaatnya. Dalam melakukan amortisasi harus digunakan metode garis lurus, kecuali terdapat metode lain yang dianggap lebih tepat pada ketentuan tertentu.
Periode amortisasi goodwill tidak boleh lebih dari 5 tahun, kecuali periode yang lebih panjang tetapi tidak lebih dari 20 tahun dapat digunakan apabila terdapat dasar yang tepat (justifiable).
Dalam SAK tepatnya PSAK no.22 paragraf 44 dan 45 juga dijelaskan , bahwa untuk mengukur amortisasi goodwill juga bisa digunakan pendekatan lain, yaitu adanya pengujian penurunan nilai (impairment) terhadap saldo goodwill yang belum diamortisasi pada tanggal neraca.
Penurunan nilai goodwill harus diakui sebagai beban pada periode bersangkutan.
45. Saldo goodwill yang belum diamortisasi harus dievaluasi pada setiap tanggal neraca, dan apabila terdapat indikasi bahwa jumlah tersebut tidak dapat sepenuhnya atau sebagian dipulihkan (recovered) dari expektasi manfaat keekonomian dimasa mendatang, maka bagian jumlah yang tidak dipulihkan tersebut langsung dibukukan sebagai beban pada periode yang bersangkutan, dan setiap penurunan nilai tidak boleh dinaikkan kembali pada periode selanjutnya.
46. Penurunan (impairment) nilai goodwill dapat disebabkan berbagai faktor seperti trend ekonomi yang tidak menguntungkan, perubahan situasi persaingan dan hokum, dan peraturan perundangan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya penurunan jumlah arus kas yang dihasilkan. Dalam keadaan tersebut , saldo goodwill segera diturunkan dan diakui sebagai beban.
Dari pernyataan PSAK tersebut diatas dapat disimpulkan, goodwill diakui sebagai aset dalam perusahaan, dan amortisasi diperlakukan sebagai beban yang harus dialokasikan sepanjang umur goodwill yang akan berakibat laba perusahaan setiap periode mengalami penurunan.
Dan manfaat goodwill akan semakin berkurang dengan adanya pemakaian.
Baca juga: Goodwill dalam Akuntansi: Pengertian Lengkap dan Cara Hitungnya
Bagaimana Perlakuan Akuntansi Godwill di Beberapa Negara dan di Indonesia?
Penyajian goodwill dalam laporan keuangan dapat mempengaruhi beberapa hal.
Dibeberapa negara untuk tujuan pelaporan keuangan, yang dihasilkan dari proses akuisisi harus dikapitalisasi, sedangkan dibeberapa negara yang lain goodwill harus dihapuskan .
Di bawah ini kami mereduplikasi dari jurnal Riset Akuntansi Indonesia mengenai perlakuan penerapan akuntansi goodwill di beberapa Negara:
Negara | Perlakuan Akuntansi |
Amerika | Goodwill hasil akuisisi dikapi- talisasi tetapi tidak diamortisasi, hanya diuji penurunan nilainya (impairment) setahun sekali |
Kanada | Goodwill harus dikapitalisasi dan diamortisasi selama masa 40 tahun (maksimal). Dan penu- runan nilai yang permanent harus dibebankan pada periode berja- lan. |
Inggris | Goodwill di hapus. |
Perancis | Goodwill dikapitalisasi dan di-amortisasi selama 5-10 tahun |
Jerman | Goodwill dapat dikapitalisasi / dihapus |
Jepang | Goodwill dikapitalisasi dan di- amortisasi tidak lebih dari 5 ta- hun |
Italia | Goodwill dikapitalisasi dan di-amortisasi selama 5-20 tahun |
Belanda | Goodwill dapat dikapitalisasi / dihapus |
Australia | Goodwill harus dikapitalisasi dan dilakukan impairment test minim 1 tahun sekali |
Spanyol | Goodwill dikapitalisasi dan di- amortisasi selama 10 tahun |
Selandia Baru | Goodwill dikapitalisasi dan di- amortisasi maksiman 20 tahun |
IFRS No 3 | Goodwill harus dikapitalisasi dan dilakukan impairment test minim 1 tahun sekali |
Indonesia | Goodwill dikapitalisasi dan di- amortisasi kurang dari 20 tahun |
Sumber: Jurnal Riset Akuntansi Indonesia & Simposium Nasional Akuntansi.
