Pernah mendengar atau mengetahui apa itu koreksi fiskal? Jika Anda bekerja di bidang akuntansi atau keuangan, tentu Anda tidak asing dengan istilah ini.
Pembuatan laporan keuangan biasanya dibuat menggunakan standar yang tidak selalu sama dengan aturan perpajakan, sehingga dibutuhkan adanya proses koreksi fiskal
Menyusun laporan keuangan untuk suatu perusahaan harus sesuai dengan aturan fiskal yang ada, khususnya apabila laporan keuangan menjadi dasar untuk pembuatan SPT pajak penghasilan yang nantinya akan Anda laporkan ke kantor pajak.
Untuk mengetahui apa itu koreksi atau rekonsiliasi fiskal secara lebih mendalam, Anda dapat membaca artikel ini sampai dengan selesai untuk penjelasan terlengkap.
Apa itu Koreksi Fiskal
Koreksi fiskal pada dasarnya adalah sebuah intervensi yang melibatkan rekam transaksi dalam sebuah praktik pengelolaan keuangan. Dalam hal ini yang dibahas adalah pengelolaan oleh Ditjen Pajak.
Selain itu, rekonsiliasi atau koreksi fiskal juga bisa diartikan sebagai langkah wajib pajak (WP) yang mencocokkan laporan keuangan, apabila terdapat perbedaan antara laporan keuangan komersial berdasarkan SAK (sistem keuangan akuntansi) dan laporan keuangan berdasar kan sistem fiskal.
Laporan keuangan komersial berfungsi untuk menilai keadaan finansial di sektor swasta serta kinerja ekonomi pada umumnya. Sedangkan, laporan keuangan yang menggunakan sistem fiskal lebih terkait dengan hubungan perpajakan.
Dokumen koreksi fiskal berbentuk lampiran SPT tahunan PPh perusahaan/badan.
Laba yaitu penghasilan lebih (net income) atau imbalan dari aktivitas perusahaan, mulai dari proses produksi hingga pemasaran yang sudah dikurangi dengan biaya kegiatan operasi perusahaan. Kemudian, laba tertulis di laporan laba rugi.
Laporan laba rugi sendiri adalah laporan keuangan perusahaan tertentu yang berisi data pendapatan dan beban perusahaan dalam periode akuntansi tertentu yang dibuat oleh bagian keuangan.
Selanjutnya, koreksi fiskal ini harus diterapkan ke seluruh penyusunan laporan laba rugi.
Laporan laba rugi juga harus mencakup data terkait beban/pengeluaran dan pendapatan perusahaan dalam satu periode akuntansi tertentu.
Baca juga: Mengetahui Berbagai Macam dan Jenis Biaya dalam Proses Akuntansi
Mengenal Jenis Koreksi Fiskal
Dalam sistem perpajakan Indonesia, ada beberapa jenis pajak yang dikenakan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Diantaranya Pajak Penghasilan (PPh 21), 22, 23, 25 PPh 4 Ayat 2 (final), dan PPh 26.
Ada pula Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan Atas Barang Mewah (PPnBM).
Dalam peraturan perpajakan UU No.36 disebutkan koreksi fiskal dibagi menjadi dua jenis sebagai berikut:
Koreksi fiskal positif
Koreksi positif umumnya disebabkan oleh biaya-biaya yang tidak diperkenankan oleh pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PPh. Biaya-biaya tersebut di antaranya:
- Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang menjadi tanggungannya.
- Dana cadangan.
- Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
- Jumlah yang melebihi kewajaran yang di bayarkan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
- Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan.
- Pajak penghasilan.
- Gaji yang dibayarkan kepada pemilik.
- Sanksi administrasi.
- Selisih penyusutan atau amortisasi komersial diatas penyusutan/amortisasi fiskal.
- Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
- Penyesuaian fiskal positif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah disebutkan di atas.
Baca juga: Tips dan Cara Melunaskan Hutang Usaha Dengan Cepat
Koreksi fiskal negatif
Koreksi fiskal negatif akan menyebabkan laba kena pajak berkurang atau pengurangan PPh terutang.
Sebab, pendapatan lebih tinggi daripada pendapatan fiskal dan biaya-biaya komersial yang lebih kecil daripada biaya-biaya fiskal.
