Laporan Keuangan Syariah: Prinsip, Komponen, dan Contohnya

laporan keuangan syariah

Laporan keuangan syariah adalah salah satu elemen penting dalam menciptakan transparansi dan akuntabilitas bagi bisnis yang berlandaskan prinsip Islam.

Di tengah tumbuhnya minat masyarakat terhadap ekonomi syariah, kebutuhan akan sistem pencatatan keuangan yang sesuai syariat pun semakin meningkat.

Tidak hanya lembaga keuangan, banyak pelaku usaha kini mulai menerapkan model bisnis syariah dalam kegiatan operasional mereka.

Namun, masih banyak yang belum memahami struktur dan prinsip penyusunan laporan keuangan syariah secara menyeluruh.

Melalui artikel ini, kita akan membahas prinsip, komponen, hingga contoh penerapan laporan keuangan syariah.

Apa Itu Laporan Keuangan Syariah?

Laporan keuangan syariah adalah laporan yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi Islam, dengan tujuan utama mencerminkan kondisi keuangan sekaligus kepatuhan terhadap syariat.

Tidak seperti laporan keuangan konvensional yang fokus pada laba dan kerugian, laporan ini juga mencatat aktivitas sosial, pengelolaan dana amanah, serta transaksi berbasis akad.

Dalam sistem ekonomi syariah, setiap transaksi harus terbebas dari riba (bunga), gharar (ketidakjelasan), dan maisir (spekulasi berlebihan).

Itu sebabnya, penyajian laporan keuangan syariah membutuhkan pendekatan yang berbeda, baik dari segi struktur maupun penamaan akun.

Bagi bisnis berbasis syariah, laporan ini menjadi alat penting untuk menjaga transparansi, akuntabilitas, dan kepercayaan dari pemilik dana maupun masyarakat luas.

Baca juga: Akuntansi Syariah: Pengertian Lengkap, Prinsip dan Bedanya dengan Akuntansi Konvensional

Apa Saja Prinsip-Prinsip Akuntansi Syariah?

Prinsip akuntansi syariah

Akuntansi syariah merupakan sistem pencatatan dan pelaporan keuangan yang dirancang agar sejalan dengan prinsip-prinsip Islam.

Standar yang digunakan merujuk pada PSAK Syariah yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), serta mengacu pada sumber hukum Islam seperti Al-Qur’an dan hadis.

Prinsip-prinsip ini tidak hanya mengatur aspek teknis akuntansi, tetapi juga mengedepankan nilai keadilan, transparansi, dan tanggung jawab moral.

Larangan Riba, Gharar, dan Maisir

Prinsip paling mendasar dalam akuntansi syariah adalah larangan terhadap riba (bunga), gharar (ketidakjelasan atau spekulasi berlebihan), dan maisir (judi).

Transaksi yang mengandung unsur-unsur ini dianggap tidak adil dan berpotensi merugikan salah satu pihak.

Oleh karena itu, dalam laporan keuangan syariah, tidak diperbolehkan mencatat pendapatan dari bunga atau aktivitas investasi yang bersifat spekulatif, seperti trading derivatif konvensional.

Semua aktivitas yang dicatat harus mencerminkan transaksi nyata dan sah menurut syariat.

Prinsip Keadilan dan Kemitraan dalam Transaksi

Akuntansi syariah menekankan pentingnya prinsip keadilan dalam hubungan bisnis, termasuk dalam pembagian keuntungan dan risiko.

Konsep kemitraan seperti mudharabah dan musyarakah menjadi contoh utama. Dalam akad mudharabah, pemilik modal dan pengelola usaha sepakat untuk berbagi hasil tanpa adanya jaminan keuntungan tetap.

Sementara dalam musyarakah, seluruh pihak menyetor modal dan menanggung hasil usaha secara proporsional.

Laporan keuangan syariah harus mencatat semua bentuk kemitraan ini secara transparan untuk memastikan keadilan dalam pertanggungjawaban keuangan.

