Apakah Anda pernah salah input data ke form laporan pajak? Tenang saja. Anda tak perlu khawatir. Sebab, kesalahan input pajak tersebut bisa Anda koreksi lewat pemindahbukuan pajak atau Pbk.
Berbagai kesalahan yang umunya bisa terjadi seperti salah mengisi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), jenis pajak, dan nominal pajak yang seharusnya dibayar.
Nah, sebenarnya Pbk itu apa sih? Dan, bagaimana cara melakukannya?
Temukan jawabannya pada penjelasan berikut ini:
Mengenal Pemindahbukuan Pajak
Pemindahbukuan pajak lazim juga disebut dengan istilah Pbk adalah proses pemindahan buku pajak guna dibukukan pada penerimaan pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.
Sederhananya, Pbk ini merupakan kegiatan penyesuaian antara catatan penghitungan pajak oleh wajib pajak dengan catatan yang dimiliki oleh pihak pejabat perpajakan.
Istilah Pbk ini bisa muncul karena Indonesia menerapkan sistem self assesment.
Sistem self assesment adalah sistem pemungutan pajak di mana wajib pajak harus menghitung berapa besara pajak yang dibebankan secara mandiri. Boleh dibilang, sistem ini menuntut peran aktif wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melapor pajaknya kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Karena penghitungan pajak dilakukan secara mandiri, maka tak heran apabila para wajib pajak sering kali melakukan kesalahan administrasi. Misalnya seperti salah memasukkan NPWP dan pengisian STP yang tidak jelas.
Berbagai kesalahan tersebut, bisa Anda perbaiki dengan melakukan Pbk.
Contoh kasusnya: Tuan Ali teleh menyetor PPh pasal 23 dengan nilai Rp. 25.000.000 masa pajak Maret 2022, yang seharusnya menjadi tagihan PPh Pasal 21. Untuk itu, Tuan Ali harus melakukan pemindahbukuan dari PPh pasal 23 Rp. 25.000.000 masa pajak Maret 2022 ke PPh pasal 21 Rp. 25.000.000 masa pajak Maret 2022.
Sebenarnya, istilah Pbk ini kurang lebih sama dengan rekonsiliasi yang dilakukan oleh bank. Di mana pihak bank akan melakukan pencocokan nilai transaksi yang di catat oleh bank dengan catatan dari nasabahnya.
Tak hanya digunakan sebagai pencocokan laporan, Pbk juga bisa digunakan ketika:
- Melaporkan jenis pajak yang sama dan berbeda
- Perbedaan masa maupun tahun pajak
- Melaporkan Wajib Pajak yang sama atau berbeda
- Melaporkan pajak di KKP yang sama maupun berbeda
Perlu Anda pahami, bahwa Pbk merupakan bentuk administrasi selain Surat Setoran Pajak (SSP).
Oleh karenanya, tidak semua administratif perpajakan membutuhkan Pbk dan begitu juga sebaliknya.
Baca juga: Mengenal Berbagai Fungsi Pajak bagi Negara
Dasar Hukum Pemindahbukuan Pajak
Perpajakan merupakan salah satu sektor fiskal yang mempunyai payung hukum tersendiri. Dalam hal ini, termasuk peraturan yang mengatur tentang pemindahan buku pajak di Indonesia.
Pada awalnya, Pbk ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 88/KMK.04/1991, Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-965/PJ.9/1991, dan Surat Edaras Direktur Jenderal Pajak Nomor 26/PJ.9/A991.
Akan tetapi, semenjak tanggal 24 Desember 2014, Kementerian Keuangan Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan terbaru yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 yang mengatur mengenai proses Pbk di Indonesia.
Baca juga: Koreksi Fiskal: Pengertian, Penyebab, Jenis, dan Tahapannya
8 Penyebab Boleh Mengajukan Pemindahbukuan
Dalam peraturan terbaru tersebut, disebutkan 8 penyebab seorang Wajib Pajak boleh melakukan Pbk, yaitu:
Pertama, Pbk disebabkan oleh kesalahan dalam pengisian formulir Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dan Surat Setoran Pajak (SSP) baik berkaitan dengan Wajib Pajak pribadi maupun pajak lain.
