Pajak punya peran penting untuk membangun negeri dan mendukung jalannya pemerintahan. Sebagai salah satu sumber penerimaan dalam APBN, pajak perlu dijaga dan ditingkatkan secara terus menerus penerimaannya. Dan dalam hal pembayaran pajak, terdapat tata cara pemungutan yang dikenal dengan stelsel pajak.
Tapi apa itu dengan stelsel pajak? Berdasarkan definisinya, stelsel pajak adalah sistem pemungutan yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak. Dalam praktiknya, ada tiga jenis stelsel pajak yang dilakukan dalam menghitung pemungutan pajak.
Lebih jauh, berikut kita bahas apa itu stelses pajak jenis, dan juga contoh jenis pajak berdasarkan jenis stelsel pajak.
Apa Itu Stelsel Pajak?
Pengertian Stelsel Pajak adalah sistem pemungutan pajak yang digunakan untuk menghitung besaran pajak yang harus dikeluarkan oleh para wajib pajak di Indonesia.
Lalu, siapa itu para wajib pajak, disini wajib pajak dapat diartikan sebagai orang pribadi atau badan/perusahaan.
Sedangkan untuk tata cara pemungutan nya terdapat 3 golongan, yaitu Stelsel Pajak Nyata (Riil), Stelsel Pajak Anggapan (fiktif), dan Stelsel Pajak Campuran (Mix). Dan untuk mengetahui apa saja itu semua, maka seperti berikut ini penjelasannya.
Lebih jauh berikut adalah 3 golongan dalam sistem pemungutan pajak di Indonesia.
Baca juga: Debt To EBITDA Ratio: Pengertian dan Cara Hitungnya
1. Stelsel Nyata (Rill)
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang berdasarkan pada objek atau penghasilan yang diperoleh sesungguhnya. Karena penghitungan ini juga didasarkan pada penghasilan sesungguhnya atau penghasilan riil, hasilnya pun cenderung lebih akurat. Pada stelsel nyata, pajaknya dipungut di belakang, alias pajak baru diterima oleh pemerintah setelah tahun pajak berakhir.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa kelebihan utama dengan stelsel nyata yakni terdapat pada penghitungannya yang lebih akurat dengan penghitungan penghasilan sesungguhnya, karena penghitungan tersebut dilakukan pada akhir tahun.
Kelebihan lainnya terdapat kesesuaian pajak yang besarannya akan tepat sasaran dengan besarnya pajak terutang, karena pemungutan pajak dilakukan setelah tutup buku (akhir tahun).
Sementara salah satu kelemahan stelsel nyata yakni adanya penghitungan yang dilakukan akan lebih sulit, karena pajak baru dapat dikenakan pada akhir tahun.
Akibatnya, Wajib Pajak akan dikenai pembayaran pajak yang tinggi dan pembayarannya sekaligus, dan pemerintah tidak mendapat penerimaan selama tahun berjalan karena pajak baru dipungut pada akhir periode.
Contoh pajak yang menggunakan stelsel nyata (riil)
Dalam sistem perpajakan Indonesia, stelsel riil diterapkan pembayarannya secara bulanan maupun tahunan. Contohnya adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 29.
Baca juga: Fungsi Bukti Potong Pajak, Jenis, dan Cara Membuatnya
2. Stelsel Anggapan (Fiktif)
Stelsel anggapan merupakan sistem pemungutan pajak yang perhitungannya berdasarkan anggapan yang diatur oleh undang-undang. Kata anggapan disini merujuk pada beragam jalan pikiran yang tergantung pada peraturan perpajakan yang berlaku.
Kata “anggapan” merujuk pada beragam jalan pikiran yang bergantung kepada peraturan perpajakan yang berlaku. Tidak seperti stelsel nyata yang membayarkan pajak di akhir, pada sistem ini pajak dibayarkan di muka. Karena pemungutan dilakukan pada awal periode, pemerintah bisa mendapatkan dana dari pajak untuk pembangunan.
Di sisi lain, jumlah yang dibayarkan Wajib Pajak tidak berdasarkan pada keadaan sesungguhnya, karena penghitungannya berdasarkan tahun lalu.
Contoh pajak yang menggunakan stelsel anggapan (fiktif)
Contoh penerapannya di Indonesia adalah PPh Pasal 25 atau kita kenal dengan istilah angsuran pajak tahun berjalan.
Baca juga: Mengetahui Aturan NIK Menjadi NPWP di 2024
3. Stelsel Campuran (Mix Stelsel)
Stelsel campuran adalah kombinasi atau gabungan dari stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Artinya pemungutan pajak yang dilakukan terdapat 2 waktu yang berbeda, yaitu pada selama tahun berjalan dan pada akhir tahun setelah tutup buku.
Jadi sederhananya, Stelsel campuran ialah pemungutan pajak yang dilakukan pada awal tahun, pada saat itu pajak sudah dapat diperhitungkan berdasarkan anggapan besarnya penghasilan selama 1 tahun yang diatur oleh undang-undang.
Tapi pada akhir tahun (setelah tutup buku), perhitungan pemungutan pajak akan dilakukan kembali berdasarkan keadaan sebenarnya. Kemudian, pada akhir tahun jika besarnya pajak terutang lebih besar dari pada angsuran pajak tahun berjalan (PPh Pasal 25), maka wajib pajak harus menambah pembayaran atas keadaan sebenarnya (PPh Pasal 29).
