Kebijakan fiskal merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan perekonomian negara.
Dengan kebijakan fiskal yang tepat, negara dapat mengatur aliran dana melalui pajak dan belanja pemerintah, yang nantinya memengaruhi pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan lapangan kerja.
Dalam situasi ekonomi yang dinamis, kebijakan fiskal berperan sebagai alat untuk mencapai keseimbangan antara pengeluaran dan pendapatan negara.
Melalui artikel ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai berbagai aspek kebijakan fiskal, mulai dari definisi dasar hingga penerapannya dalam konteks ekonomi Indonesia.
Pengertian Kebijakan Fiskal

Fiskal berarti pendapatan pemerintah suatu negara yang berasal dari masyarakat.
Sementara itu, pendapatan di sini secara khusus digunakan untuk pengeluaran negara dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian.
Jadi, kebijakan fiskal (fiscal policy) merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan fokus utama menurunkan atau menaikkan pendapatan (anggaran) negara.
Pemerintah, sebagai penyelenggara negara, mempunyai kewenangan untuk menentukan besaran pendapatan (anggaran) yang dikeluarkan pada program tertentu.
Kebijakan ini dibuat untuk mempengaruhi jalannya perekonomian dan menjaga keseimbangan ekonomi suatu negara.
Dasar kebijakan fiskal
Dasar dari pembuatan fiscal policy tak lain dan tak bukan adalah teori John Maynard Keynes tentang fungsi fiscal policy.
Dalam teorinya, Keynes meyakini bahwa peningkatan atau penurunan pendapatan dan pengeluaran dapat mempengaruhi perekonomian negara.
Fiscal policy dipercaya dapat meningkatkan inflasi, cash flow, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan pengeluaran agregat.
Hal tersebut berdampak pada pendapatan dan penyerapan tenaga kerja dalam suatu negara.
Selain itu, adanya permintaan agregat pada produksi barang dan jasa pada tingkat harga tertentu (yang layak), juga menjadi tolak ukur keberhasilan negara.
Kebijakan ini digunakan bersamaan dengan kebijakan moneter yang diterapkan oleh bank sentral, yang mempengaruhi perekonomian atas kontrol terhadap jumlah uang beredar dan suku bunga.
Baca juga: Perbedaan Ekonomi Mikro dan Makro: Hubungan dan Ruang Lingkup
Fungsi dan Tujuan Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah ekonomi, termasuk pengangguran, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan ini juga dapat digunakan untuk mendistribusikan kembali pendapatan dan kekayaan masyarakat serta membiayai barang dan layanan publik yang penting.
Berikut lima fungsi dasar dari kebijakan fiskal:
1. Stabilisasi ekonomi
Kebijakan fiskal dapat digunakan untuk menstabilkan perekonomian dengan menyesuaikan pengeluaran dan perpajakan pemerintah sebagai respons terhadap perubahan kondisi ekonomi.
Selama terjadi penurunan ekonomi atau resesi, pemerintah dapat menerapkan kebijakan fiskal ekspansif, yaitu dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah atau menurunkan pajak.
Sebaliknya, pada masa ekspansi ekonomi atau inflasi yang tinggi, pemerintah dapat menerapkan kebijakan fiskal kontraktif, yaitu dengan mengurangi pengeluaran pemerintah atau menaikkan pajak.
2. Redistribusi pendapatan
Kebijakan fiskal juga dapat digunakan untuk mendistribusikan kembali pendapatan dan kekayaan di dalam masyarakat.
Pemerintah dapat menggunakan berbagai instrumen, termasuk pajak dan program transfer, untuk mengalihkan pendapatan dari individu atau perusahaan berpenghasilan tinggi kepada individu atau keluarga berpenghasilan rendah.
Salah satu cara untuk melakukan redistribusi pendapatan adalah melalui pajak progresif, yaitu sistem perpajakan yang mengenakan tarif pajak lebih tinggi pada tingkat pendapatan yang lebih tinggi.
Selain pajak progresif, pemerintah juga dapat menggunakan program transfer seperti jaminan sosial (social security) dan tunjangan pengangguran untuk mentransfer pendapatan secara langsung dari satu kelompok ke kelompok lain.