Penyebab dari munculnya koreksi negatif seperti penghasilan yang dikenakan PPh final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam peredaran usaha (PPh Pasal 4 ayat (2), selisih penyusutan/amortisasi komersial komersial di bawah penyusutan/amortisasi fiskal, dan penyesuaian fiskal negatif lain.
Contoh Jenis Koreksi Fiskal Negatif:
- Penghasilan hadiah atau undian.
- Penghasilan transaksi saham
- Penghasilan transaksi pengalihan harta
- Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan
- Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.
Setelah memahami tentang apa itu koreksi fiskal, langkah selanjutnya adalah memenuhi ketentuan perpajakan sebagai WP Badan/Perusahaan, salah satunya pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Badan.
Baca juga: 15 Tahapan dan Cara Mengembangkan Usaha yang Bisa Anda Lakukan
Berbagai Macam Biaya yang Menyebabkan Koreksi Fiskal
Secara sederhana, koreksi fiskal positif berarti membuat perusahaan Anda membayar lebih untuk biaya pajak.
Sedangkan koreksi fiskal negatif membuat jumlah biaya pajak yang harus dibayarkan oleh Anda atau perusahaan Anda berkurang.
Berikut adalah beberapa jenis biaya yang dapat menyebabkan koreksi fiskal positif.
Biaya kepentingan pribadi pemilik bisnis atau stakeholder
Jenis biaya yang satu ini adalah jenis yang dikeluarkan atau dibebankan dari pihak stakeholder untuk kepentingan pribadi. Biasanya, jenis biaya ini dikeluarkan oleh pihak perusahaan itu sendiri.
Lalu, hal yang terjadi adalah biaya tersebut tidak bisa dihilangkan dari penghasilan bruto perusahaan itu dan ini bisa menyebabkan koreksi fiskal yang positif.
Baca juga: Ayat Jurnal Penyesuaian: Pengertian, Jenis, dan Contohnya dalam Bisnis
Membuat dana cadangan
Membuat atau menumpuk dana cadangan juga bisa menyebabkan koreksi fiskal yang positif.
Upaya ini tidak salah, karena sudah diberi pengecualian dalam UU PPh Pasal 9 Ayat (1) huruf c yang mengizinkan pembentukan dana cadangan.
Pada pasal itu disebutkan juga kalau dana cadangan piutang tak tertagih diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto.
Terdapat cadangan piutang tak tertagih usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit. Di sini juga termasuk cadangan usaha yang dibentuk oleh BPJS, cadangan penjaminan untuk lembaga, cadangan biaya reklamasi, cadangan biaya penanaman kembali, serta cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri.
Baca juga: Lapor Pajak Online, Ini Cara Paling Mudah dan Cepat!
Premi asuransi yang di bayar oleh WPOP
UU PPh Pasal 9 Ayat (1) huruf d membahas soal premi asuransi yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi ini (WPOP).
Premi asuransi yang dibayarkan ini termasuk asuransi kesehatan, kecelakaan, asuransi jiwa, dwiguna, serta asuransi beasiswa.
Pembayaran ini tidak bisa dikurangi dari penghasilan bruto, terlebih jika dibayarkan sendiri oleh WPOP.
Penggantian dalam bentuk matura dan kenikmatan
Diatur dalam UU PPh Pasal 4 Ayat (3) huruf d. Penggantian atau pemberian imbalan berupa natura serta kenikmatan tidak dianggap sebagai objek pajak.
Contohnya, saat imbalan diberikan dalam bentuk sembako. Hal ini tidak akan dihitung sebagai objek pajak penghasilan. Kemudian, hal ini juga diatur dalam PMK No. 167/PMK.03/2018.
Dana berlebih yang diberikan oleh pihak lain
Contoh sederhana adalah ketika pemegang saham di sebuah perusahaan yang juga merupakan seorang tenaga ahli.
Individu ini memberikan jasanya dengan upah yang terlampau besar. Bahkan, lebih besar daripada harga pasar untuk jasa tersebut.
Sebagian dari dana tersebut akan dianggap sebagai dividen dan bukan upah seluruhnya yang diterima oleh pemegang saham tersebut.