Substansi Lebih Penting daripada Bentuk

Berbeda dengan pendekatan formalis dalam sistem konvensional, akuntansi syariah mengedepankan prinsip substansi atas bentuk (substance over form).

Artinya, pencatatan harus mencerminkan realitas ekonomi yang sebenarnya, bukan sekadar bentuk legal formalnya.

Misalnya, apabila suatu transaksi disepakati dalam bentuk jual beli (seperti murabahah), maka pencatatan harus benar-benar menunjukkan adanya proses jual beli, bukan pinjaman berkedok perdagangan.

Prinsip ini mencegah manipulasi dan memastikan bahwa laporan keuangan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.

Kepatuhan terhadap Standar dan Etika Syariah

Selain mengikuti PSAK Syariah, laporan keuangan juga harus disusun dengan mempertimbangkan nilai-nilai etika Islam, seperti kejujuran, keterbukaan, dan tanggung jawab sosial.

Dalam praktiknya, entitas syariah tidak hanya menyusun laporan keuangan untuk pemilik modal, tetapi juga mempertanggungjawabkan pengelolaan dana kepada masyarakat, penerima manfaat, dan bahkan otoritas keagamaan.

Oleh karena itu, akuntansi syariah menuntut lebih dari sekadar kepatuhan teknis tapi juga mewakili tanggung jawab spiritual.

Baca juga: Yuk Kenali 18 Bidang Akuntansi yang Harus Anda Ketahui

kledo banner 1

Perbedaan Laporan Keuangan Syariah dan Konvensional

Meskipun sama-sama bertujuan menyajikan informasi keuangan yang andal dan transparan, laporan keuangan syariah dan laporan konvensional memiliki perbedaan mendasar dari sisi prinsip, struktur, dan pendekatan pencatatan.

Berikut tabel perbedaan keduanya:

AspekLaporan Keuangan SyariahLaporan Keuangan Konvensional
Dasar PrinsipPrinsip syariah: larangan riba, gharar, dan maisirPrinsip ekonomi umum tanpa batasan agama
Jenis TransaksiBerdasarkan akad: mudharabah, musyarakah, murabahah, dllKontrak bisnis umum: pinjaman, sewa, jual beli biasa
PendapatanTidak mengakui bunga; pendapatan berasal dari hasil akadMengakui bunga dan keuntungan dari instrumen keuangan
Pengelolaan Dana AmanahDana zakat, wakaf, infak, hibah dicatat terpisahTidak ada kewajiban memisahkan dana sosial/amanah
Struktur LaporanTermasuk laporan dana kebajikan, laporan perubahan aset tertahanLaporan standar: neraca, laba rugi, arus kas, ekuitas
Tanggung Jawab SosialMenekankan akuntabilitas kepada umat dan masyarakatFokus pada akuntabilitas ke pemegang saham dan investor
Pendekatan AkuntansiSubstansi diutamakan dibanding bentuk legal formalBentuk legal formal jadi dasar pencatatan utama
Standar AcuanPSAK Syariah dari IAIPSAK Umum dari IAI

Apa Saja Komponen Laporan Keuangan Syariah?

Laporan keuangan syariah menyajikan informasi yang tidak hanya mencerminkan posisi keuangan suatu entitas, tetapi juga menunjukkan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Islam.

Setiap komponen dalam laporan ini memiliki fungsi yang berbeda dan saling melengkapi untuk memberikan gambaran yang utuh kepada pengguna laporan.

1. Neraca (Laporan Posisi Keuangan)

Neraca menunjukkan posisi aset, kewajiban, dan dana entitas pada akhir periode pelaporan.

Entitas mencatat aset yang dikuasai secara sah, termasuk dana titipan yang bersifat amanah seperti dana zakat atau wakaf.

Kewajiban mencakup utang usaha, dana yang harus disalurkan kepada penerima manfaat, serta kewajiban lain yang muncul dari akad syariah.

