10 KPI Keuangan Bisnis Jasa dan Tips Memilihnya

kpi keuangan bisnis jasa banner

Sebagai pemilik bisnis jasa, ada banyak sekali jenis KPI yang bisa Anda ukur, tapi yang paling penting mungkin KPI keuangan.

KPI keuangan berfungsi mengukur, melacak, dan menganalisis kemajuan bisnis jasa dalam mencapai tujuannya.

Tapi, tidak semua KPI keuangan bisa Anda gunakan, karena memang ada banyak sekali jumlahnya. Karena itu, penting untuk menyeleksi mana yang sesuai untuk bisnis Anda.

Artikel ini akan membahas 10 KPI keuangan bisnis jasa mulai dari employee billing rate hingga sales growth rate dan tips memilihnya.

10 KPI Keuangan dalam Bisnis Jasa

1. Employee Billing Rate (Tarif Penagihan Karyawan)

Employee Billing Rate adalah tarif per jam yang ditagihkan kepada klien untuk seorang karyawan tertentu. KPI keuangan ini sangat penting dalam bisnis jasa karena:

  • Memudahkan manajemen untuk melihat karyawan mana yang paling menguntungkan berdasarkan skill, pengalaman, dan efisiensi kerja.
  • Semakin tinggi nilai jasa yang ditagihkan, semakin besar kontribusinya terhadap pendapatan perusahaan.
  • Perbedaan antara tarif yang ditagihkan (billing rate) dengan biaya tenaga kerja aktual (cost rate) menunjukkan margin keuntungan dari seorang karyawan.

Rumus:

Tarif Penagihan Karyawan = Total Pendapatan dari Jam Kerja Karyawan / Total Jam Kerja yang Ditagihkan

Contoh Penghitungan:

Misalnya, seorang konsultan IT memiliki gaji Rp12.000.000 per bulan dan rata-rata bekerja 160 jam per bulan.

Perusahaan menagihkan Rp150.000 ke klien untuk karyawan itu per jam, dan jam kerja yang bisa ditagihkan adalah 120 jam.

Maka, pendapatan dari karyawan ini adalah 120 x Rp200.000 = Rp24.000.000

Artinya, karyawan ini sangat menguntungkan karena pendapatan dari jasanya Rp24.000.000 sementara biayanya hanya Rp12.000.000.

2. Project Billing Rate (Tarif Penagihan Proyek)

Project Billing Rate adalah tarif per jam yang ditagihkan untuk sebuah proyek tertentu. Tarif ini mencakup beberapa komponen:

  • Biaya Tenaga Kerja: Ini mencakup gaji atau upah karyawan maupun kontraktor yang terlibat dalam proyek. Besaran biaya bisa berbeda tergantung tingkat keahlian, pengalaman, serta peran masing-masing anggota tim.
  • Biaya Overhead: Adalah biaya tidak langsung yang tidak terkait langsung dengan proyek tertentu, tetapi mendukung operasional bisnis secara keseluruhan. Contohnya sewa kantor, listrik, biaya administrasi, dan perlengkapan kantor.
  • Material & Sumber Daya: Jika proyek membutuhkan peralatan khusus, lisensi software, atau material tertentu, biayanya harus dimasukkan dalam tarif.
  • Margin Laba: Tarif proyek juga harus memasukkan margin keuntungan agar bisnis tetap menghasilkan pendapatan lebih dari sekadar menutup biaya.
  • Tarif Pasar: Standar industri dan kondisi pasar ikut menentukan tarif. Tarif harus kompetitif, tetapi juga mencerminkan kualitas layanan yang diberikan.
  • Kebutuhan Klien: Kadang tarif perlu disesuaikan dengan anggaran dan ekspektasi klien, tanpa mengorbankan kualitas.

Rumus:

Tarif Penagihan Proyek = Keuntungan Proyek dari Klien / Total Jam Kerja yang Ditagihkan pada Klien

Contoh Penghitungan:
Sebuah proyek desain web melibatkan:

  • Biaya tenaga kerja: Rp40.000.000
  • Biaya overhead: Rp10.000.000
  • Biaya software & tools: Rp5.000.000
  • Margin laba 20%

Total biaya = Rp40.000.000 + Rp10.000.000 + Rp5.000.000 = Rp55.000.000
Total + margin laba 20% = Rp55.000.000 × 1,2 = Rp66.000.000

Jika proyek berlangsung 220 jam, maka Project Billing Rate = Rp66.000.000 ÷ 220 = Rp300.000 per jam.

kledo banner 2

Baca Juga: Contoh Perencanaan Bisnis Jasa dan Templatenya

3. Gross Margin Rate (Tingkat Margin Kotor)

Gross Margin dadalah selisih antara pendapatan penjualan jasa dengan biaya langsung penyediaan jasa (Cost of Services Performed/COSP).