Baca juga: Mengetahui Apa itu Kurs Pajak dan Fungsinya dalam Bisnis
Harta yang dihibahkan
Harta ini termasuk warisan serta harta yang disumbangkan sebagai bantuan. Peraturan ini tertuang dalam UU PPh Pasal 4 Ayat (3) huruf a dan b di mana dijelaskan bahwa dana ini tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasil Bruto, zakat tetap dibebankan sebagai biaya.
Biaya kepentingan pribadi WP atau tanggungannya
Biaya yang dikeluarkan atau dibebankan untuk kepentingan pribadi juga tidak bisa dikurangi dari penghasilan bruto.
Hal yang dimaksud adalah kepentingan pribadi sang Wajib Pajak serta orang-orang yang menjadi tanggung Wajib Pajak.
Dengan kata lain, ini adalah biaya yang digunakan dari penghasilan WP sendiri.
Baca juga: Pengertian Jurnal Koreksi, Cara Membuat, dan Contoh Kasusnya
Sanksi administrasi
Penting diketahui bahwa sanksi yang dimaksud adalah sanksi yang bentuknya bunga, denda, kenaikan, dan sanksi pidana yang juga bisa berupa denda.
Ini diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Sanksi administrasi perpajakan biasanya diterbitkan melalui Surat Tagihan Pajak.
Pastikan Anda menghitung PPh 21 dengan lebih mudah melalui kalkulator PPh 21 yang bisa Anda gunakan secara gratis melalui tautan ini.
Baca juga: Administrasi Keuangan: Pengertian, Tujuan, dan Tugasnya
Tahapan dalam Melakukan Koreksi Fiskal
Dalam melakukan koreksi fiskal yang baik dan benar diperlukan sejumlah tahapan.
Langkah pertama yang harus dilakukan yaitu pengenalan terlebih dahulu untuk menyesuaikan fiskal yang diperlukan.
Langkah selanjutnya yaitu melakukan analisa seluruh elemen keuangan yang sesuai agar bisa menentukan pengaruh elemen tersebut terhadap laba yang sudah terkena pajak.
Selanjutnya, Anda juga perlu melakukan koreksi fiskal dengan cara memantau angka-angka koreksi fiskal positif dan negatif.
Tahap selanjutnya yaitu membuat susunan laporan keuangan berdasarkan fiskal yang nantinya digunakan sebagai lampiran SPT tahunan pajak penghasilan.
Itulah tahapan-tahapan rekonsiliasi fiskal yang perlu diketahui agar bisa melakukannya dengan benar. Tahapan-tahapan tersebut juga harus dilakukan secara bertahap agar tidak terjadi kekeliruan dalam proses koreksi
Akuntan yang membuat rekonsiliasi atau koreksi fiskal juga harus tahu cara menghitung PPh.
Hal ini berguna untuk membayar PPh untuk beberapa pasal perpajakan, seperti pasal 22, pasal 23, pasal 24, pasal 29, dan lainnya.
Baca juga: Mengenal Apa itu Pajak Penghasilan, Jenis, dan Tarifnya
Kesimpulan
Itulah pembahasan lengkap koreksi fiskal pada laporan keuangan untuk kepentingan perpajakan. Jika Anda pemilik bisnis yang minim pengetahuan akuntansi dan perpajakan, ada baiknya untuk menyerahkan proses koreksi fiskal kepada ahlinya.
Lalu, untuk proses pencatatan pembukuan dan pembuatan laporan keuangan yang lebih mudah dan lebih baik, Anda bisa mencoba menggunakan software akuntansi Kledo untuk proses otomasi pembuatan laporan keuangan dan pencatatan pajak dalam bisnis Anda.
Kledo adalah software akuntansi berbasis cloud yang memiliki fitur terlengkap dengan harga yang paling terjangkau.
Dengan menggunakan Kledo, Anda akan mendapatkan fitur pembukuan terlengkap hanya dengan 140 ribu perbulan atau 5000 perhari.
Jadi apalagi yang masih Anda ragukan? Anda bisa mencoba menggunakan Kledo secara gratis selama 14 hari melalui tautan ini.
- 8 Strategi Menghadapi Inflasi Untuk Bisnis Kecil Menengah - 6 Desember 2024
- 10 Rekomendasi Aplikasi Pembukuan Terbaik & Mudah Digunakan - 6 Desember 2024
- Mengetahui Peran AI dalam Manajemen Persediaan - 5 Desember 2024