Consignment inventory adalah model rantai pasok yang memungkinkan retail dan supplier membangun hubungan kerjasama yang fleksibel serta saling menguntungkan.
Bagi supplier, model ini memperluas jangkauan pasar tanpa perlu mengeluarkan biaya besar di awal, meningkatkan visibilitas produk, serta mengurangi risiko penumpukan stok yang tidak terjual.
Sementara itu, retailer juga untung karena bisa menambah variasi produk tanpa harus menanggung beban modal di muka.
Namun, seperti halnya aspek lain dalam bisnis, pengelolaan consignment inventory yang efektif memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang matang agar berhasil.
Pada artikel ini, Anda akan mempelajari apa itu consignment inventory, praktik terbaiknya, serta kesalahan yang bisa Anda hindari.
Pengertian Consignment Inventory
Consignment inventory atau persediaan konsinyasi adalah strategi rantai pasok atau perjanjian bisnis di mana pihak pengirim/consignor (misalnya grosir, pemasok, atau produsen) menyerahkan barang kepada penerima/consignee, seperti pengecer, untuk dijual.
Kepemilikan barang tetap berada di tangan pengirim, dan penerima hanya akan membayar barang tersebut setelah barang terjual.
Contoh
Seorang pemasok membuat kesepakatan dengan toko retail besar untuk menjual lampu dan dekorasi Natal untuk periode September hingga Desember.
Toko tersebut hanya akan membayar barang yang berhasil terjual, sedangkan sisanya dapat dikembalikan kepada pemasok setelah periode waktu yang disepakati.
Karena pengecer hanya membayar pemasok setelah produk terjual, model persediaan konsinyasi memungkinkan pengecer memiliki arus kas yang lebih fleksibel, sehingga mereka bisa mengalihkan sumber daya untuk kebutuhan lain.
Jika dijalankan dengan baik, sistem ini saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Produk-produk yang umum dijual melalui model konsinyasi meliputi (namun tidak terbatas pada) pakaian dan alas kaki, perhiasan dan aksesori, karya seni, mainan, serta produk musiman seperti dekorasi hari raya.
Baca Juga: Jurnal Konsinyasi dalam Akuntansi Beserta Contohnya
Cara Kerja Consignment Inventory
Dalam sistem konsinyasi, prosesnya berlangsung melalui beberapa tahap.
Jika masa konsinyasi berakhir dan masih ada barang yang belum terjual, maka barang tersebut akan dikembalikan ke pemasok tanpa biaya tambahan bagi pengecer.
Pemasok kemudian bisa mencoba menjual kembali barang tersebut di tempat lain atau melalui mitra retail lainnya.
Pertama, pemasok mengirimkan barang ke toko atau gudang pengecer sesuai kesepakatan dalam perjanjian konsinyasi.
Setelah itu, pengecer menata dan menjual barang tersebut seolah-olah milik mereka sendiri.
Secara akuntansi, barang yang dikirim belum dianggap sebagai aset milik pengecer karena belum dibeli. Barang tersebut tetap tercatat sebagai persediaan milik pemasok hingga terjual.
Ketika ada pelanggan yang membeli produk konsinyasi, pengecer akan mencatat penjualan tersebut, lalu membayar sebagian hasil penjualan kepada pemasok sesuai kesepakatan, dan menyimpan sisanya sebagai komisi.
Misalnya, jika harga jualnya Rp1.200.000 dengan pembagian 60/40, pengecer akan mendapatkan Rp720.000 dan membayar Rp480.000 kepada pemasok.
Pembayaran kepada pemasok bisa dilakukan setiap kali ada transaksi atau secara berkala, misalnya setiap dua minggu, sebulan sekali, atau sesuai ketentuan kontrak.
Baca Juga: Ingin Membuka Bisnis Sistem Konsinyasi? Baca ini Dulu
Keuntungan Consignment Inventory

Sistem persediaan konsinyasi dapat memberikan sejumlah keuntungan baik bagi pemasok (consignor) maupun pengecer (consignee).
Berikut penjelasannya:
Keuntungan bagi pemasok:
- Meningkatkan visibilitas merek/produk: Melalui sistem konsinyasi, pemasok dapat menjangkau audiens baru dengan menjual produk mereka di toko retail, sehingga bisa memperoleh pendapatan tanpa perlu memiliki karyawan atau ruang tersendiri.
