Jenis Pajak Penjualan di Indonesia dan Cara Menghitungnya

pajak penjualan

Biaya yang dibayarkan pelanggan ketika membeli barang atau jasa dari suatu bisnis mencakup harga jual perusahaan dan biaya pajak penjualan yang berlaku.

Bisnis dan karyawan mereka perlu mengetahui apa itu pajak penjualan, mengapa mereka harus memungutnya, dan bagaimana cara menghitung jumlah pajak penjualan yang benar pada setiap pembelian.

Memahami informasi ini secara menyeluruh membantu memastikan mereka mematuhi peraturan dan regulasi pajak di Indonesia.

Dalam artikel ini, kami akan membahas apa itu pajak penjualan, cara menghitungnya, dan jenisnya pajak penjualan yang ada di Indoenesia.

Apa itu Pajak Penjualan?

pajak penjualan

Pajak Penjualan adalah pajak yang dipungut atas penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pengusaha di dalam daerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, yang pemungutannya didasarkan pada ketentuan peralihan sebagaimana diatur dalam:

  • Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta Penjelasannya;
  • Pasal II huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta Penjelasannya.

Baca juga: Refinancing Adalah: Arti dan Tips untuk Melakukannya

Dasar hukum di Indonesia

Dasar hukum Pajak Penjualan adalah Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 tentang Pemungutan Pajak Penjualan yang dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pajak Penjualan 1951, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1968.

Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Berdasarkan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, dinyatakan bahwa Pajak Penjualan dengan sistem pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 diberlakukan untuk menggantikan Pajak Penjualan yang menggunakan sistem pengenaan sesuai Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951.

Dalam rangka mengurangi ketidakadilan dalam pembebanan pajak, berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 beserta penjelasannya diatur bahwa Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk menetapkan peraturan sebagai akibat berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 dan tidak diberlakukannya lagi Undang-Undang Pajak Penjualan 1951.

Baca juga: Pengertian Enterprise Value, Manfaat, dan Cara Hitungnya

Apa Perbedaan Pajak Penjualan dan PPN?

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan termasuk dalam pengenaan pajak konsumsi, namun terdapat unsur yang berbeda.

PPN adalah pajak konsumsi yang diterapkan pada harga pembelian barang atau jasa tertentu. Dalam PPN terdapat istilah barang/jasa dikenakan tarif 0 (nol) yang artinya pemerintah tidak akan mengenakan PPN untuk barang/jasa terkait.

Sedangkan pada pajak penjualan disebut pula sebagai Good and Services Tax pengenaannya dilakukan terhadap negara-negara seperti Australia, India, Kanada, Selandia Baru, Singapura, dan Hongkong.

Pajak ini mempunyai kesamaan dengan pajak pertambahan nilai yaitu pajak yang dikenakan pada konsumsi barang dan jasa.

Pajak ini banyak digunakan di negara-negara dengan sistem negara bagian bertujuan untuk menyamakan pengenaan tarif atas konsumsi antar negara bagian.

Walaupun terdapat banyak kemiripan, tetapi ada hal-hal yang membedakan antara pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan di luar negeri, perbedaannya adalah;

Tarif Pajak

Dari segi tarif pajak pada PPN dan pajak penjualan (GST), tarif PPN biasanya lebih tinggi dari GST. Contohnya, di Inggris PPN yang ditetapkan adalah 20%, tetapi di negara persekutuannya seperti Australia GST ditetapkan sebesar 10%.

Baca juga: Aktiva Setara Kas: Pengertian, Jenis, Pro Kontra, dan Fungsinya

Barang/Jasa Bebas pajak

Dalam PPN terdapat barang/jasa yang dibebaskan. Tetapi, barang dan jasa yang mendapat pembebasan PPN tidak juga dibebaskan oleh pajak penjualan (GST).

Seperti, di Australia untuk logam mulia dibebaskan dari pajak penjualan (GST). Tetapi, di Inggris hanya emas yang mendapat pembebasan PPN terhadap logam mulia.

Persyaratan Pendaftaran

Dari PPN dan pajak penjualan ada persyaratan untuk wajib pajak saat mendaftarkan diri terhadap barang/jasa yang disediakan.

Tetapi pada setiap negara terdapat perbedaan pada pendaftaran terhadap kedua pajak ini.

Umumnya, GST dengan PPN mempunyai banyak persamaan. Tetapi, GST atau pajak penjualan biasanya digunakan dalam negara-negara dengan sistem ‘negara bagian’.

Karena, pajak penjualan (GST) bisa menghubungkan sistem perpajakan antar negara bagian juga bertujuan untuk desentralisasi pemerintah negara bagian dan pusat.

Baca juga: Buyback Saham Artinya? Berikut Pembahasan Lengkapnya

Contoh Pajak Penjualan di Indonesia

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean atau wilayah Indonesia. Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan objek atas PPN.

Namun terdapat beberapa pertimbangan, dimana ada barang dan jasa yang tidak dikenai PPN. Sehingga beberapa jenis barang dan jasa tertentu tidak termasuk dalam objek PPN.

Berikut adalah objek dan yang dikecualikan dari PPN alias yang masuk dalam daftar negative list PPN:

Barang/Jasa yang Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai

  • Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
  • Impor Barang Kena Pajak.
  • Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  • Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2 yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
  • Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.

Baca juga: Laporan Pajak Tahunan: Pembahasan Lengkap dan Panduannya

Daftar Negatif List atau Bebas PPN

Tidak semua barang atau jasa dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, ada sejumlah BKP/JKP yang masuk dalam daftar negative list atau tidak dikenakan PPN.

