Pajak Progresif: Pengertian, Jenis, Cara Hitung, dan Besarannya

pajak progresif

Banyak wajib pajak yang mengira bahwa pajak progresif hanya dikenakan saat Anda membeli kendaraan bermotor lebih dari satu dalam satu keluarga, padahal ada juga jenis pajak progresif lainnya.

Pada artikel kali ini kita akan membahas apa itu pajak progresif, jenisnya, dan juga cara menghitung pajak progresif yang akan membantu Anda dalam menentukan besaran pajak yang harus Anda bayar.

Apa itu Pajak Progresif?

pajak progresif

Besaran pajak adalah tarif sebesar sekian persen yang telah ditentukan oleh pemerintah atas suatu obyek pajak.

Jumlah tersebut merupakan pungutan yang bersifat memaksa dan merupakan tanggung jawab seorang WNI Wajib Pajak. Tarif pajak nilainya berbeda-beda sesuai objeknya.

Besaran pajak secara struktural terbagi menjadi empat kategori dan salah satunya adalah progresif. Artinya persentase tarif pajak akan kian meningkat seiring bertambahnya jumlah obyek pajak atau Dasar Pengenaan Pajak. 

Menurut sistem perpajakan di tanah air ada dua macam pajak yang menganut struktural progresif, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Penghasilan. Sementara yang menjadi subjek pajak adalah pemilik kendaraan dan orang dengan jumlah penghasilan sesuai ketentuan.

Penghasilan yang didapatkan tersebut menjadi dasar dalam penghitungan pajak penghasilan. Dimana pajak progresif penghasilan ini akan ditetapkan pada perorangan atau individu.

Berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008. Secara sederhana, tarif yang diberlakukan adalah 5%, 15%, 25%, dan 30 % untuk wajib pajak yang memiliki NPWP. Sedangkan untuk wajib pajak tanpa NPWP tarifnya 20% lebih tinggi.

Sedangkan undang-undang yang mengatur pajak progresif kendaraan telah diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.

Dalam undang-undang ini telah dijelaskan mengenai ketentuan orang yang dikenakan pajak progresif dan dibagi menjadi tiga kategori.

Yang pertama adalah orang yang memiliki kendaraan kurang dari empat kendaraan. Kedua adalah pemilik kendaraan roda empat dan yang terakhir adalah kepemilikan kendaraan roda lebih dari empat.

Baca juga: Tips dan Cara Membuat Anggaran Bisnis Restoran

Cara Hitung Tarif Pajak Progresif PPh 21

Sebenarnya tarif dan penghitungan pajak penghasilan yang berlaku tahun 2019 sendiri masih mengacu pada pasal yang selama ini digunakan, yakni Pasal 17 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008.

Secara sederhana, tarif yang diberlakukan adalah sebagai berikut

  • Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan hingga Rp 50.000.000,- adalah 5%
  • Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 50.000.000, – Rp 250.000.000,- adalah 15%.
  • Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 250.000.000,- Rp 500.000.000,- adalah 25%.
  • Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000, – adalah 30%.
  • Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP. Sehingga total PPh 21 yang dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah yang seharusnya dipotong.

Yang dimaksud dengan tarif pajak progresif sendiri merupakan metode perhitungan pajak dengan sistem pengurangan berlanjut.

Artinya, jika wajib pajak memiliki penghasilan dengan jumlah tertentu, pajak yang dikenakan tidak serta merta dari seluruh penghasilan tersebut.

Baca juga: Simak! Ini Cara Menggunakan QR Code untuk Meningkatkan Penjualan

Contoh kasus

Tarif progresif PPh 21 dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Pak Budi memiliki penghasilan tahunan sebesar Rp150.000.000, dengan status menikah dan memiliki satu tanggungan. Besar PPh yang harus dibayar adalah sebagai berikut.

  • PTKP Pak Budi (menikah dengan 1 tanggungan) = Rp58.500.000 + Rp4.500.000 = Rp63.000.000
  • Penghasilan Kena Pajak Pak Andi (penghasilan bruto – PTKP) = Rp150.000.000 – Rp63.000.000 = Rp87.000.000
  • Total PPh Pasal 21 yang harus dibayarkan = (Rp50.000.000 x 5%) + (Rp27.000.000 x 15%) = Rp2.500.000 + Rp4.050.000 = Rp6.550.000/tahun.
  • PPh 21 per bulan = Rp. 6.550.000 ÷ 12 = Rp545.833.