Program-program ini memberikan jaring pengaman bagi kelompok yang paling rentan dan membantu mengurangi kemiskinan serta ketimpangan pendapatan.
3. Mendorong pertumbuhan ekonomi
Kebijakan fiskal dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan permintaan agregat.
Ketika pemerintah meningkatkan pengeluaran atau menurunkan pajak, hal ini dapat merangsang aktivitas ekonomi dan meningkatkan output serta lapangan kerja.
Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi dapat meningkat dan kondisi ekonomi secara keseluruhan membaik.
4. Koreksi terhadap ketidakseimbangan ekonomi
Kebijakan fiskal juga dapat digunakan untuk mengoreksi ketidakseimbangan ekonomi, seperti inflasi atau deflasi yang berlebihan, serta mengatasi defisit atau surplus perdagangan yang berkepanjangan.
Sebagai contoh, jika suatu negara mengalami inflasi yang tinggi, pemerintah dapat menerapkan kebijakan fiskal kontraktif, yaitu dengan mengurangi pengeluaran pemerintah dan meningkatkan pajak.
Langkah ini dapat menurunkan permintaan agregat, sehingga harga-harga turun dan ekonomi menjadi lebih stabil.
Sebaliknya, jika ekonomi berada dalam resesi dengan tingkat pengangguran yang tinggi, pemerintah dapat menerapkan kebijakan fiskal ekspansif, yaitu dengan meningkatkan pengeluaran dan menurunkan pajak.
Kebijakan ini dapat mendorong aktivitas ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, yang pada akhirnya memperbaiki kondisi ekonomi.
Kebijakan fiskal juga dapat digunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan perdagangan, seperti defisit atau surplus perdagangan yang terus-menerus.
Misalnya, pemerintah dapat memberlakukan tarif atau hambatan perdagangan lain untuk mengurangi impor dan mendorong ekspor, sehingga membantu menyeimbangkan neraca perdagangan.
5. Mendorong tujuan sosial
Kebijakan fiskal dapat digunakan untuk mendorong tujuan sosial, seperti mengurangi ketimpangan, meningkatkan kesejahteraan sosial, serta memperluas akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan.
Kebijakan fiskal juga dapat digunakan untuk membiayai barang dan layanan publik penting, seperti pendidikan dan kesehatan.
Pemerintah dapat meningkatkan anggaran pada sektor-sektor tersebut atau memberikan insentif pajak untuk mendorong investasi swasta di bidang tersebut.
Kebijakan fiskal juga bisa mendorong atau menekan perilaku tertentu yang berdampak sosial.
Misalnya, pemerintah dapat memberikan keringanan pajak atau subsidi untuk mendorong pengembangan energi terbarukan, atau mengenakan pajak pada produk yang merusak lingkungan.
Baca Juga: Mengenal Berbagai Fungsi Pajak Bagi Negara
Komponen Kebijakan Fiskal

Secara umum, fiscal policy terdiri atas 4 (empat) komponen utama, yaitu: kebijakan perpajakan, kebijakan pengeluaran, kebijakan investasi, dan pengelolaan utang.
Tanpa disadari, sejak awal pembahasan kita seputar pajak, pengeluaran, dan investasi kan? Sebenarnya apa peranan masing-masing komponen dalam fiscal policy?
Untuk lebih jelasnya kita bahas satu per satu ya, Kawan Kledo!
1. Kebijakan Pepajakan
Bisa dibilang, kebijakan perpajakan merupakan komponen utama dari fiscal policy. Ini karena karakteristik pajak sebagai sumber pembangunan yang bersifat memaksa dan tercantum dalam konstitusi.
Pajak sendiri, baik pajak langsung maupun tak langsung, merupakan pendapatan terbesar pemerintah suatu negara.
Penetapan kebijakan ini bertujuan untuk menjaga pajak agar tetap progresif, melalui keputusan pemberlakuan pajak.
Menaikkan tarif pajak dapat mengurangi daya beli masyarakat, yang dapat berdampak pada menurunnya produksi dan investasi.
Sebaliknya, apabila tarif pajak turun, masyarakat akan gencar membelanjakan hartanya, sehingga inflasi meningkat.
2. Kebijakan Pengeluaran
Kebijakan pengeluaran berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran modal suatu negara. Fokus kebijakan pengeluaran adalah pada APBN, yang merupakan kumpulan dari seluruh pengeluaran negara.
