Plowback ratio mengukur jumlah laba yang ditahan setelah dividen investor dibayarkan. Rasio ini digunakan oleh investor untuk mengevaluasi kemampuan bisnis untuk membayar dividen.
Jika nilai plowback ratio tinggi, hal ini memiliki implikasi yang berbeda, tergantung pada situasinya. Ketika sebuah bisnis tumbuh dengan cepat, harus ada rasio bajak yang tinggi, karena semua dana yang mungkin diperlukan untuk membayar lebih banyak modal kerja dan investasi aset tetap.
Ketika bisnis tumbuh dengan laju yang lambat, rasio plowback yang tinggi akan menjadi kontraproduktif, karena menyiratkan bahwa bisnis tidak dapat menggunakan dana tersebut, dan akan lebih baik jika mengembalikan uang kas tersebut kepada investor.
Ketika plowback ratio mendekati 0%, ada risiko yang lebih tinggi bahwa perusahaan tidak akan dapat mempertahankan tingkat pembagian dividen saat ini, karena pada dasarnya perusahaan mengalihkan semua pendapatan kembali ke investor.
Hal ini menyebabkan tidak ada uang kas untuk mendukung kebutuhan modal bisnis yang sedang berjalan.
Pada artikel kali ini kita akan membahas cara menghitung plowback ratio beserta rumus dan juga kalkulator yang bisa Anda gunakan secara gratis.
Bagaimana Cara Menghitung Plowback Ratio?
Plowback ratio, juga dikenal sebagai “rasio retensi”, adalah bagian dari laba bersih perusahaan yang ditahan untuk diinvestasikan kembali ke dalam operasinya.
Keputusan manajemen untuk menahan laba dapat menunjukkan bahwa saat ini ada peluang menguntungkan yang layak dikejar.
Kebalikan dari plowback ratio – “rasio pembayaran dividen” – adalah proporsi laba bersih yang dibayarkan dalam bentuk dividen sebagai kompensasi kepada pemegang saham.
Mengingat retensi yang lebih tinggi mengindikasikan lebih banyak potensi pertumbuhan, rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi seharusnya menghasilkan ekspektasi pertumbuhan yang lebih rendah, dengan kata lain, keduanya berhubungan terbalik.
Jika sebuah perusahaan memilih untuk membagikan sebagian besar pendapatannya sebagai dividen, maka tidak ada (atau sedikit) pertumbuhan yang diharapkan dari perusahaan tersebut.
Alasan di balik program dividen jangka panjang biasanya karena peluang pertumbuhan terbatas dan proyek-proyek potensial perusahaan telah habis; oleh karena itu, tindakan terbaik untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham adalah dengan membayarnya secara langsung melalui dividen.
Baca juga: Capital Intensity Ratio: Rumus, Kalkulator, dan Contoh Kasusnya
Plowback ratio dan Rumus Pertumbuhan yang Diharapkan
Secara teori, retensi pendapatan yang lebih besar dan tingkat investasi kembali ke proyek-proyek yang menguntungkan harus juga memiliki tingkat pertumbuhan jangka pendek yang lebih tinggi (dan sebaliknya).
Rasio plowback yang lebih tinggi mengimplikasikan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi, dengan asumsi yang lain sama.
Hasilnya, tingkat pertumbuhan perusahaan (g) dapat diperkirakan dengan mengalikan laba atas ekuitas (ROE) dengan rasio plowbacknya.
Rumus Pertumbuhan
g = ROE × b
Di mana
- g = Tingkat Pertumbuhan (%)
- ROE = Pengembalian atas Ekuitas
- b = plowback ratio
Namun, rasio plowback tidak dapat digunakan sebagai metrik yang berdiri sendiri, karena hanya karena laba ditahan tidak berarti laba tersebut digunakan secara efisien.
Oleh karena itu, rasio ini harus dilacak bersama dengan rasio-rasio pengembalian berikut ini:
- Pengembalian atas Modal yang Diinvestasikan (ROIC)
- Imbal Hasil atas Aset (ROA)
- Imbal Hasil atas Ekuitas (ROE)
Baca juga: Berry Ratio: Rumus, Kalkulator, dan Contoh Kasusnya
Plowback Ratio dan Siklus Hidup Perusahaan

Jika sebuah perusahaan menghasilkan laba bersih – yaitu “laba bersih” – ada dua opsi utama bagi manajemen untuk membelanjakan laba tersebut:
- Menginvestasikan kembali: Laba bersih dapat disimpan dan kemudian digunakan untuk mendanai operasi yang sedang berjalan (misalnya kebutuhan modal kerja), atau rencana pertumbuhan diskresioner (misalnya belanja modal).
- Dividen: Laba bersih dapat digunakan untuk memberikan kompensasi kepada pemegang saham; yaitu, pembayaran langsung dapat dilakukan kepada pemegang saham preferen dan/atau umum.