- Uji pasar untuk produk baru: Consignment inventory memungkinkan pemasok menguji produk baru di pasar baru. Dari hasil penjualan aktual, pemasok dapat menilai performa produk dan memperoleh informasi untuk menyempurnakan strategi peluncuran produk berikutnya.
- Mengurangi biaya penyimpanan: Bagi pemasok dengan stok besar, salah satu manfaat utama sistem ini adalah menekan biaya penyimpanan, karena barang disalurkan ke mitra retail hingga terjual.
Keuntungan bagi pengecer:
- Risiko finansial rendah: Karena pengecer hanya membayar produk setelah terjual, mereka tidak perlu khawatir akan kelebihan stok, merugi akibat barang tidak laku, atau terlalu banyak modal yang tertahan di persediaan.
- Keragaman produk lebih tinggi, potensi penjualan meningkat: Dengan sistem konsinyasi, pengecer dapat menambah variasi produk yang dijual dan memperluas peluang penjualan. Risiko finansial yang rendah memungkinkan pengecer dengan modal terbatas untuk mencoba menjual produk baru.
- Kebutuhan penyimpanan lebih sedikit: Karena barang yang tidak terjual dapat dikembalikan ke pemasok, pengecer tidak perlu menyiapkan tempat khusus untuk stok berlebih di akhir periode konsinyasi. Pengecer bisa memperbarui stok sesuai kebutuhan berdasarkan permintaan pelanggan.
Baca Juga: Tips Memilih Supplier Bisnis Terpercaya dan Hal yang Harus Diperhatikan
Kekurangan Consignment Inventory
Berikut adalah beberapa potensi kekurangan dari sistem ini:
Kekurangan bagi pemasok:
- Biaya awal yang tinggi: Pemasok harus menanggung biaya produksi tanpa jaminan hasil. Selain risiko kerugian karena produk tidak laku, pemasok juga mungkin harus menanggung biaya pengiriman (termasuk pengembalian barang oleh konsumen) serta biaya atas barang rusak.
- Arus kas tidak menentu: Karena pemasok baru menerima pembayaran setelah barang terjual, arus kas mereka sering kali lambat dan tidak stabil. Jumlah pembayaran yang diterima pun bisa lebih kecil dari perkiraan selama periode akuntansi tertentu.
- Bergantung pada pengecer untuk menjual produk: Pemasok harus mempercayakan upaya penjualan kepada mitra retail. Karena pengecer tidak menanggung risiko finansial besar dalam sistem ini, pemasok tidak dapat sepenuhnya memastikan bahwa pengecer akan berusaha maksimal untuk menjual produknya.
Kekurangan bagi pengecer:
- Biaya tambahan: Bergantung pada kesepakatan, pengecer mungkin juga harus menanggung biaya tambahan seperti biaya pengiriman, penyimpanan, atau asuransi.
- Tanggung jawab atas barang rusak atau hilang: Biasanya pengecer tetap harus membayar pemasok untuk barang yang rusak atau hilang, kecuali jika kerusakan terjadi sebelum barang diterima, meskipun barang tersebut tidak terjual.
- Kompleksitas dalam manajemen persediaan: Sistem konsinyasi dapat membuat pengelolaan stok menjadi lebih rumit karena barang konsinyasi harus dicatat terpisah dari barang milik sendiri. Karena tidak ada biaya awal yang terkait, pencatatan margin dan laba bisa menjadi lebih sulit, tergantung sistem manajemen persediaan yang digunakan.
Baca Juga: Biaya Persediaan (Inventory Costing): Pengertian, Metode dan Contohnya
Praktik Terbaik dalam Manajemen Consignment Inventory
Berikut adalah beberapa praktik terbaik yang perlu Anda terapkan agar kerja sama berjalan lebih efisien:
1. Susun perjanjian konsinyasi

Perjanjian konsinyasi adalah dokumen penting yang menjelaskan tanggung jawab dan hak masing-masing pihak, baik pemasok (consignor) maupun pengecer (consignee).
Kontrak ini berfungsi sebagai pedoman kerja sama yang memastikan semua pihak memahami kewajiban dan ketentuan yang berlaku.
Dalam perjanjian konsinyasi, pastikan untuk mencantumkan poin-poin berikut:
- Pembagian keuntungan atau komisi penjualan. Tentukan secara jelas persentase bagi hasil antara pemasok dan pengecer.
