Non Deductible Expense dan Deductible Expense dalam Aturan Pajak

Non Deductible Expense

Ketika berbicara tentang pajak, ada dua jenis biaya yang dapat Anda bayar yakni non deductible expense dan deductible expense.

Non deductible expense adalah biaya yang tidak dapat dikurangkan dari pajak yang harus Anda bayar. Sedangkan deductible expense adalah biaya yang dapat dikurangkan dari pajak yang harus Anda bayar.

Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam tentang non deductible expense dan deductible expense serta bagaimana cara menghitungnya. Mari kita pelajari bersama!

Apa yang Dimaksud Non Deductible Expense?

Non deductible expense adalah pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari pajak atau pengeluaran yang tidak bisa dikreditkan ke dalam pajak.

Adanya pengeluaran non deductible ini berarti bahwa pengeluaran tersebut tidak akan dianggap sebagai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan.

Misalnya, biaya operasional sebuah perusahaan atau pengeluaran pribadi tidak dapat dikurangkan dari pajak yang harus dibayar. Dalam aturan pajak PPh pribadi dan perusahaan, pengeluaran non deductible termasuk dalam daftar pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari pajak yang dibayarkan.

Contohnya adalah pajak penghasilan, biaya pengacara, biaya promosi, dan biaya perjalanan. Selain itu, pengeluaran non deductible juga merupakan pengeluaran yang tidak dapat diklaim sebagai kredit pajak. Contohnya adalah biaya operasional, biaya sewa, dan biaya listrik.

Karena mereka tidak bisa dikurangkan dari pajak yang dibayarkan, pengeluaran non deductible ini harus dibayarkan secara penuh. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk memahami pengeluaran non deductible yang berlaku sehingga Anda bisa menghindari pembayaran tambahan pajak.

Baca juga: Pembahasan Nota Retur atau Nota Pembatalan untuk Pajak

Konsep Non Deductible Expense dalam UU PPh Pasal 19

Non Deductible Expense

Non deductible expense adalah segala biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan atau perorangan yang tidak dapat digunakan untuk pengurangan atau pembebasan Pajak Penghasilan (PPh).

Berdasarkan UU PPh Pasal 9 ayat 1, No.36 Tahun 2008, biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan atau dibebaskan dari pajak penghasilan adalah:

  • Biaya pemasaran yang berlebihan;
  • Biaya perjalanan, akomodasi, dan penginapan yang berlebihan;
  • Biaya pembayaran cukai lainnya;
  • Biaya pengurusan dan biaya-biaya lainnya yang tidak berhubungan dengan usaha yang dimaksudkan untuk mendapatkan laba;
  • Biaya yang diperoleh melalui kegiatan yang melanggar hukum atau tidak sah;
  • Biaya-biaya yang diperoleh melalui pembayaran yang tidak sah;
  • Biaya-biaya yang dibebankan secara tidak sah atau tidak dapat diverifikasi;
  • Biaya-biaya yang tidak memenuhi persyaratan untuk pengurangan atau pembebasan PPh;
  • Biaya-biaya yang dikenakan pada orang lain atau entitas yang bersifat pribadi;
  • Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membayar barang atau jasa yang tidak sesuai dengan persyaratan PPh.

Maka dapat disimpulkan bahwa pengeluaran non deductible adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan atau perorangan yang tidak dapat digunakan untuk pengurangan atau pembebasan PPh menurut UU PPh Pasal 9 ayat 1, No.36 Tahun 2008.

Baca juga: Rasio Perputaran Piutang: Manfaat, Rumus, dan Cara Hitungnya

Cara Menghitung Non Deductible Expense

Cara menghitung pengeluaran non deductible untuk pajak di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Tentukan berapa pendapatan yang diperoleh

Pertama-tama, Anda harus menentukan berapa pendapatan yang diperoleh. Pendapatan ini merupakan dasar untuk menghitung non deductible expense untuk pajak.

2. Tentukan berapa biaya yang telah dikeluarkan

Kemudian, Anda harus menentukan berapa biaya yang telah Anda keluarkan. Ini termasuk biaya seperti biaya untuk perjalanan, biaya listrik, biaya penyimpanan, biaya pemasaran, dan lain-lain.

3. Tentukan biaya yang bisa dikurangkan dari pendapatan

Setelah Anda menentukan berapa biaya yang telah dikeluarkan, Anda harus menentukan berapa biaya yang bisa dikurangkan dari pendapatan. Biaya yang bisa dikurangkan termasuk biaya pelatihan, biaya pendidikan, dan biaya pajak.