Rasio retensi umumnya lebih rendah untuk perusahaan yang sudah mapan dengan pangsa pasar yang mapan (dan cadangan kas yang besar).
Namun, untuk perusahaan di sektor dengan pertumbuhan tinggi yang berisiko mengalami gangguan dan/atau memiliki banyak pesaing, biasanya diperlukan investasi ulang secara konstan, yang menyebabkan retensi yang lebih rendah.
Rumus Plowback Ratio
Salah satu metode untuk menghitung plowback ratio adalah dengan mengurangi dividen biasa dan dividen preferen dari laba bersih, lalu membagi selisihnya dengan laba bersih.
Rumus plowback ratio diberikan sebagai berikut:
Plowback ratio = (Laba bersih – Dividen)/ Laba bersih
Cara sederhana lain untuk menghitung rasio plowback adalah dengan membagi laba ditahan bisnis dengan laba bersihnya.
Rasio pengembalian modal = Laba Ditahan ÷ Laba Bersih
Di mana, laba ditahan = Laba Bersih – Dividen
Rasio ini juga dapat dihitung jika Anda mengetahui rasio pembayaran dividen. Ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Plowback ratio = 1 – Rasio Pembayaran
Di mana,
Rasio pembayaran dividen = Dividen ÷ Laba bersih
Baca juga: Interest Coverage Ratio: Rumus, Contoh Kasus, dan Kalkulatornya
Kalkulator Rasio Plowback Ratio Gratis
Kalkulator Plowback Ratio
Plowback Ratio: 0
Catatan: Kalkulator ini menggunakan rumus dasar (Laba bersih – Dividen)/ Laba bersih.
Contoh Kasus dalam Perhitungan Plowback Ratio

Misalkan sebuah perusahaan melaporkan laba bersih sebesar 50 milyar dan membayar dividen sebesar 10 milyar untuk tahun tersebut.
Rasio Pengembalian Modal = (50 milyar – 10 milyar) ÷ 50 milyar = 80%
Dalam skenario ilustrasi kami, plowback ratio adalah 80%, yaitu perusahaan membayar 20% sebagai dividen, dan 80% sisanya disimpan untuk diinvestasikan kembali di kemudian hari.
Metode alternatif untuk menghitung rasio ini adalah dengan mengurangkan rasio pembayaran dividen dengan satu.
Rumus:
Plowback ratio = 1 – Rasio Pembayaran
Ingatlah bahwa rasio ini adalah kebalikan dari rasio pembayaran, jadi rumusnya harus intuitif karena jumlah kedua rasio harus sama dengan satu.
Dengan menggunakan asumsi yang sama seperti pada contoh sebelumnya, kita dapat menghitung rasio bajak dengan mengurangi 1 dikurangi rasio pembayaran 20%.
Rasio Pembayaran = 10 milyar ÷ 50 milyar = 20%
Kita kemudian dapat mengurangi rasio pembayaran 20% dari 1 untuk menghitung rasio pengembalian modal sebesar 80%, yang sesuai dengan perhitungan sebelumnya.
Plowback ratio = 1 – 20% = 80%
Baca juga: Book To Bill Ratio: Pengertian, Rumus, Contoh Kasusnya
Rasio Plowback – Perhitungan Per Saham
Rasio plowback juga dapat dihitung dengan menggunakan angka per saham, dengan dua input yang terdiri dari:
- Laba Per Saham (EPS)
- Dividen Per Saham (DPS)
Anggaplah sebuah perusahaan melaporkan laba per saham (EPS) sebesar 4.000 dan membayar dividen per saham (DPS) tahunan sebesar 1.000.
Rasio pembayaran dividen perusahaan sama dengan laba per saham (EPS) dibagi dengan dividen per saham (DPS).
Rasio Pembayaran = 1.000 ÷ 4.000 = 25%
Dengan mempertimbangkan bahwa 25% dari laba bersih perusahaan dibayarkan sebagai dividen, rasio bajak dapat dihitung dengan mengurangi 25% dari 1.
Rasio Plowback= 1 – 25% = 0,75, atau 75%
Kesimpulannya, 75% dari laba bersih perusahaan disimpan untuk diinvestasikan kembali di masa depan, sementara 25% dibayarkan kepada pemegang saham sebagai dividen.
Tantangan dalam Menggunakan Plowback Ratio

Ada beberapa masalah dengan rasio bajak yang cenderung membatasi penggunaannya. Masalah-masalah ini adalah sebagai berikut:
- Mengabaikan kualitas laba. Rasio plowback hanya berfokus pada persentase laba yang ditahan, tanpa mempertimbangkan kualitas atau keberlanjutan laba tersebut. Retensi yang tinggi berdasarkan laba yang tidak stabil atau tidak berulang dapat menyesatkan.