Dari daftar diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa, tidak semua Negara mengamortisasi atau mengkapitalisasi goodwill.
Ada keuntungan yang bisa didapat oleh perusahaan yang tidak mengamortisasi goodwill. Bagitupun sebaliknya, ada kerugian yang di dapat oleh perusahaan yang mengamortisasi goodwill dalam laporan keuangannya. Dan ini akan berdampak pada laporan keuangan perusahaan baik di neraca ataupun laba rugi.
Indonesia tidak lagi mengamortisasi goodwill; sejak PSAK 22 (2010) disahkan dan diberlakukan mulai 1 Januari 2011, goodwill dianggap memiliki umur manfaat tak terbatas dan harus diuji penurunan nilainya (impairment) secara berkala.
Praktik baru ini diharmonisasi dengan IFRS 3 dan IAS 36, menggantikan metode lama yang mengharuskan amortisasi sistematis hingga 20 tahun.
Di bawah aturan sekarang, entitas hanya melakukan jurnal impairment ketika nilai tercatat goodwill melebihi jumlah terpulihkan, sehingga beban diakui di laba-rugi dan tidak ada amortisasi periodik apa pun
Berikut adalah tabel pencatatan goodwill menurut aturannya di Indonesia:
Tahap | Perlakuan | Referensi PSAK | Jurnal Umum | Catatan Penting |
---|---|---|---|---|
Pengakuan awal | Goodwill diukur sebagai selisih lebih harga perolehan + NCI + FV kepemilikan sebelumnya – FV aset neto teridentifikasi | PSAK 22.32–34 | Tidak ada (bagian dari pencatatan akuisisi) | Dicatat sebagai aset tidak berwujud |
Pengalokasian | Dialokasikan ke CGU yang diharapkan memperoleh sinergi | PSAK 48.80 | — | Wajib selesai sebelum akhir periode akuisisi |
Pengujian tahunan | Bandingkan nilai tercatat goodwill vs. jumlah terpulihkan | PSAK 48.18–57 | — | Gunakan model arus kas terdiskonto & asumsi wajar |
Impairment | Jika nilai tercatat > jumlah terpulihkan | PSAK 48.104 | Dr. Beban Penurunan Nilai Goodwill Cr. Akumulasi Penurunan Nilai Goodwill | Tidak boleh dibalik di periode berikutnya |
Pengungkapan | Metode, asumsi kunci, diskonto, sensitivitas | PSAK 48.134–137 | — | Wajib diungkap di CALK |
Baca juga: Rumus Amortisasi dan Kalkulator Amortisasi Gratis
Aturan Amortisasi Goodwill di Indonesia

Munculnya goodwill dapat dilihat dari 2 cara, yaitu: Internal dan eksternal (akuisisi). Goodwill yang didapat melalui internal merupakan arti goodwill secara luas, karena disini mengakui adanya nilai-nilai ekonomis internal perusahaan yang dapat dikembangkan dan bukan dari hasil pembelian.
Seperti contoh penguasaan pasar, wibawa manajerial, kekuatan pekerja, hubungan dengan pemerintah. Goodwill semacam ini sudah tidak boleh diakui dalam penyajiannya di neraca.
Goodwill yang dimunculkan dengan external, merupakan goodwill yang diperoleh dari akuisisi perusahaan lain dan timbul karena suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan lain.
Jenis goodwill ini diakui dari selisih harga beli perusahaan yang diakui terhadap nilai pasar wajar dari nilai bersih aktiva baik berwujud ataupun tidak berwujud yang dapat diidentifikasi.
Selain cara bagaimana munculnya goodwill, disini kami memaparkan sedikit dalam konsep yang diambil dari beberapa literatur yang ada mengenai metode akuntansi goodwill, yang dijelaskan dengan 3 metode, yaitu:
- Dihapus seketika (write off)
- Kapitalisasi – amortisasi
- Kapitalisasi non amortisasi.
Baca juga: Contoh Jurnal Amortisasi dan Pengertian Lengkapnya
Contoh Kasus dalam Menjurnal Amortisasi Goodwill

PT Alpha mengakuisisi 100% saham PT Beta dengan harga Rp10.000.000.000.