4. Tentukan non deductible expense

Setelah Anda menentukan berapa biaya yang bisa dikurangkan dari pendapatan, Anda harus menentukan berapa pengeluaran non deductible.

5. Hitung jumlah non deductible expense

Setelah Anda menentukan berapa pengeluaran non deductible, Anda harus menghitung jumlahnya. Untuk melakukan ini, Anda harus mengurangkan biaya yang bisa dikurangkan dari pendapatan dari jumlah biaya yang telah dikeluarkan. Hasilnya adalah jumlah pengeluaran non deductible.

Baca juga: Nota Kredit: Arti, Komponen, Contoh, dan Bedanya dengan Nota Debit

Banner 3 kledo

Apa yang Dimaksud Deductible Expense?

Deductible expense adalah sebuat biaya yang dapat dikurangkan dari pendapatan yang harus dikenakan pajak, atau uang yang dapat dikurangkan dari pendapatan untuk menghitung jumlah pajak yang harus dibayar.

Deductible expense mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar karena komponen biaya tersebut dikurangkan dari pendapatan yang harus dikenakan pajak.

Pengurangan ini dapat dilakukan di banyak bidang dan pada banyak tingkat, termasuk biaya yang dibayar untuk asuransi, biaya pengacara, biaya pajak, dan biaya pendidikan.

Deductible expense juga dapat diterapkan pada perusahaan karena pengeluaran yang dapat dikurangkan dari pendapatan yang harus dikenakan pajak.

Secara umum, deductible expense adalah pengurangan dari pendapatan yang harus dikenakan pajak. Hal ini dapat diterapkan di banyak bidang dan tingkat, termasuk biaya perjalanan bisnis, biaya pengacara, biaya asuransi, biaya pajak, dan biaya pendidikan.

Perusahaan harus memenuhi beberapa persyaratan untuk mengklaim biaya ini dari pajak.

Baca juga: Pengertian Purchase Requisition dan Bedanya dengan Purchase Order (PO)

Apa Saja yang Termasuk Deductible Expense?

Deductible expense adalah biaya yang dapat dikurangkan dari jumlah pendapatan yang harus dikenakan pajak. Berdasarkan Undang-undang No. 36 tahun 2008, berikut adalah beberapa biaya yang termasuk dalam deductible expense:

  • Biaya pengeluaran untuk pembelian barang modal, material, dan bahan baku yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk pembelian aset tetap yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya pengiriman barang yang digunakan untuk aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk pengadaan tenaga kerja yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk pemeliharaan dan pemeliharaan aset tetap yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya sewa aset tetap yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya sewa gedung, tanah, atau bangunan yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya pemasaran dan promosi yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya perjalanan dan transportasi yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya pemeliharaan kantor yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya pendidikan dan pelatihan untuk pegawai yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya pajak dan bea yang dibayarkan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya asuransi yang dibayarkan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya pemeliharaan peralatan dan mesin yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya pengurusan dokumen dan legalitas yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya pengembangan produk dan jasa yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya pelayanan yang dibayarkan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya pemeliharaan dan pengembangan website yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Biaya pengeluaran untuk biaya penyusutan aset tetap yang digunakan dalam aktivitas usaha.
  • Sumbangan
  • Biaya pengembangan infrastuktur sosial

Baca juga: Laporan Proyek: Pengertian, Contoh, Cara Membuatnya, dan Tipsnya

Peraturan Pengurangan Biaya Sumbangan dalam Deductible Expense

Pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 mengatur tentang pengurangan biaya sumbangan dalam bentuk deductible expense.

Dengan demikian, biaya sumbangan yang dikeluarkan oleh perusahaan atau organisasi akan dianggap sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari pendapatan yang diperoleh perusahaan atau organisasi tersebut.

Hal ini dikarenakan biaya sumbangan dapat mengurangi pajak yang harus dibayar oleh perusahaan atau organisasi. Dengan adanya pengurangan biaya sumbangan, maka perusahaan atau organisasi akan memiliki lebih banyak uang untuk digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan lainnya.

Selain itu, pengurangan biaya sumbangan juga dapat meningkatkan nilai investasi di masa depan. Ini karena dengan mengurangi pengeluaran untuk sumbangan, perusahaan atau organisasi dapat menyimpan lebih banyak uang untuk digunakan dalam berbagai hal seperti investasi.

Dengan begitu, perusahaan atau organisasi dapat memiliki lebih banyak uang untuk membeli saham, reksa dana, dan lainnya, yang dapat meningkatkan nilai investasi di masa depan.

Oleh karena itu, pengurangan biaya sumbangan dalam bentuk deductible expense merupakan cara yang baik untuk mengurangi beban pajak dan meningkatkan nilai investasi di masa depan.