Entitas juga mencantumkan pos dana non-terikat dan dana terikat sebagai bagian dari ekuitas, tergantung pada sumber dan penggunaannya.

Neraca memberikan gambaran apakah entitas mengelola keuangannya secara sehat dan sesuai prinsip syariah.

Contoh Neraca (Laporan Posisi Keuangan)

Per 31 Desember 2024

AsetNominal (Rp)
Kas dan Setara Kas150.000.000
Piutang Murabahah200.000.000
Investasi Syariah100.000.000
Aset Tetap (neto)300.000.000
Total Aset750.000.000
Liabilitas dan DanaNominal (Rp)
Kewajiban Jangka Pendek80.000.000
Dana Non-Terikat400.000.000
Dana Terikat270.000.000
Total Liabilitas dan Dana750.000.000

2. Laporan Perubahan Dana

Laporan ini mencatat semua perubahan yang terjadi pada dana non-terikat selama satu periode.

Entitas menyajikan sumber masuknya dana, seperti donasi, hibah, surplus kegiatan, atau hasil akad.

Kemudian, entitas merinci penggunaan dana untuk operasional, program sosial, dan distribusi hasil usaha.

Laporan ini membantu pengguna menilai apakah entitas mengelola dana secara efisien dan sesuai tujuan syariah.

Jika ada kelebihan dana pada akhir periode, entitas menyalurkan atau mengalokasikan kembali sesuai ketentuan yang berlaku.

Contoh Laporan Perubahan Dana

Untuk Periode yang Berakhir 31 Desember 2024

UraianDana Non-Terikat (Rp)Dana Terikat (Rp)
Saldo Awal300.000.000200.000.000
Donasi Masuk100.000.00080.000.000
Hasil Usaha Syariah50.000.000
Penggunaan untuk Program Sosial(50.000.000)(10.000.000)
Saldo Akhir400.000.000270.000.000

3. Laporan Perubahan Aset Tertahan

Laporan ini menunjukkan pergerakan aset yang belum bisa digunakan secara langsung dalam kegiatan operasional.

Entitas biasanya menahan aset karena belum mendapatkan izin penggunaan, masih menunggu jatuh tempo, atau sedang dialokasikan untuk tujuan tertentu di masa depan.

Setiap penambahan atau pengurangan aset tertahan harus tercatat secara jelas dan terperinci.

Laporan ini mencerminkan tanggung jawab entitas dalam mengelola sumber daya yang belum dapat dimanfaatkan secara langsung.

Dengan laporan ini, pemangku kepentingan bisa menilai sejauh mana entitas menjaga amanah terhadap aset tersebut.

Contoh Laporan Perubahan Aset Tertahan

Untuk Periode yang Berakhir 31 Desember 2024

UraianNominal (Rp)
Saldo Aset Tertahan Awal50.000.000
Penambahan dari Donasi Terbatas30.000.000
Penggunaan untuk Kegiatan Tertunda(10.000.000)
Saldo Aset Tertahan Akhir70.000.000

4. Laporan Aktivitas

Laporan aktivitas menggantikan laporan laba rugi pada entitas syariah, terutama untuk lembaga nirlaba dan sosial.

Entitas mencatat seluruh pendapatan dan beban berdasarkan jenis aktivitasnya, baik yang bersumber dari dana terikat maupun dana non-terikat.

Pendapatan bisa berasal dari sumbangan, hasil investasi halal, atau akad komersial yang sah.

Beban dicatat berdasarkan aktivitas, seperti kegiatan sosial, pendidikan, distribusi zakat, atau pengeluaran administrasi.

Laporan ini memperlihatkan kinerja operasional entitas dalam menjalankan misinya sesuai prinsip syariah.

Contoh Laporan Aktivitas

Untuk Periode yang Berakhir 31 Desember 2024

Uraian AktivitasDana Non-Terikat (Rp)Dana Terikat (Rp)
Pendapatan Donasi100.000.00080.000.000
Hasil Investasi Syariah50.000.000
Beban Program Sosial(40.000.000)(10.000.000)
Beban Operasional(20.000.000)
Surplus (Defisit) Aktivitas90.000.00070.000.000

5. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas menyajikan informasi tentang kas masuk dan keluar selama periode tertentu.