Instrumen APBN terdiri atas pembangunan infrastruktur, pembangunan fasilitas umum, hingga biaya operasional pemerintah.
Selain untuk bidang-bidang tersebut, di dalam pengeluaran modal ini juga termasuk bunga internal maupun eksternalnya.
Oleh karena itu, anggaran pemerintah sangat penting untuk mewujudkan belanja yang efektif dan efisien pada suatu negara.
Hal tersebut bisa digunakan untuk pelunasan pada pembiayaan yang mengalami defisit, dalam mengisi selisih antara pendapatan dan belanja negara.
3. Kebijakan Investasi dan Disinvestasi
Tingkat optimalisasi atas investasi domestik maupun asing sangat dibutuhkan untuk menjaga pertumbuhan laju ekonomi tetap pada jalurnya.
Beberapa tahun terakhir, arus atas modal dari pihak internasional (atau biasa disingkat dengan FDI), semakin meningkat. FDI tersebut memberikan dampak yang cukup besar untuk negara.
Melalui arus modal internasional, perekonomian domestik dapat diintegrasikan secara layak dengan ekonomi global.
Tentu saja itu salah satu pencapaian yang luar biasa, mengingat Indonesia sendiri sudah tergolong sebagai negara maju (bukan lagi berkembang), oleh negara adidaya.
Baca juga: Fungsi dan Macam Sistem Ekonomi, Pelaku Bisnis Harus Paham Nih
4. Pengelolaan Utang atau Surplus
Apabila pemerintah menerima pendapatan lebih dari anggaran belanja, maka keadaan tersebut dapat digolongkan sebagai surplus.
Akan tetapi, sebaliknya, jika pengeluaran pemerintah lebih besar dari anggaran yang telah ditetapkan, keadaan tersebut disebut dengan defisit.
Jika defisit, maka pemerintah harus meminjam dari beberapa sumber asing maupun domestik. Salah satu caranya adalah dengan mengeluarkan obligasi negara atau Surat Utang Negara.
Tentu saja, itu berarti akan menambah jumlah utang dan bunga. Pilihan lain, apabila terlalu mendesak, pemerintah bisa mencetak uang secara berlebih untuk membiayai utang.
Baca Juga: Fiscal Year (Tahun Fiskal): Pengertian, Cara Memilih dalam Bisnis, dan Contohnya
Jenis Kebijakan Fiskal
1. Kebijakan Fiskal Ekspansif
Kebijakan fiskal ini banyak digunakan oleh berbagai negara untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah menggunakan kebijakan ekspansif untuk mengakhiri fase kontraksi dari siklus bisnis, ketika yang lain meminta bantuan dari terjadinya resesi.
Fokus dari kebijakan ekspansif adalah menaruh uang lebih banyak ke tangan konsumen, sehingga mereka akan lebih banyak melakukan belanja.
Caranya? Pemerintah akan banyak belanja, memotong pajak, atau melakukan keduanya dalam waktu bersamaan.
Meningkatnya permintaan memaksa bisnis untuk menambah pekerjaan dan meningkatkan pasokan.
Tentu saja, selalu ada perdebatan mengenai kebijakan ekspansif ini.
- Dari sisi penawaran (pemilik bisnis), lebih memilih pemotongan pajak. Berkurangnya pajak, membuat suasana bisnis lebih kondusif, sehingga mereka mampu mempekerjakan lebih banyak SDM untuk mencapai laba maksimal.
- Sedangkan dari sisi konsumen (permintaan), berargumen bahwa menambah belanja lebih efektif. Contoh nyata seperti memperbanyak proyek pekerjaan umum, tunjangan pengangguran (program kartu Pra-Kerja kalau di Indonesia), pembagian kupon makanan secara gratis, dsb. Ketika uang masuk ke tangan konsumen, maka akan langsung dibelanjakan untuk membeli barang-barang bisnis.
2. Kebijakan Konstraktif
Kebalikan dari kebijakan ekspansif, kebijakan konstraktif ini dikeluarkan ketika perekonomian sedang dalam keadaan yang ekspansi (overheating, untuk menekan permintaan).
Tujuan utamanya adalah menghambat perekonomian dan menekan pertumbuhan inflasi.