Contoh kesalahan yang seringkali terjadi pada saat pengisian form SSPCP yaitu kesalahan pengisian NPWP, masa pajak, dan nominal pajak.
Sedangkan kesalahan yang umum terjadi saat pengisian formulir SSP seperti kesalahan pengisian nama Wajib pajak, salah isi NPWP, nomor objek pajak (NOP), kode akun pajak, jumlah pembayaran, nomor ketetapan, masa pajak, dan jenis kode setoran.
Kedua, yaitu kesalahan yang disebabkan oleh kekeliruan pengisian informasi data pembayaran pajak lewat sistem pembayaran pajak secara onlin seperti yang tertera di dalam Bukti Penerimaan Negara (BPN).
Ketiga, pemindahan buku pajak yang disebabkan oleh kekeliruan perekaman atas SSPCP dan SSP yang dilakukan oleh Bank Perspsi, Bank Devisa Persepsi, Pos Persepsi, dan Bank Persepsi Mata Uang Asing.
Keempat, pemindahan buku pajak disebabkan oleh kekeliruan perekaman dan pengisian bukti Pbk yang dilakukan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ini bisa terjadi saat informasi data yang tertera di bukti Pbk tidak sama dengan pemindahbukuan yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Kelima, pemindahbukuan yang bertujuan untuk memecah setoran pajak dalam SSPCP, SSP, BPN, maupun bukti Pbk menjadi beberapa jenis pajak.
Keenam, pemindahbukuan disebabkan oleh jumlah pembayaran yang tertera pada BPN, SSP, maupun bukti Pbk ternyata lebih besar dari nominal besaran pajak terutang di surat pemberitahuan, surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak, surat pemberitahuan pajak, surat ketetapan pajak PBB, dan surat tagihan pajak PBB.
Ketujuh, pemindahan buku yang terjadi disebabkan nominal pembayaran yang tertera pada SSPCP atau bukti Pbk ternyata lebih besar dibandingkan pajak terutang yang ada di pemberitahuan pabean impor, surat tagihan atau surat penetapan, dan dokumen cukai.
Kedelapan, pemindahan buku pajak yang disebabkan oleh faktor lain yang sudah diatur oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Baca juga: Lapor Pajak Online, Ini Cara Paling Mudah dan Cepat!
Kondisi yang Tidak Boleh Mengajukan Pemindahbukuan
Sesuai dengan peraturan di Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014, terdapat kondisi di mana Wajib Pajak tidak boleh mengajukan pemindahbukuan yaitu:
- Pemindah bukuan pajak atas SSP yang kedudukannya disamakan dengan Faktur Pajak yang tidak bisa dikreditkan.
- Pemindahan buku pajak ke dalam pembayaran PPN atas objek pajak yang wajib dibayar oleh Wajib Pajak dengan menggunakan SPP yang disamakan dengan Faktur Pajak.
- Pemindahan buku ke dalam pelunasan Bea Materai yang dilakukan dengan cara membubuhkan tanda bea materai lunas.
- Pemindahan buku pajak dengan mata uang US Dollar. Ini dikarenakan pembayaran pajak di Indonesia hanya boleh menggunakan mata uang yang serupa.
Apa yang Harus Dipersiapkan?
Sebelum mengajukan pemindahbukuan, ada beberapa persyaratan dokumen yang harus Anda penuhi:
- SSP asli, SSPCP asli, Bukti pemindahbukuan asli, lembaran BPN, atau pun bukti asli pembayaran PPh dalam mata uang US Dollar yang dimohonkan untuk dilakukan pemindahbukuan.