- Periode konsinyasi. Misalnya selama tiga atau enam bulan, sesuaikan dengan kesepakatan kedua pihak.
- Jadwal pembayaran. Jelaskan kapan pembayaran dilakukan. Entah itu setiap penjualan, mingguan, atau bulanan.
- Biaya pengiriman. Tentukan siapa yang bertanggung jawab atas ongkos kirim, baik untuk pengiriman awal maupun pengembalian barang yang tidak terjual.
- Penanganan barang rusak atau tidak terjual. Sertakan prosedur pengembalian atau kompensasi jika terjadi kerusakan selama periode konsinyasi.
Selain itu, sebaiknya perjanjian juga memuat klausa asuransi, yaitu siapa yang menanggung risiko apabila terjadi pencurian, kebakaran, atau kerusakan barang.
Anda juga dapat menambahkan opsi untuk memperpanjang masa konsinyasi atau memberikan diskon terhadap produk yang sulit terjual.
Dengan mendokumentasikan semua detail secara jelas dan tertulis, kedua belah pihak dapat menghindari kesalahpahaman serta memiliki perlindungan hukum yang kuat selama kerja sama berlangsung.
2. Catat semua dengan akurat
Mencatat data dengan tepat adalah dasar dari manajemen persediaan konsinyasi yang efektif.
Pastikan setiap detail seperti tanggal penerimaan barang, jumlah barang yang dikirim, dan transaksi penjualan tercatat dengan lengkap.
Pencatatan yang baik membantu mencegah masalah akibat data yang tidak akurat atau hilang.
Gunakan sistem yang andal untuk mencatat informasi penting, termasuk nama pembeli dan harga jual setiap produk.
Dengan menggunakan software akuntansi dengan fitur manajemen persediaan seperti Kledo, proses pencatatan akan menjadi lebih mudah, meminimalisir kesalahan, dan Anda bisa memperbarui data secara real-time.
3. Strategi penetapan harga yang adil
Menentukan harga yang tepat untuk barang konsinyasi sangat penting agar menarik bagi pembeli.
Harga harus mencerminkan nilai pasar yang wajar, sehingga produk tetap kompetitif tanpa mengurangi nilai jualnya.
Anda juga bisa menambahkan diskon atau promo khusus untuk meningkatkan penjualan dan mempercepat perputaran stok.
Strategi harga yang cermat tidak hanya menarik pelanggan, tetapi juga membantu meningkatkan volume penjualan dan mempercepat perputaran barang di rak.
4. Gunakan sistem persediaan yang terorganisir
Sistem penyimpanan yang rapi sangat membantu kelancaran operasional.
Dengan pengelolaan yang baik, staf dapat menemukan dan mengambil barang dengan cepat, sehingga proses penjualan dan pengisian ulang stok menjadi lebih efisien.
Gunakan alat bantu manajemen persediaan yang memungkinkan pengaturan dan pelacakan barang secara mudah.
Pemberian label, pengelompokan produk berdasarkan kategori, serta penggunaan software berbasis sistem dapat menjaga persediaan tetap terorganisir, menghemat waktu, dan mengurangi risiko kesalahan.
5. Mulailah dari skala kecil dan evaluasi kinerja

Jika Anda baru menjalin kerja sama atau mencoba sistem konsinyasi dengan produk baru, sebaiknya mulai dari jumlah kecil dan periode konsinyasi yang singkat.
Langkah ini berfungsi sebagai masa uji coba bagi kedua pihak: pemasok dapat melihat apakah produknya laku di pasar, sementara pengecer bisa menilai apakah produk tersebut sesuai dengan kebutuhan dan pelanggan mereka.
Setelah periode uji coba, misalnya selama 90 hari, lakukan evaluasi bersama terhadap hasil penjualan.
Jika produk terjual dengan baik, hal ini menunjukkan bahwa kerja sama berjalan efektif. Anda bisa mempertimbangkan untuk menambah jumlah barang atau memperpanjang masa konsinyasi.
Namun, jika penjualannya rendah, diskusikan penyebabnya: apakah karena target pelanggan yang kurang tepat, strategi promosi yang kurang optimal, atau faktor lainnya.
Dari hasil evaluasi ini, kedua pihak dapat mengambil keputusan yang lebih tepat, apakah perlu menyesuaikan harga, mengganti produk, atau bahkan mengakhiri kerja sama konsinyasi.