Biaya langsung biasanya mencakup gaji tenaga kerja dan biaya subkontraktor yang terkait langsung dengan proyek atau layanan yang diberikan.

Pengalokasian biaya ini harus dilakukan dengan benar agar perhitungan profitabilitas akurat.

Gross Margin adalah indikator paling langsung untuk mengukur profitabilitas. Dalam laporan laba rugi, angka ini muncul di bagian atas (sebelum biaya operasional lainnya), sehingga sering disebut juga sebagai indikator “top-level”.

Jika Gross Margin Rate meningkat dari waktu ke waktu, artinya bisnis berhasil meningkatkan penjualan lebih besar dibandingkan kenaikan gaji atau biaya tenaga kerja.

Rumus:

Gross Margin Rate = ((Pendapatan – COSP) ÷ Pendapatan) × 100%

Contoh Penghitungan:

Seorang konsultan pajak mendapat proyek dengan rincian sebagai berikut:

  • Pendapatan dari proyek: Rp300.000.000
  • COSP (gaji konsultan + biaya subkontraktor): Rp180.000.000

Gross Margin = Rp300.000.000 – Rp180.000.000 = Rp120.000.000
Gross Margin Rate = Rp120.000.000 ÷ Rp300.000.000 × 100% = 40%

Artinya, dari setiap Rp1.000.000 pendapatan, perusahaan menyisakan Rp400.000 sebagai margin kotor.

Semakin tinggi Gross Margin Rate, semakin baik profitabilitas perusahaan.

4. Commercial Margin Rate (Tingkat Margin Komersial)

Commercial Margin Rate adalah tingkat profitabilitas yang lebih dalam setelah Gross Margin.

Jika Gross Margin hanya memperhitungkan pendapatan dikurangi biaya langsung (COSP), maka Commercial Margin memperhitungkan juga biaya komersial seperti:

  • Biaya pemasaran (marketing)
  • Biaya sewa (leasing)
  • Biaya pelatihan/pendidikan
  • Biaya penjualan (sales costs)
  • Biaya promosi dan distribusi lainnya

Rumus:

Commercial Margin Rate= (Pendapatan – Biaya Komersial) / Pendapatan ​×100%

Baca Juga: 8 Tantangan Menjalankan Usaha Jasa dan Cara Mengatasinya

5. EBITDA Rate (Tingkat EBITDA)

EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization) adalah salah satu indikator paling komprehensif dari kinerja keuangan perusahaan.

Indikator ini:

  • Mengukur laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi.
  • Sering digunakan untuk valuasi perusahaan karena mendekati arus kas operasional.
  • Menunjukkan berapa banyak keuntungan (laba operasional) yang diperoleh perusahaan dari setiap Rp1 pendapatan.

Rumus:

BITDA Rate= EBITDA (Total Pendapatan – Total Biaya kecuali bunga, pajak, ​depresiasi, dan amortisasi ×100%)

6. Return on Investment (ROI)

kpi keuangan bisnis jasa 1

KPI keuangan bisnis jasa selanjutnya yang harus Anda ukur adalah ROI. ROI menunjukkan berapa banyak keuntungan yang diperoleh dari setiap 1 rupiah investasi.

Return biasanya dihitung dari laba bersih atau arus kas yang dihasilkan, sedangkan investasi mencakup total aset bisnis seperti properti, peralatan, kas, piutang, atau persediaan.

Poin Penting tentang ROI:

  1. Perbandingan Relatif – Membantu membandingkan ROI dari dua investasi atau proyek, sehingga bisnis tahu kemana harus mengalokasikan sumber daya.
  2. Tidak memperhitungkan waktu – ROI tidak mempertimbangkan berapa lama suatu investasi bisa menghasilkan pengembalian, melainkan kemungkinan pengembalian dari suatu waktu tertentu saja.
  3. Tidak menghitung risiko – ROI tidak memperhitungkan risiko. Jadi, investasi dengan ROI tinggi bisa jadi berisiko besar.
  4. Interpretasi Berbeda – Definisi Return bisa bervariasi, tidak selalu uang saja. Tapi, bisa berupa laba bersih, penghematan biaya, atau peningkatan pendapatan.

Rumus:

ROI = Hasil Bersih / Investasi (Total Aset) x 100

Contoh:

Sebuah perusahaan konsultan IT membeli lisensi software project management seharga Rp200.000.000 untuk meningkatkan efisiensi kerja.