Dampak jangka panjang dari inflasi dapat merusak standar hidup masyarakat akibat terjadinya resesi.
Dengan kata lain, kebijakan ini lebih berfokus dalam menurunkan belanja negara dan menaikkan tarif pajak.
Kebijakan konstraktif sangat jarang digunakan oleh suatu negara. Hanya negara dengan pemerintahan buruk yang mampu menerapkan kebijakan ini.
Baca Juga: Koreksi Fiskal: Pengertian, Penyebab, Jenis, dan Tahapannya
Contoh Instrumen Kebijakan Fiskal

Ada dua instrumen utama dalam kebijakan fiskal, yaitu pendapatan negara (terutama pajak) dan belanja negara.
Kedua instrumen ini bekerja saling berkaitan untuk mencapai tujuan fiskal yang diinginkan, seperti mendorong pertumbuhan ekonomi, mengendalikan inflasi, dan mengurangi pengangguran.
Pajak dan Penerimaan Negara
Pajak adalah sumber utama pendapatan negara dan menjadi instrumen fiskal yang paling signifikan.
Pemerintah menggunakan kebijakan pajak untuk mengumpulkan dana yang diperlukan untuk pembiayaan belanja negara.
Kebijakan pajak dapat berupa pajak langsung (seperti pajak penghasilan) dan pajak tidak langsung (seperti pajak barang dan jasa).
Pemerintah dapat menyesuaikan tarif pajak untuk mendorong atau mengendalikan konsumsi dan investasi, yang pada gilirannya mempengaruhi tingkat permintaan agregat dalam perekonomian.
- Pajak Langsung: Pajak yang dibebankan langsung kepada individu atau badan hukum, seperti pajak penghasilan (PPh) dan pajak kekayaan. Dengan menyesuaikan tarif pajak ini, pemerintah dapat mengatur tingkat pendapatan masyarakat dan mengarahkan konsumsi atau tabungan.
- Pajak Tidak Langsung: Pajak yang dikenakan pada barang dan jasa, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan cukai. Pemerintah sering menggunakan pajak tidak langsung ini untuk mempengaruhi harga barang tertentu atau untuk tujuan sosial, seperti mengurangi konsumsi barang berbahaya seperti rokok dan alkohol.
Belanja Negara
Belanja negara adalah pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk berbagai keperluan, seperti membiayai proyek infrastruktur, subsidi, dan program sosial.
Pemerintah dapat menggunakan belanja negara untuk meningkatkan perekonomian, terutama selama periode resesi.
Melalui kebijakan belanja, pemerintah dapat merangsang permintaan agregat dengan meningkatkan belanja publik, yang akan mendorong konsumsi dan investasi.
- Belanja Investasi: Pengeluaran untuk proyek jangka panjang, seperti pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik. Belanja ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi ekonomi dan mendorong pertumbuhan jangka panjang.
- Belanja Konsumsi: Pengeluaran pemerintah untuk kegiatan yang tidak langsung menghasilkan aset produktif, seperti subsidi, gaji pegawai negeri, dan program kesejahteraan sosial. Belanja ini sering kali digunakan untuk merangsang perekonomian dalam jangka pendek.
Defisit Anggaran dan Pembiayaan Utang
Ketika belanja negara melebihi penerimaan negara, pemerintah mengalami defisit anggaran. Defisit ini dapat dibiayai melalui penerbitan utang negara.
Pembiayaan utang ini menjadi instrumen penting dalam kebijakan fiskal untuk menutupi kekurangan pembiayaan.
Meskipun pembiayaan utang dapat mendukung pembangunan, utang yang berlebihan dapat menyebabkan beban fiskal yang tinggi di masa depan.
Oleh karena itu, pengelolaan utang negara harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengganggu stabilitas ekonomi.
Subsidi dan Program Sosial
Pemerintah juga menggunakan subsidi dan program sosial sebagai instrumen untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu, seperti mengurangi kemiskinan dan ketimpangan.
Subsidi dapat diberikan pada barang dan jasa dasar, seperti energi dan pangan, untuk menjaga daya beli masyarakat.
Selain itu, program sosial seperti bantuan langsung tunai dan jaminan sosial digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang kurang mampu, sekaligus merangsang konsumsi di tingkat rumah tangga.