Dan begitu juga sebaliknya, apabila pada akhir tahun perhitungan besarnya pajak terutang lebih kecil dari pada angsuran pajak tahun berjalan (PPh Pasal 25), maka wajib pajak bisa meminta kembali kelebihan pembayarannya (restitusi).
Contoh kasusnya adalah jika wajib pajak memiliki penghasilan sebesar Rp100 juta pada tahun 2022, wajib pajak tersebut harus membayar pajak penghasilan Pasal 25 sebesar Rp20 juta (jika tarif pajak penghasilan yang berlaku adalah 20 persen) pada tahun 2023.
Pada akhir tahun 2023, wajib pajak tersebut ternyata memiliki penghasilan sebesar Rp120 juta.
Dengan demikian, besarnya pajak penghasilan yang sebenarnya terutang adalah sebesar Rp24 juta (Rp120 juta x 20 persen).
Sehingga, wajib pajak tersebut harus membayar kekurangan pajak sebesar Rp4 juta (Rp24 juta–Rp20 juta).
Kelebihan metode ini, medode campuran mempunyai cara pemungutan pajak yang nyata, meski pun dilakukan pada awal tahun dengan berdasarkan anggapan tapi pada akhir tahun akan dilakukan perhitungan lagi sesuai dengan keadaan sesungguhnya
Lalu untuk kelemahannya, metode ini dapat menyebabkan beban pajak yang harus dibayarkan perusahaan/perorangan lebih tinggi pada tahun berjalan terutama jika penghasilannya menurun.
Contoh pajak yang menggunakan stelsel campuran (mix)
Misalnya, pada mekanisme PPh Pasal 25/29, dimana pemungutan pajak dilakukan pada awal tahun dengan pajak angsuran yang didasarkan dengan besarnya pajak yang terutang pada surat pemberitahuan sebelumnya.
Kemudian di akhir tahun akan terjadi perhitungan pajak lagi yang berdasarkan penghasilan sebenarnya. Seperti apa yang disampaikan pada metode campuran, jika perhitungan pada akhir tahun terdapat nilai yang lebih besar dari pajak anggapan (PPh Pasal 29), maka wajib pajak harus membayar sesuai dengan perhitungan tersebut.
Baca juga: Pengertian SPPKP, Syarat, dan Cara Mendapatkannya
Lalu, Bagaimana Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia?
Dari yang sudah kita bahas diatas, pajak penghasilan untuk orang pribadi dan badan di Indonesia menggunakan stelsel campuran. Sebelum menghitung pajak di akhir tahun, setiap bulan wajib pajak memiliki kewajiban pembayaran PPh Pasal 25.
PPh Pasal 25 merupakan angsuran pajak yang dihitung berdasarkan penghasilan tahun sebelumnya, dengan asumsi pada tahun berjalan jumlah penghasilan sama dengan tahun sebelumnya. Pada akhir tahun pajak, wajib pajak menghitung kembali seluruh penghasilan yang diterima/diperoleh selama satu tahun.
PPh Pasal 25 yang sudah dibayar akan mengurangi jumlah pajak yang terutang pada akhir tahun (kredit pajak). Selisih kurang antara pajak terutang dan kredit pajak kemudian dibayarkan oleh wajib pajak.
Jika terdapat selisih lebih, wajib pajak berhak untuk meminta pengembalian (restitusi). Stelsel campuran dapat membantu wajib pajak mengatur cash flow karena beban pajak di akhir tahun bisa dialokasikan per bulan.
Di sisi lain, penerapan angsuran PPh Pasal 25 juga berpotensi menimbulkan beban administrasi. Sebagai contoh, perusahaan mengalami penurunan performa yang mengakibatkan penurunan laba dibandingkan tahun sebelumnya.
Jika wajib pajak tetap membayar angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan laba tahun sebelumnya, jumlah angsuran pada akhir tahun berpotensi lebih dari pajak yang terutang.
Kelebihan pembayaran yang terjadi perlu direstitusi. Namun, umumnya restitusi bisa didapatkan setelah dilakukan pemeriksaan pajak yang secara prosedur dapat menjadi beban bagi wajib pajak.
Baca juga: Jurnal PPh 23: Pencatatan Akuntansi dan Contoh Kasusnya
Kesimpulan
Itulah pembahasan lengkap mengenai stelsel pajak yang wajib dijetahui Anda sebagai wajib pajak atau pemilik bisnis.
Mengelola pajak dalam bisnis memang merupakan hal penting namun juga hal yang menantang, terlebih jika dilakukan dengan cara manual
Sebagai solusi perpajakan dan pembukuan yang lebih baik, Anda bisa mencoba menggunakan software akuntansi yang memiliki fitur terintegrasi seperti Kledo.
Dengan menggunakan Kledo, Anda bisa dengan mudah melakukan pencatatan pembukuan dan akuntansi yang terintegrasi dengan sistem perpajakan, HR, sampai aplikasi kasir dengan cara yang mudah dan praktis.
Jika tertarik untuk mendapatkan integrasi menyeluruh, Anda bisa mencoba menggunakan Kledo secara gratis selama 14 hari melalui tautan ini.
- Corporate Card: Definisi, Cara Kerja, Hingga Manfaatnya untuk Bisnis - 4 Oktober 2024
- 6 Tips untuk Mengelola Budget Klien Lebih Hemat dan Efektif - 4 Oktober 2024
- Spend Analysis: Pengertian dan Tahapan Melakukannya dalam Bisnis - 4 Oktober 2024