Baca Juga: Inventory Tracking: Pengertian, Tantangan, dan Tips Mengelolanya
Kesalahan Umum dalam Sistem Consignment Inventory yang Perlu Anda Hindari
Meskipun kerja sama konsinyasi memiliki banyak manfaat, tapi tanpa pengelolaan yang tepat, hubungan antara pemasok dan pengecer bisa terganggu dan menimbulkan kerugian waktu, uang, serta kepercayaan.
Berikut beberapa kesalahan umum yang perlu Anda hindari:
1. Tidak melacak angka penjualan sendiri
Kepercayaan memang penting dalam kemitraan bisnis, tetapi kepercayaan tanpa verifikasi dapat menjadi bumerang.
Salah satu kesalahan yang sering terjadi adalah ketika pemasok tidak mencocokkan catatan penjualan toko dengan data mereka sendiri, sehingga belakangan baru menyadari adanya selisih stok atau penjualan yang tidak tercatat.
Solusinya, lakukan pengecekan silang dengan Kledo yang mampu mencatat pergerakan barang secara real-time untuk memastikan setiap penjualan tercatat dengan benar.
2. Menyerahkan barang tanpa pengamanan yang jelas
Banyak pemasok ingin bersikap fleksibel agar produknya bisa masuk ke toko, namun mereka tetap harus melindungi asetnya.
Kesalahan umum terjadi saat barang diserahkan tanpa memastikan adanya penyimpanan yang aman atau perlindungan asuransi di lokasi toko.
Ingat, sebelum barang terjual, stok tersebut masih menjadi milik pemasok, jadi keamanan dan penanganannya harus jelas.
Idealnya, kedua pihak sudah membahas hal ini dalam perjanjian tertulis dan saat serah terima barang.
Langkah ini termasuk mendokumentasikan penerimaan stok, menentukan tanggung jawab masing-masing pihak, serta menyepakati bagaimana risiko seperti kerusakan atau kehilangan ditangani.
3. Mengabaikan biaya tersembunyi
Sistem konsinyasi memang bisa meningkatkan peluang penjualan bagi pemasok dan menambah variasi produk bagi pengecer.
Namun, kedua pihak harus tetap realistis terhadap biaya dan risiko finansial yang mungkin muncul.
Bagi pemasok, penting untuk:
- Menghitung laba bersih, bukan hanya total penjualan.
- Mempertimbangkan biaya logistik tambahan
- Memperhitungkan nilai modal yang tertahan di stok yang belum terjual
- Menghitung keterlambatan pembayaran hingga barang laku.
Sedangkan bagi pengecer, meskipun sistem konsinyasi mengurangi risiko keuangan, tetap ada biaya tenaga dan waktu untuk mengelola stok milik pihak lain.
Karena itu, pastikan komisi yang diterima sebanding dengan ruang rak dan usaha yang dikeluarkan.
Baca Juga: Inventory Write Down: Pengertian dan Contoh Jurnalnya
Kesimpulan
Sistem konsinyasi bisa menjadi strategi yang efektif bagi pengecer dan pemasok untuk berbagi risiko sekaligus meraih keuntungan bersama.
Pengecer dapat memperluas variasi produk tanpa perlu investasi besar di awal, sementara pemasok bisa menjangkau pasar yang lebih luas.
Namun seperti halnya aspek bisnis lainnya, pengelolaan sistem konsinyasi juga memiliki tantangan tersendiri, mulai dari potensi masalah arus kas bagi pemasok hingga bertambah rumitnya manajemen stok bagi pengecer.
Software akuntansi seperti Kledo dapat membantu menyederhanakan dan memperlancar proses ini.
Dengan fitur manajemen persediaan yang terintegrasi, pelacakan stok secara real-time, serta laporan keuangan otomatis, Kledo memudahkan bisnis dalam memantau penjualan dan stok konsinyasi dengan lebih efisien.
Yuk, kelola persediaan bisnis Anda bersama Kledo. Coba gratis lewat tautan ini.
- Apa Itu Consignment Inventory? Cara Kerja dan Tipsnya - 20 Oktober 2025
- Mengenal Weighted Average Cost of Capital dan Fungsinya - 17 Oktober 2025
- Manajemen Procurement Retail: Langkah-Langkah dan Tipsnya - 17 Oktober 2025