Dengan demikian, perusahaan atau organisasi dapat meningkatkan profitabilitasnya tanpa harus meningkatkan pengeluaran untuk sumbangan.

Baca juga: Equipment Adalah: Pembahasan Lengkan dan Perbedaannya dengan Supplies

Contoh Kasus Perhitungan Deductible Expense

Non Deductible Expense

PT. Makmur memiliki penghasilan bruto sebesar 7,5 miliar rupiah pada tahun 2022. Pada periode tersebut, PT. Makmur memiliki pendapatan dan beban sebagai berikut:

  • Biaya penghasilan bruto = 6 miliar rupiah
  • Penghasilan lainnya = Rp. 70 juta
  • Pengeluaran lainnya = Rp. 40 juta
  • Kerugian fiskal pada tahun 2021 = Rp. 30 juta
  • Kredit PPh 25 = Rp. 90 juta
  • Kredit PPh 23 = Rp. 20 juta
  • Kredit PPh 22 = Rp. 15 juta

Untuk menghitung PPh terutang PT. Makmur, maka harus mencari lebih dulu berapa nilai penghasilan kena pajak (PKP) PT. Makmur:

Penghasilan Bruto – Biaya Penghasilan Bruto = Penghasilan Neto

Penghasilan Bruto = 7.500.000.000 – 6.000.000.000 = 1.500.000.000

Penghasilan lainnya – Pengeluaran Lainnya = Penghasilan Neto Lainnya

Penghasilan lainnya = 70.000.000 – 40.000.000 = 30.000.000

Total Penghasilan Neto = 1.500.000.000 + 30.000.000 = 1.530.000.000

Penghasilan Kena Pajak = Total Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian

Penghasilan Kena Pajak = 1.530.000.000 – 30.000.000 = 1.500.000.000

Jadi, Penghasilan Kena Pajak dari PT. Makmur adalah Rp. 1.500.000.000.

Dikarenakan pmset peredaran bruto PT. Makmur di atas 4,8 miliar, maka PT. Makmur memperoleh dasilitas pengurangan tarif:

Nah, karena omset peredaran bruto dari PT ABC adalah di atas 4,8 miliar rupiah, maka PT ABC mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebagai berikut:

(Rp4.800.000.000 x Rp. 1.500.000.000) / Rp7. 500.000.000 = Rp. 960.000.000

Nominal PKP dari peredaran bruto untuk mendapatkan fasilitas pengurangan tarif:

Rp. 1.500.000.000 – Rp. 960.000.000 = Rp. 540.000.000

Jadi, nominal PPh terutang dari PT. Makmur adalah sebagai berikut:

(50% x 22%) x Rp. 960.000.000 = Rp. 105.600.000

22% x Rp. 540.000.000 = Rp. 118.800.000

Total PPh terutang= Rp. 105.600.000 + Rp. 118.800.000 = Rp. 224.400.000

PT. Makmur memiliki beberapa kredit sebagai berikut:

PPh Pasal 22 + PPh Pasal 23 + PPh Pasal 25 = 90.000.000 + 20.000.000 + 15.000.000 = Rp. 125.000.000

Lalu, PPh terutang harus dikurangi dengan total kredit pajak tersebut:

Rp. 224.400.000 – Rp. 125.000.000 = Rp. 99.400.000

Jadi, PT. Makmur memiliki kurang bayar pajak sebesar Rp. 99.400.000.

Baca juga: Analis Keuangan: Tugas, Gaji, dan Cara Berkarir di Bidang Ini

Kesimpulan

Non deductible expense dan deductible expense adalah dua jenis pengeluaran yang berbeda dari perspektif pajak.

Non deductible expense adalah pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari pendapatan untuk tujuan pajak, sementara deductible expense adalah pengeluaran yang dapat dikurangkan dari pendapatan untuk tujuan pajak. Kedua jenis pengeluaran ini penting untuk memastikan bahwa Anda membayar pajak yang tepat.

Mengelola pajak bisnis lebih mudah dilakukan dengan menggunakan sofware akuntansi Kledo. Dengan menggunakan Kledo, Anda bisa menghitung pajak dan memperoleh laporan pajak secara otomatis.

Tak hanya itu, Kledo juga menawarkan fitur lengkap yang memudahkan proses pembukuan bisnis dan pengelolaan akuntansi bisnis Anda.

Mulai dari 139 ribu per bulan, Anda sudah bisa menikmati layanan dengan fitur terlengkap dari Kledo. Anda juga bisa mencoba Kledo gratis selama 14 hari melalui tautan ini.

Annisa Herawati

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

seventeen + 7 =