Nilai wajar aset dan liabilitas PT Beta yang dapat diidentifikasi:
- Aset lancar: Rp2.000.000.000
- Aset tetap: Rp4.000.000.000
- Liabilitas: Rp1.500.000.000
Perhitungan:
- Nilai wajar aset neto = (Rp2.000.000.000 + Rp4.000.000.000) – Rp1.500.000.000 = Rp4.500.000.000
- Goodwill = Harga akuisisi – Nilai wajar aset neto = Rp10.000.000.000 – Rp4.500.000.000 = Rp5.500.000.000
Jurnal Pengakuan Goodwill:
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|---|
1 Jan 2025 | Aset Lancar | Rp2.000.000.000 | |
Aset Tetap | Rp4.000.000.000 | ||
Goodwill | Rp5.500.000.000 | ||
Liabilitas | Rp1.500.000.000 | ||
Kas/Bank | Rp10.000.000.000 |
Pengujian Penurunan Nilai (Impairment Test):
Setelah satu tahun, PT Alpha melakukan uji penurunan nilai terhadap goodwill yang dialokasikan ke Unit Penghasil Kas (CGU) terkait.
Asumsi:
- Nilai tercatat CGU (termasuk goodwill): Rp8.000.000.000
- Jumlah terpulihkan CGU: Rp6.500.000.000
Perhitungan Penurunan Nilai:
- Kerugian penurunan nilai = Nilai tercatat – Jumlah terpulihkan = Rp8.000.000.000 – Rp6.500.000.000 = Rp1.500.000.000
Jurnal Penurunan Nilai Goodwill:
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|---|
31 Des 2025 | Beban Penurunan Nilai Goodwill | Rp1.500.000.000 | |
Akumulasi Penurunan Nilai Goodwill | Rp1.500.000.000 |
Hal yang harus diperhatikan:
- Goodwill tidak diamortisasi secara sistematis; sebagai gantinya, dilakukan uji penurunan nilai minimal sekali setahun atau lebih sering jika ada indikasi penurunan nilai.
- Kerugian penurunan nilai diakui sebagai beban pada laporan laba rugi dan tidak dapat dibalik pada periode berikutnya, sesuai dengan PSAK 48 tentang goodwill impairment.
- Informasi mengenai asumsi dan metode yang digunakan dalam uji penurunan nilai harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CALK).
Baca juga: Pengertian Amortisasi, Cara Hitung, dan Perbedaannya dengan Depresiasi
Pada Intinya…
Dalam PSAK 22 revisi 2010, yang berlaku mulai 1 Januari 2011, goodwill tidak lagi diamortisasi secara sistematis seperti sebelumnya, melainkan harus diuji penurunan nilainya (impairment test) secara tahunan atau ketika ada indikasi penurunan nilai.
Goodwill yang muncul dari aktivitas internal perusahaan tidak boleh diakui, sedangkan goodwill dari akuisisi eksternal diakui sebagai aset tidak berwujud.
Proses akuntansi goodwill terdiri dari beberapa tahap: pengakuan awal, pengalokasian ke unit penghasil kas (CGU), pengujian penurunan nilai, dan pencatatan beban apabila terjadi penurunan nilai.
Bila jumlah terpulihkan lebih rendah dari nilai tercatat goodwill, selisihnya diakui sebagai beban penurunan nilai di laporan laba rugi, dan tidak boleh dibalik di periode berikutnya.
Ini selaras dengan harmonisasi standar internasional seperti IFRS 3 dan IAS 36 yang diterapkan di berbagai negara maju.
Agar proses pencatatan keuangan dalam bisnis sesuai standar yang berlaku di Indonesia, Anda bisa mencoba menggunakan software akuntansi yang sudah banyak digunakan dan sesuai standar seperti Kledo.
Kledo adalah software akuntansi online buatan Indonesia yang sudah digunakan oleh lebih dari 70 ribu pengguna dari berbagai jenis dan skala bisnis di Indonesia.
Jika Anda tertarik, Anda bisa mencoba menggunakan Kledo secara gratis selama 14 hari atau selamanya melalui tautan ini.
- Bagaimana Aturan Amortisasi Goodwill di Indonesia? - 13 Mei 2025
- Pengertian Consumer Awareness dan Mengetahui Hak Konsumen - 9 Mei 2025
- Mengetahui Prinsip Pengungkapan Penuh dalam Akuntansi - 9 Mei 2025