Tarif progresif ditunjukkan dengan penghitungan pajaknya, dari total penghasilan kena pajak berjumlah Rp87.000.000, terlebih dahulu dikenakan pajak 5% pada Rp50.000.000 kemudian sisanya dikenakan pada tarif pajak selanjutnya.

Contoh di atas merupakan ilustrasi dengan hitungan sederhana saja. Pada praktek yang sebenarnya, besaran penghasilan bersih yang dikenakan pajak akan dikurangi berbagai variabel lain.

Contonynya adalah iuran BPJS Ketenagakerjaan, iuran bulanan rutin lain, potongan karena absensi, dan variabel lainnya. Prosesnya seperti yang dijelaskan di atas, namun dengan variabel yang lebih banyak.

Banner 1 kledo

Baca juga: 15 Ide Bisnis Minuman Kekinian Ini Wajib untuk Dicoba, Apa Saja?

Cara Hitung Pajak Progresif Kendaraan Bermotor

pajak progresif

Anda sebenernya bisa melihat nilai pajak progresif ini pada STNK kendaraan Anda. Tanda dikenai pajak progresif adalah adanya kode berupa angka di bagian atas STNK.

Kalau terdapat angka 003, berarti Anda terkena pajak progresif ketiga. Kalau 004, berarti pajak progresif keempat, dan seterusnya. Kode itu sekaligus menjadi bukti pembayaran pajak progresif kendaraan.

Untuk menghitung pajak progresif kendaraan bermotor, harus diketahui dulu Dasar Pengenaan Pajak (DPP) kendaraan.

DPP ditentukan oleh pemerintah daerah masing-masing dengan melihat harga pasaran kendaraan dan hal-hal yang mengurangi nilai kendaraan itu, seperti jalan yang rusak.

Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil perkalian dari 2 unsur pokok, yaitu:

  • Nilai Jual Kendaraan Bermotor (harga pasaran umum); dan
  • Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor yang dinyatakan dalam koefisien yang nilainya 1 atau lebih besar dari 1.

DPP = Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) x Bobot yang ditetapkan PerGub (bukan nilai jual di pasaran)

Khusus kendaraan bermotor yang digunakan di luar jalan umum, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar serta kendaraan di air, dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor hanya NJKB.

Mengambil contoh penerapan pajak progresif atas Pajak Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta, Pasal 7 ayat (1) Perda DKI No. 8 Tahun 2010 ditetapkan sebagai berikut:

  • 1,5%: kepemilikan kendaraan bermotor pertama;
  • 2%: kepemilikan kendaraan bermotor kedua;
  • 2,5%: kepemilikan kendaraan bermotor ketiga; dan
  • 4%: kepemilikan kendaraan bermotor keempat dan seterusnya.

Sebagai catatan, mungkin nilai atau persentase pajak progresif di daerah selain Jakarta.

Baca juga: Globalisasi Ekonomi dan Dampaknya bagi Dunia Bisnis

Contoh kasus

Rudi tinggal di DKI Jakarta dan memiliki 3 mobil yang dibeli bersamaan dalam waktu satu tahun. Dalam STNK mobil tersebut tertulis PKB sebesar Rp2.000.000 dan SWDKLLJ sebesar Rp200.000. Maka nilai NJKB Ema adalah:

NJKB = (PKB/2) x 100
NJKB = (Rp2.000.000/2) x 100
NJKB = Rp100.000.000
Kemudian, cara menghitung pajak progresif mobil pertama hingga ketiga adalah sebagai berikut.

Mobil Pertama PKB = Rp100.000.000 x 2% = Rp2.000.000
SWDKLLJ = Rp200.000
Pajak = Rp2.000.000 + Rp200.000 = Rp2.200.000

Mobil Kedua PKB = Rp100.000.000 x 2,5% = Rp2.500.000
SWDKLLJ = Rp200.000
Pajak = Rp 2.500.000 + Rp200.000 = Rp2.700.000

Mobil Ketiga PKB = Rp100.000.000 x 3% = Rp3.000.000
SWDKLLJ = Rp200.000
Pajak = Rp3.000.000 + Rp200.000 = Rp3.200.000

Dari perhitungan tersebut, maka disimpulkan bahwa Rudi harus membayar total tarif pajak progresif mobil sebesar Rp8.400.000 setiap tahunnya.