- Apabila kesalahan perekaman dilakukan oleh petugas bank atau pos persepsi, maka harus melampirkan dokumen surat pernyataan kesalahan perekaman yang ditandatangani pimpinan bank maupun pos persepsi tempat membayar pajak.
- Untuk pengajuan SSPS, Wajib Pajak harus melampirkan surat pemberitahuan pabean impot, dokumen cukai, dan surat tagihan yang asli.
- Apabila Wajib Pajak melampirkan dokumen SSP, SSPCP, BPN, atau bukti Pbk yang tidak menyertakan NPWP, maka Wajib Pajak wajib melampirkan KTP penyetor atau penerima pemindahbukuan.
- Jika Wajib Pajak melakukan kesalahan dalam pengisian NPWP, maka penyetor harus melampirkan fotokopi dokumen identitas.
- Apabila nama dan pemilik NPWP asli tidak sesuai dengan nama dan NPWP yang tertera di dalam SSP, maka ia wajib menyertakan surat pernyataan tidak keberatan atas tindak pemindahbukuan.
Sebagai informasi tambahan, dokumen SSP, SSPCP, dan bukti Pbk yang asli dan sudah dilakukan pemindahbukuan disertai dengan cap dan tanda tangan dari Kepala Kantor DJP, tempat melakukan pemindahbukuan.
Baca juga: Mengetahui Apa itu Kurs Pajak dan Fungsinya dalam Bisnis
Bagaimana Cara Melakukan Pemindahbukuan Pajak?
Berikut ini merupakan langkah-langkah melakukan pemindahbukuan:
- Pemohon mengajukan permohonan pemindahbukuan kepada kantor DJP tempat pembayaran. Kemudian Pemohon akan memperoleh forumulir permohonan pemindahbukuan pajak.
- Pemohon mengisi formulir pengajuan dan diserahkan ke KKP tempat pembayaram.
- Pemohon juga bisa mengirimkan formulir melalui jasa pos atau pengiriman dengan menyertakan bukti pengiriman.
Siapa yang Boleh Mengajukan Pemindahbukuan?
Ada 3 pihak yang boleh mengajukan pemindahbukuan, yaitu:
- Wajib Pajak yang mengajukan permohonan dikarenakan melakukan kesalahan dalam pembayaran atau penyetoran.
- Pejabat yang bertanggungjawab melaksanakan pemindahbukuan jika terjadi kesalahan perekaman di Bukti Pemindahbukuan.
- Wajib Pajak pusat yang mengajukan SPP, SSPCP, BPN, atau bukti Pbk yang mengisi NPWP dari cabang yang telah dihapus.
Lamanya Proses Pemindahbukuan
Berdasarkan peraturan yang berlaku, proses pemindahbukuan paling lama memakan waktu selama 30 hari.
Jika permohonan tersebut diterima, maka Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan surat bukti pemindahbukuan atau bukti Pkb.
Namun, apabilai permohonan ditolak, maka pemohon akan memperoleh surat pemberitahuan tertulis yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Baca juga: Mengenal Asas Pemungutan Pajak yang Ada di Indonesia
Kesimpulan
Itulah penjelasan mengenai pemindahbukuan pajak yang perlu Anda ketahui. Meskipun terlihat sepele, namun, pemindahbukuan sangat penting bagi bisnis Anda.
Untuk pengelolaan pajak yang lebih mudah, gunakanlah software keuangan Kledo yang akan membantu Anda melakukan manajemen pajak secara cermat.
Kledo sudah digunakan lebih dari 10 ribu pelaku usaha di seluruh Indonesia.
Jika Anda ingin mencoba Kledo secara gratis selama 14 hari Anda bisa mengunjungi link ini.
- Cara Kelola Keuangan Bisnis dengan Corporate Card, Lebih Efisien! - 9 Desember 2024
- Contoh Laporan Neraca dan Download Template Gratisnya - 14 November 2024
- Tips Pembukuan Toko Sembako, Tantangan, dan Contoh Kasusnya - 11 November 2024