Entitas mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.

Kas operasi mencakup penerimaan dari kegiatan inti, seperti pendapatan akad, donasi, atau distribusi hasil usaha.

Arus kas investasi meliputi pembelian atau penjualan aset tetap dan investasi halal lainnya.

Sementara itu, kas pendanaan mencerminkan penerimaan dana dari mitra, penyaluran dana ke penerima manfaat, atau pengembalian dana amanah.

Contoh Laporan Arus Kas

Untuk Periode yang Berakhir 31 Desember 2024

AktivitasNominal (Rp)
Arus Kas dari Aktivitas Operasi
Penerimaan Donasi dan Akad250.000.000
Pembayaran Program Sosial & Operasi(100.000.000)
Kas Bersih dari Operasi150.000.000
Arus Kas dari Investasi
Pembelian Aset Tetap(50.000.000)
Kas Bersih dari Investasi(50.000.000)
Kas Akhir Periode100.000.000

6. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)

Catatan atas laporan keuangan menjelaskan kebijakan akuntansi yang digunakan, rincian angka-angka penting, dan informasi lain yang relevan.

Entitas menjabarkan dasar penyusunan laporan, seperti penerapan PSAK Syariah dan prinsip pencatatan berdasarkan substansi.

CaLK juga menyampaikan informasi tentang akad-akad syariah yang digunakan, nilai aset non-kas, serta komitmen atau kontinjensi yang terjadi.

Melalui CaLK, entitas membangun transparansi yang lebih tinggi, terutama dalam menjelaskan transaksi kompleks atau bersifat sosial.

Pengguna laporan bisa memahami konteks yang lebih luas di balik angka-angka yang disajikan, sehingga dapat mengambil keputusan dengan lebih tepat.

Cuplikan Ringkas

1. Dasar Penyusunan Laporan Keuangan
Entitas menyusun laporan ini berdasarkan PSAK Syariah yang diterbitkan oleh IAI. Seluruh transaksi menggunakan prinsip substansi atas bentuk dan mengikuti nilai-nilai syariah.

2. Penjelasan Akad yang Digunakan
Selama periode pelaporan, entitas menggunakan akad murabahah untuk pembiayaan usaha kecil, serta wakalah dalam pengelolaan dana sosial.

3. Komitmen dan Kontinjensi
Entitas memiliki komitmen untuk menyalurkan dana zakat sebesar Rp 20.000.000 yang masih tertunda hingga awal tahun berikutnya.

Baca juga: Memahami Manajemen Keuangan Syariah yang Berlaku di Indonesia

Siapa Saja yang Wajib Menggunakan Laporan Keuangan Syariah?

pengguna laporan keuangan syariah

Tidak semua entitas wajib menyusun laporan keuangan berbasis syariah.

Kewajiban ini hanya berlaku bagi entitas yang menjalankan kegiatan operasional dan pengelolaan dana sesuai prinsip-prinsip Islam.

Dalam praktiknya, beberapa jenis entitas memang harus menggunakan laporan keuangan syariah untuk menjaga akuntabilitas dan kepatuhan terhadap ketentuan syariat.

Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga keuangan syariah mencakup bank syariah, unit usaha syariah, koperasi syariah, perusahaan pembiayaan syariah, serta asuransi syariah.

Entitas di kategori ini menawarkan produk dan layanan keuangan berbasis akad, seperti murabahah, ijarah, musyarakah, dan mudharabah.

Setiap transaksi yang mereka jalankan harus bebas dari unsur riba dan harus mencerminkan keadilan bagi semua pihak.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan lembaga ini menyusun laporan keuangan berdasarkan PSAK Syariah.

Dengan laporan tersebut, lembaga keuangan syariah dapat menunjukkan bahwa seluruh kegiatan usaha mereka telah sesuai dengan prinsip Islam dan standar akuntansi yang berlaku.