Setelah satu tahun, penggunaan software tersebut membuat proyek selesai lebih cepat, sehingga perusahaan bisa menangani 3 proyek tambahan yang menghasilkan Rp350.000.000 laba bersih.

Maka, ROI = Rp350.000.000 ÷ Rp200.000.000 × 100% = 175%

Artinya, dari setiap Rp1 investasi pada software, perusahaan mendapat Rp1,75 laba. ROI ini menunjukkan investasi tersebut sangat layak.

Baca Juga: Karakteristik Perusahaan Jasa, Tantangan, dan Strategi Pemasarannya

7. Return on Equity (ROE)

ROE mengukur seberapa efisien perusahaan menghasilkan laba dari modal sendiri (equity).

ROE adalah indikator penting untuk melihat apakah pemilik perusahaan atau investor mendapatkan nilai yang sepadan dengan modal yang mereka tanamkan.

Equity = total aset – total liabilitas (utang, tagihan belum dibayar, dll).

Rumus:

ROE=Laba Bersih / Ekuitas × 100%

Contoh:

Sebuah firma akuntansi kecil dimiliki oleh dua partner dengan modal awal Rp1.000.000.000 (ekuitas). Setelah beroperasi satu tahun, firma menghasilkan laba bersih sebesar Rp250.000.000.

Maka, ROE = Rp250.000.000 ÷ Rp1.000.000.000 × 100% = 25%

Artinya, setiap Rp1 modal yang ditanamkan pemilik menghasilkan Rp0,25 laba bersih per tahun. ROE 25% dianggap sangat sehat dalam bisnis jasa profesional.

8. Working capital (modal kerja)

kpi keuangan bisnis jasa 2

Working Capital adalah metrik yang menunjukkan likuiditas operasional yang tersedia bagi bisnis.

Dengan memahami modal kerja, perusahaan bisa menyusun anggaran dan mendanai kebutuhan operasional sehari-hari.

Poin penting tentang working capital:

  1. Positive vs. Negative Working Capital: Modal kerja positif menunjukkan bahwa perusahaan memiliki cukup aset untuk membayar kewajiban jangka pendeknya. Sementara itu, modal kerja negatif menunjukkan kewajiban lebih besar dari aset lancar. Ini bisa menjadi tanda adanya masalah dalam likuiditas.
  2. Optimal Working Capital: Tingkat modal kerja yang ideal berbeda tiap industri. Beberapa industri punya modal kerja yang lebih tinggi karena siklus inventory turnover yang lebih lama.
  3. Manajemen dan Efisiensi: Pengelolaan modal kerja yang baik berarti menjaga keseimbangan antara aset dan liabilitas. Terlalu besar modal kerja bisa menunjukkan penggunaan sumber daya yang kurang efisien, sementara modal kerja terlalu sedikit menunjukkan masalah likuiditas.
  4. Variasi Musiman: Bisnis dengan fluktuasi musiman, seperti katering event atau pariwisata, biasanya mengalami kebutuhan modal kerja yang berbeda-beda tergantung musim.
  5. Investasi dan Ekspansi: Modal kerja yang sehat memungkinkan bisnis membiayai pertumbuhan, investasi proyek baru, atau menangkap peluang pasar.

Rumus working capital

Working Capital = Aset – Beban

Baca Juga: Akuntansi Perusahaan Jasa: Definisi, Karakteristik dan Siklusnya

9. Operating Cash Flow (OCF) Ratio

Operating Cash Flow (OCF) Ratio mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dari aktivitas operasional inti.

Rumus:

Arus kas operasi = Arus kas operasi / Kewajiban lancar

Anda perlu memantau KPI keuangan bisnis jasa yang ini untuk mengetahui kemampuan perusahaan membayar kewajiban rutin, seperti pembayaran vendor, perawatan peralatan, gaji karyawan, dan biaya operasional lainnya.

Agar hasil lebih akurat, gunakan laporan arus kas (cash flow statement), bukan laporan laba rugi atau neraca.

10. Sales Growth Rate

Terakhir, KPI keuangan bisnis jasa ini menunjukkan perubahan penjualan bersih dari waktu ke waktu.

Tingkat pertumbuhan penjualan direpresentasikan dalam bentuk persentase, dan banyak perusahaan menganggapnya sebagai indikator pendapatan paling penting.

KPI ini memungkinkan perusahaan membandingkan penjualan dari periode yang sama pada tahun sebelumnya atau mendapatkan gambaran perkembangan dari satu kuartal ke kuartal berikutnya.

Tingkat pertumbuhan penjualan yang positif membuktikan adanya peningkatan penjualan. Sebaliknya, jika nilai ini negatif berarti penjualan sedang menurun.