- Mengabaikan efisiensi investasi. plowback ratio yang tinggi menunjukkan adanya investasi ulang yang signifikan, tetapi tidak menunjukkan seberapa efektif laba ditahan tersebut digunakan. Jika manajemen menginvestasikan kembali dengan buruk, nilai pemegang saham dapat menurun meskipun rasio bajak kembali tinggi.
- Tidak sesuai dengan arus kas. Masalah utamanya adalah laba per saham tidak selalu sama dengan arus kas per saham, sehingga jumlah uang tunai yang tersedia untuk dibayarkan sebagai dividen tidak selalu sesuai dengan jumlah laba. Ini berarti bahwa dewan direksi mungkin tidak selalu memiliki uang tunai yang tersedia untuk membayar dividen yang ditunjukkan oleh angka laba per saham. Hal ini dapat menyebabkan konflik dengan pemegang saham yang percaya bahwa mereka seharusnya menerima lebih banyak dividen.
- Tidak ada wawasan tentang prospek pertumbuhan. Meskipun rasio bajak yang lebih tinggi menyiratkan fokus pada pertumbuhan, rasio ini tidak secara langsung mengukur potensi pertumbuhan aktual atau tingkat pengembalian yang diharapkan atas laba yang diinvestasikan kembali. Industri dengan peluang pertumbuhan yang terbatas mungkin akan menahan laba yang tidak perlu.
- Tidak dapat diterapkan di seluruh industri. Industri yang berbeda memiliki kebutuhan modal dan dinamika pertumbuhan yang berbeda. plowback ratio yang rendah mungkin sesuai untuk industri yang sudah matang dengan dividen yang stabil, sementara rasio yang tinggi sesuai dengan sektor dengan pertumbuhan tinggi, sehingga perbandingan lintas industri tidak dapat diandalkan.
- Mengabaikan pembiayaan utang. plowback ratio tidak memperhitungkan metode pembiayaan eksternal, seperti utang, yang juga dapat mendorong pertumbuhan. Rasio bajak yang rendah tidak selalu menyiratkan pertumbuhan yang terbatas jika perusahaan secara efektif menggunakan utang.
- Distorsi kebijakan dividen. Manajemen mungkin memanipulasi kebijakan dividen untuk memengaruhi rasio plowback, menahan laba yang tidak perlu untuk memproyeksikan ambisi pertumbuhan, yang mungkin tidak selaras dengan peluang investasi yang sebenarnya.
- Konflik dengan strategi. Dewan direksi mungkin memiliki rencana ekspansi untuk bisnis yang membutuhkan penggunaan semua dana yang tersedia (jika tidak lebih), sehingga tidak ada uang tunai atau hanya sedikit uang tunai yang tersedia untuk pembayaran kepada investor. Hal ini juga dapat menimbulkan konflik dengan pemegang saham yang percaya bahwa mereka seharusnya menerima dividen.
- Fokus jangka pendek. Rasio ini biasanya dihitung setiap tahun, memberikan pandangan jangka pendek yang mungkin tidak mencerminkan strategi reinvestasi jangka panjang atau kondisi bisnis yang berkembang.
Dengan menyadari keterbatasan ini, investor dapat menggunakan plowback ratio secara lebih efektif bersama dengan metrik keuangan lainnya.
Baca juga: Account Payable Turnover Ratio: Pengertian Lengkap dan Cara Hitungnya
Pada Intinya…
Plowback Ratio, atau rasio retensi, adalah indikator keuangan yang menunjukkan seberapa besar bagian dari laba bersih perusahaan yang tidak dibagikan sebagai dividen, tetapi justru ditahan untuk diinvestasikan kembali ke dalam operasional bisnis.
Rasio ini penting karena memberikan gambaran tentang strategi pertumbuhan perusahaan; semakin tinggi plowback ratio, semakin besar kemungkinan perusahaan sedang mengejar peluang investasi yang menjanjikan.
Namun, plowback ratio tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya alat ukur kinerja keuangan karena memiliki beberapa keterbatasan.
Rasio ini tidak menilai efisiensi penggunaan laba yang ditahan, tidak mempertimbangkan kualitas laba, dan mengabaikan kesesuaian antara laba akuntansi dan arus kas nyata.
Oleh karena itu, untuk analisis yang lebih akurat, plowback ratio sebaiknya dilihat bersama dengan metrik lain seperti ROE, ROA, dan ROIC.
Agar perusahaan dapat mengelola keuangan dan proses pencatatan pembukuan yang lebih efisien, sangat disarankan untuk menggunakan software akuntansi seperti Kledo.
Dengan Kledo, Anda dapat dengan mudah memantau laba bersih, dividen, dan membuat laporan keuangan lengkap yang mendukung pengambilan keputusan strategis.
Coba Kledo gratis selama 14 hari dan rasakan bagaimana manajemen keuangan bisnis Anda menjadi lebih terarah dan profesional melalui tautan ini.