Lembaga ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf)

ZISWAF merupakan lembaga yang memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola dana umat yang bersifat amanah.

Lembaga ini menerima dana dari masyarakat, lalu menyalurkannya kepada pihak yang berhak sesuai dengan ketentuan syariat.

Agar pengelolaannya transparan, lembaga ZISWAF wajib menyusun laporan keuangan syariah yang menunjukkan perolehan, penggunaan, dan sisa dana secara rinci.

Laporan ini mencakup dana terikat dan tidak terikat, aset tertahan, serta aktivitas sosial yang mereka jalankan selama periode pelaporan.

Dengan menyajikan laporan yang akurat, lembaga ZISWAF bisa mempertanggungjawabkan dana umat sekaligus menjaga kepercayaan donatur.

Badan Usaha Berbasis Syariah

Banyak pelaku usaha kini memilih model bisnis syariah, baik dalam bentuk perusahaan dagang, produsen halal, maupun startup berbasis akad Islami.

Selama entitas menjalankan operasional dengan prinsip Islam seperti hanya bekerja sama dalam akad halal, menolak pembiayaan berbunga, atau menyediakan produk sesuai fatwa DSN-MUI, mereka perlu menyusun laporan keuangan syariah.

Mereka menggunakan PSAK Syariah untuk mencatat transaksi bisnis, seperti kerja sama modal usaha (mudharabah) atau kepemilikan bersama (musyarakah).

Dengan laporan ini, entitas bisa menunjukkan integritas keuangannya sekaligus membuktikan bahwa aktivitasnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Laporan ini juga penting untuk menarik investor dan mitra bisnis yang peduli terhadap nilai-nilai halal dan thayyib.

Baca juga: SAK dan IFRS: Pengertian dan Perbedaannya dalam Akuntansi

Contoh Penerapan Pencatatan Transaksi Syariah

Contoh Transaksi Murabahah

Bank syariah membeli barang seharga Rp10.000.000 dan menjualnya kepada nasabah sebesar Rp12.000.000 secara angsuran. Barang diserahkan saat akad, dan pembayaran dicicil selama 12 bulan.

Jurnal Transaksi di Bank Syariah

1. Saat bank membeli barang dari supplier:

TanggalAkunDebitKredit
dd/mm/yyyyPersediaan Murabahah10.000.000
Kas10.000.000

2. Saat akad murabahah dengan nasabah:

TanggalAkunDebitKredit
dd/mm/yyyyPiutang Murabahah12.000.000
Pendapatan Margin Tangguhan2.000.000
Persediaan Murabahah10.000.000

3. Saat nasabah membayar cicilan pertama (misalnya Rp1.000.000):

TanggalAkunDebitKredit
dd/mm/yyyyKas1.000.000
Piutang Murabahah1.000.000

4. Saat pendapatan margin diakui (Rp2.000.000 ÷ 12 bulan = Rp166.667):

TanggalAkunDebitKredit
dd/mm/yyyyPendapatan Margin Tangguhan166.667
Pendapatan Margin Diakui166.667

Contoh Transaksi Musyarakah

Bank syariah dan mitra bisnis bekerja sama membangun usaha kuliner. Bank menyetor modal Rp150.000.000, mitra bisnis menyetor Rp100.000.000.

Di akhir tahun, usaha mencetak laba Rp50.000.000 dan porsi keuntungan sesuai proporsi modal.

Saat penyertaan modal:

TanggalAkunDebitKredit
dd/mm/yyyyPenyertaan Musyarakah150.000.000
Kas150.000.000

Saat pengakuan laba usaha:

TanggalAkunDebitKredit
dd/mm/yyyyKas30.000.000
Pendapatan Musyarakah30.000.000

(Bank memperoleh 60% dari laba Rp50 juta = Rp30 juta)

Contoh Transaksi Ijarah

Bank syariah menyewakan alat berat kepada perusahaan konstruksi dengan biaya sewa Rp5.000.000/bulan selama 1 tahun.