Baca juga: Mengetahui Unsur Pajak dalam Sistem Perpajakan Indonesia

Bagaimana jika kendaraan dijual?

Pajak progresif adalah pajak yang harus dikeluarkan oleh pemilik kendaraan bermotor sesuai ketentuan. Namun, bagaimana jika kendaraan tersebut dijual kepada orang lain? Anda perlu memblokir STNK atau balik nama. 

Anda harus menyertakan STNK dan KTP sesuai dengan yang tertera di STNK termasuk salinan fotokopi keduanya sebanyak satu lembar.

Kemudian, sertakan surat pernyataan. Jika dokumen tersebut sudah lengkap, maka prosesnya pun akan cepat pula.

Ingat, pajak progresif adalah pajak yang mengikat atas kendaraan yang Anda miliki. Oleh karena itu, penting bagi Anda membayarnya tepat waktu sebelum jatuh tempo agar terhindar dari denda.

Baca juga: Ini Strategi Promo Lebaran 2022 yang Wajib Dilakukan Para Pelaku Usaha

Rencana Penerapan Pajak Progresif Tanah

Beberapa waktu yang lalu sempat ramai diberitakan tentang rencana pemerintah untuk menetapkan pajak progresif tanah.

Subjek pajaknya adalah siapapun yang mempunyai lebih dari sebidang lahan. Banyak pihak yang bereaksi atas program tersebut mulai dari masyarakat umum, akademisi, serta praktisi.

Rencana tersebut pada akhirnya memang dibatalkan setelah menuai protes besar terutama dari dunia usaha.

Jika benar diberlakukan tentu pengusaha harus menanggung pajak yang sangat besar.

Tujuan pemerintah memberlakukan progresif pajak untuk lahan sebenarnya bertujuan untuk mengupayakan pemanfaatan tanah yang semakin optimal.

Keberadaan aturan baru ini juga untuk mencegah spekulan, misalnya pada lokasi yang akan menjadi ibukota baru nanti.

Fiscal policy demikian ini diharapkan akan mengantisipasi kondisi tersebut sehingga lebih netral.

Terkait besarnya penetapan tarif pajak untuk tanah rencananya akan dibicarakan setelah selesainya pembahasan RUU. Meski begitu diprediksi sistem pemberlakuan pajak sebagaimana progresif pajak kendaraan.

Tidak hanya mengatur penetapan pajak baru untuk kepemilikan lahan kedua, ketiga, dan seterusnya, kebijakan tersebut juga menyasar lahan strategis.

Ini contohnya lahan yang dekat dengan pusat transportasi umum (stasiun, terminal, dst) akan mendapat beban pajak yang lebih tinggi. Yang dikatakan dekat di sini adalah pada jarak mulai 800 meter hingga 1 km.

Baca juga: Mengenal Berbagai Fungsi Pajak Bagi Negara

Kesimpulan

Itulah pembahasan lengkap mengenai pajak progresif beserta jenis dan juga cara menghitungnya. Melakukan penghitungan dan pembayaran pajak adalah suatu kewajiban bagi Anda warga Negara yang baik, terlebih jika Anda adalah seorang pengusaha atau pemilik bisnis.

Dengan menghitung pajak dengan benar dan melaporakan pajak tepat waktu, Anda sebagai pemilik bisnis juga turut membantu pembangunan di Indonesia secara merata.

Untuk proses penghitungan pajak yang lebih mudah dan praktis dalam bisnis, Anda bisa mencoba menggunakan software akuntansi yang memiliki fitur perpajakan terlengkap seperti Kledo.

Kledo adalah software akuntansi berbasis cloud yang sudah digunakan oleh banyak pemilik bisnis dan membantu mereka mengelola pembukuan usaha sekaligus penghitungan perpajakan dengan mudah.

Tertarik menggunakan Kledo? Anda bisa mencoba menggunakannya secara gratis selama 14 hari atau selamanya melalui tautan ini.

sugi priharto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

6 + sixteen =