Pengecualian Pajak Pertambahan Nilai ini dikenakan terhadap barang/jasa tertentu yang diatur dalam UU Pajak Pertambahan Nilai.

Barang Tidak Kena Pajak

  • Barang hasil pertambangan atau pengeboran (minyak mentah, asbes, batu bara, gas bumi, dan lain-lain).
  • Barang Kebutuhan Pokok (beras, jagung, susu, daging, kedelai, sayuran, dan lainnya).
  • Makanan dan minuman yang disajikan di rumah makan atau restoran.
  • Uang dan emas batangan.

Jasa Tidak Kena Pajak

  • Jasa pelayanan medis
  • Jasa pelayanan sosial
  • Jasa keuangan
  • Jasa asuransi
  • Jasa keagamaan
  • Jasa pendidikan
  • Jasa kesenian dan hiburan
  • Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
  • Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara
  • Jasa perhotelan
  • Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
  • Jasa penyediaan tempat parkir
  • Jasa boga atau katering

Baca juga: Mengetahui Unsur Pajak dalam Sistem Perpajakan Indonesia

Barang/Jasa yang Dikeluarkan dari Daftar Negative List PPN dalam UU HPP

Peraturan perundang-undangan perpajakan tentang PPN tertuang dalam UU HPP No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Dalam UU HPP ini memang dilakukan perluasan objek PPN.

Artinya, barang/jasa kena pajak dalam daftar negative list dikeluarkan dari pembebasan PPN, seperti:

  • Kebutuhan pokok
  • Jasa kesehatan
  • Jasa pendidikan
  • Jasa ppelayanan sosial
  • Beberapa jenis jasa lainnya

Namun, RUU HPP juga menegaskan bagi masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil, tetap tidak perlu membayar atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial tersebut.

Tarif PPN

Undang-undang PPN memungkinkan pemerintah untuk mengubah tarif PPN dalam kisaran 5% hingga 15%.

Dengan beberapa pengecualian, PPN berlaku untuk pengiriman (penjualan) barang dan jasa di Indonesia dengan tarif 11% mulai 1 April 2022 dan seterusnya.

PPN atas ekspor barang dikenakan tarif nol, sedangkan atas impor barang dikenakan PPN sebesar 11% mulai 1 April 2022 dan seterusnya. PPN berperingkat nol juga berlaku untuk layanan yang diekspor, tetapi tunduk pada batasan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Pengenaan PPN dipicu oleh peristiwa-peristiwa sehubungan dengan pemindahan barang atau jasa kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia. 

Banner 3 kledo

Baca juga: Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Pebisnis Saat Musim Pajak

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

pajak penjualan

Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Barang-barang yang tergolong mewah dan harus dikenai PPnBM ialah:

  • Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok
  • Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
  • Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
  • Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial

Tarif PPnBM

Menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi sebesar 200% (dua ratus persen).

Jika pengusaha melakukan ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah maka akan dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen).

Baca juga: Pajak Pertambahan Nilai: Pengertian Lengkap, Tarif, dan Cara Hitungnya

Pajak penjualan tanah

Pajak penjualan tanah adalah pungutan yang ditanggung oleh kedua belah pihak saat melakukan jual-beli tanah. Masing-masing penjual maupun pembeli mempunyai besaran pajak yang berbeda, tergantung dengan tanah yang diperjualbelikan.

Umumnya, pajak dari penjualan tanah yang ditanggung oleh penjual dan pembeli antara lain PPh, BPHTB, PPN, biaya pengecekan sertifikat, serta jasa notaris atau PPAT.

Dasar Hukum Pajak Penjualan Tanah

Di Indonesia, pajak ini dalam sebuah peraturan pemerintah, yaitu Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No.48 Tahun 1994 perihal Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Selain itu, berdasarkan Pasal 39 ayat 1 huruf G Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997 perihal Pendaftaran Tanah, jika Anda ingin menjual tanah, maka Anda harus melunasi pembayaran PPh terlebih dahulu sebelum pengurusan akta jual beli ke notaris.

Besaran nilai pajak penjualan tantah

Besaran nilai BPHTB adalah 5% dari nilai jual objek pajak (NJOP) yang telah dikurangi oleh nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP).

Adapun nilai dari NJOP pada tiap wilayah tidak sama sesuai dengan kondisi setempat.

Misalnya, sebuah tanah yang sedang diperjualbelikan seharga Rp200 juta memiliki nilai NPOPTKP sebesar Rp80 juta. Maka nilai BPHTB adalah?

BPHTB
= 5% x (Rp200 juta – Rp80 juta)
= 5% x Rp120 juta
= Rp6 juta

Baca juga: Pajak Pertambahan Nilai: Pengertian Lengkap, Tarif, dan Cara Hitungnya

Kesimpulan

Sebagai pemilik bisnis, terutama bisnis ritel, mengetahui besaran pajak penjualan dan cara menghitungnya adalah hal penting untuk memastikan bahwa bisnis Anda mengikuti regulasi yang berlaku di Indonesia.

Proses penghitungan pajak sendiri memang merupakan proses yang memakan waktu jika dilakukan secara manual, terlebih jika Anda memiliki banyak produk atau layanan yang dijual.

Untuk memudahkan Anda untuk mengelola seluruh pajak dalam bisnis, Anda bisa mencoba menggunakan software akuntansi seperti Kledo yang tidak hanya akan membuat proses pengelolaan pembukuan Anda menjadi lebih efisien namun juga proses pengelolaan perpajakan.

Jika tertarik, Anda juga bisa mencoba menggunakan Kledo secara gratis untuk kemudahan proses pembukuan dan perpajakan bisnis yang menyeluruh melalui tautan ini.

sugi priharto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

15 + 13 =