Saat menerima pembayaran sewa bulan pertama:

TanggalAkunDebitKredit
dd/mm/yyyyKas5.000.000
Pendapatan Ijarah5.000.000

Jika bank memiliki aset ijarah, bisa juga disertakan aset tetap yang disusutkan:

TanggalAkunDebitKredit
dd/mm/yyyyBeban Penyusutan1.000.000
Akumulasi Penyusutan1.000.000

Tantangan dan Peluang dalam Penerapan Laporan Keuangan Syariah

Tantangan dan peluang penerapan laporan keuangan syariah

Setelah memahami berbagai jenis laporan keuangan syariah dan contoh penerapan akadnya, pertanyaannya kini ialah apa saja tantangan yang dihadapi dalam praktiknya, dan sejauh mana peluang pengembangannya di masa depan?

Di tengah meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi syariah, penerapan laporan keuangan berbasis syariah masih menghadapi sejumlah hambatan.

Namun di sisi lain, ada pula peluang besar yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha, akuntan, maupun pengembang teknologi. Berikut beberapa tantangan dan peluang yang menonjol:

AspekTantanganPeluang
Sumber Daya Manusia (SDM)Masih terbatasnya tenaga akuntan yang memahami prinsip dan standar akuntansi syariah secara menyeluruh.Pelatihan akuntansi syariah semakin banyak tersedia, baik dari lembaga keuangan maupun universitas.
Pemahaman Praktik Bisnis SyariahBanyak pelaku usaha belum memahami perbedaan substansial antara akad syariah dan transaksi konvensional.Semakin luasnya literasi keuangan syariah lewat edukasi digital dan kampanye publik.
Ketersediaan Sistem AkuntansiTidak semua software akuntansi mendukung fitur pencatatan syariah secara spesifik.Munculnya software akuntansi yang mulai mengadopsi modul syariah, baik untuk UMKM maupun lembaga keuangan.
Regulasi dan StandarDinamika perubahan regulasi bisa membuat pelaku usaha kesulitan menyesuaikan laporan keuangannya.Dukungan dari otoritas seperti OJK, IAI, dan DSN-MUI semakin kuat dalam mendorong penerapan PSAK Syariah.

Dengan memahami tantangan ini, pelaku usaha dan lembaga keuangan dapat lebih siap melakukan adaptasi.

Apalagi, kemajuan teknologi dan dukungan regulasi kini membuka jalan lebih lebar untuk mengintegrasikan prinsip syariah ke dalam sistem keuangan modern secara praktis dan efisien.

Baca juga: 13 Rekomendasi Software Laporan Keuangan yang Wajib Anda Coba

Kesimpulan

Laporan keuangan syariah menjadi pilar penting dalam sistem ekonomi Islam karena mencerminkan akuntabilitas, keadilan, dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah.

Mulai dari larangan riba, gharar, hingga konsep kemitraan dalam akad seperti mudharabah dan musyarakah, semua prinsip ini menuntut pendekatan pencatatan yang berbeda dari sistem konvensional.

Di tengah tantangan seperti kurangnya pemahaman SDM dan kebutuhan akan sistem yang sesuai, pelaku usaha dituntut untuk lebih cermat dalam menyusun laporan keuangan mereka.

Untuk itu, kehadiran software akuntansi seperti Kledo dapat menjadi solusi strategis.

Kledo tidak hanya memudahkan proses pencatatan dan pelaporan keuangan, tetapi juga mendukung praktik bisnis yang sesuai dengan prinsip syariah.

Dengan fitur yang lengkap dan mudah digunakan, Kledo membantu bisnis syariah menjaga transparansi sekaligus efisiensi dalam pengelolaan keuangan.

Tertarik mencoba? Anda bisa mencoba Kledo gratis selama 14 hari bahkan selamanya melalui tautan ini.

Annisa Herawati

Tinggalkan Komentar

one × three =