Rumus:

Sales Growth Rate = (Penjualan Bersih Saat Ini – Penjualan Bersih Periode Sebelumnya) / Penjualan Bersih Periode Sebelumnya x 100

Contoh:
Jika penjualan tahun lalu adalah Rp800.000.000 dan tahun ini meningkat menjadi Rp1.000.000.000, maka perhitungan tingkat pertumbuhan penjualan adalah:

1.000.000.000−800.000.000 / 800.000.000 ×100=25%

Artinya, bisnis mengalami pertumbuhan penjualan sebesar 25% dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca Juga: Cara Mengukur dan Meningkatkan 7 KPI Keuangan Bisnis Retail

Bagaimana Cara Memilih KPI Keuangan yang Tepat Untuk Bisnis Jasa?

kpi keuangan bisnis jasa 3

Memilih key performance indicators (KPI) yang tepat adalah langkah penting dalam mengukur dan mengelola kinerja keuangan bisnis jasa Anda secara efektif.

Berikut adalah langkah-langkah yang dapat membantu Anda memilih KPI yang paling relevan:

  • Tentukan Tujuan Anda – Mulailah dengan mendefinisikan secara jelas tujuan atau sasaran bisnis Anda. Apa yang ingin Anda capai? Apakah meningkatkan penjualan, meningkatkan kepuasan pelanggan, atau meningkatkan efisiensi operasional? Tujuan Anda akan menjadi panduan dalam pemilihan KPI.
  • Identifikasi Area Kunci – Pisahkan tujuan tersebut menjadi area atau departemen kunci yang berkontribusi pada pencapaiannya. Misalnya, jika tujuan Anda adalah meningkatkan kepuasan pelanggan, area yang relevan mungkin mencakup layanan pelanggan, kualitas produk, dan kecepatan pengiriman.
  • Pahami Proses – Pahami secara mendalam proses di setiap area kunci. Ini melibatkan pemetaan alur kerja dari awal hingga akhir. Identifikasi tahapan kritis, input, output, dan titik sentuh (touchpoints).
  • Fokus pada Titik Kritis – Untuk setiap proses, identifikasi titik kritis yang paling berpengaruh terhadap tujuan Anda. Area inilah yang sebaiknya Anda ukur kinerjanya dengan KPI.
  • Kuantitatif dan Kualitatif – Tentukan aspek kuantitatif dan kualitatif yang ingin Anda ukur. Misalnya, jika fokus pada layanan pelanggan, Anda bisa mempertimbangkan waktu respons (kuantitatif) dan tingkat kepuasan pelanggan (kualitatif).
  • Selaras dengan Strategi – Pastikan KPI yang Anda pilih selaras dengan strategi bisnis secara keseluruhan. KPI harus mencerminkan prioritas strategis organisasi Anda.
  • Hindari Beban Berlebihan – Jangan mengukur semua KPI sekaligus. Fokuslah pada KPI dengan jumlah secukupnya, yang benar-benar mencerminkan tujuan Anda.
  • Ketersediaan Data – Pastikan Anda memiliki akses ke data yang diperlukan untuk menghitung KPI. Jika data tidak tersedia atau tidak dapat diandalkan, maka KPI tersebut tidak akan efektif.
  • Tinjau dan Sempurnakan – Secara rutin tinjau KPI yang Anda pilih untuk memastikan tetap relevan dan selaras dengan tujuan. Seiring perkembangan bisnis, mungkin Anda perlu menyempurnakan KPI.

Baca Juga: 30 KPI Keuangan Untuk Pengukuran Kesuksesan Bisnis

Kesimpulan

Bisnis jasa harus memantau KPI keuangan, namun banyak yang kesulitan untuk melakukannya secara konsisten dan efektif.

Sebagai contoh, mereka mungkin menemukan kesulitan untuk memantau biaya operasional, mengambil data yang akurat, memantau anggaran, dan melakukan penagihan.

Untuk itu, bisnis jasa membutuhkan sistem yang dapat membantu memantau KPI keuangan secara konsisten dan akurat.

Salah satu solusinya adalah menggunakan software akuntansi Kledo.

Dengan Kledo, Anda bisa memantau arus kas, biaya operasional, dan anggaran secara real-time.

Anda juga bisa m embuat laporan keuangan otomatis, mengelola penagihan dan invoice dengan lebih mudah serta terintegrasi, serta mengakses data keuangan yang akurat kapan saja untuk mendukung pengambilan keputusan bisnis.

Tertarik memantau KPI keuangan bisnis jasa Anda bersama Kledo? Klik tautan ini untuk mencoba Kledo secara gratis!

salsabilanisa

Tinggalkan Komentar

9 + eight =