Dengan menggunakan instrumen kebijakan fiskal ini secara bijaksana, pemerintah dapat mengelola perekonomian agar tetap stabil dan mampu mengatasi tantangan ekonomi yang ada.
Kebijakan fiskal yang efektif dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi kesenjangan sosial.
Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat tergantung pada desain yang tepat dan pengelolaan yang efisien dalam implementasinya.
Baca Juga: Mengenal Konsep Pendapatan Nasional dan Cara Menghitungnya
Perbedaan Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter
Masih banyak yang bingung membedakan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Padahal, keduanya memiliki fungsi berbeda dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Berikut adalah poin-poin utama perbedaannya:
| Aspek | Kebijakan Fiskal | Kebijakan Moneter |
|---|
| Pelaksana | Dilaksanakan oleh pemerintah melalui kementerian keuangan. | Dilaksanakan oleh bank sentral, seperti Bank Indonesia (BI). |
| Fokus Utama | Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan. | Menjaga stabilitas harga, mengendalikan inflasi, dan mengelola uang beredar. |
| Instrumen | Pajak, belanja negara, subsidi, dan pengelolaan utang publik. | Suku bunga, operasi pasar terbuka, dan cadangan wajib bank. |
| Dampak Langsung | Berpengaruh langsung pada masyarakat, seperti melalui pajak atau subsidi. | Dampaknya lebih terasa pada sektor keuangan, seperti suku bunga pinjaman dan investasi. |
| Waktu Implementasi | Cenderung lebih lambat karena melalui proses legislasi dan implementasi. | Lebih cepat karena keputusan langsung diambil oleh bank sentral. |
Baca Juga: Anggaran Defisit: Penyebab, Dampak, Rumus, dan Contohnya
Siapa yang Membuat Kebijakan Fiskal?
Kebijakan fiskal dirumuskan dan dijalankan oleh pemerintah, khususnya oleh lembaga-lembaga yang berwenang dalam bidang keuangan dan anggaran negara.
Pemerintah sebagai lembaga eksekutif memiliki peran utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan fiskal melalui lembaga seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang menyusun kebijakan pendapatan dan belanja negara, termasuk kebijakan pajak, subsidi, serta utang negara.
Pemerintah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun sebagai bentuk konkret dari kebijakan fiskal.
APBN ini mencakup rencana penerimaan (seperti pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak) serta pengeluaran (seperti belanja kementerian, subsidi, dan transfer ke daerah).
Lalu, DPR sebagai lembaga legislatif berfungsi menyetujui atau menolak rancangan APBN yang diajukan pemerintah.
DPR juga berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan fiskal agar sesuai dengan undang-undang dan tujuan pembangunan nasional.
Selain pihak-pihak di atas, terdapat juga lembaga-lembaga lain yang memberikan analisis, masukan, atau evaluasi terhadap kebijakan fiskal, seperti BPK, BI, serta lembaga riset dan akademisi.
Baca Juga: Memahami Akuntansi Internasional dan Perkembangannya
Bagaimana Kebijakan Fiskal Memengaruhi Perekonomian Negara?
Ketika para pembuat kebijakan ingin memengaruhi kondisi perekonomian, mereka memiliki dua alat utama yang dapat digunakan, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
Bank sentral memengaruhi aktivitas ekonomi secara tidak langsung melalui pengendalian jumlah uang beredar.
Hal ini dilakukan dengan menyesuaikan suku bunga, persyaratan cadangan bank, serta membeli atau menjual surat berharga pemerintah dan valuta asing.
Sementara itu, pemerintah memengaruhi perekonomian dengan cara mengubah tingkat dan jenis pajak, besarnya serta komposisi pengeluaran, dan bentuk serta jumlah pinjaman yang dilakukan.
Pengaruh Pemerintah terhadap Perekonomian
Pemerintah dapat memengaruhi cara sumber daya digunakan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Salah satu cara untuk memahami hal ini adalah melalui persamaan dasar pendapatan nasional, yang mengukur output suatu perekonomian (produk domestik bruto atau PDB) berdasarkan pengeluarannya:
PDB = C + I + G + NX
- C (Consumption) = Konsumsi rumah tangga
- I (Investment) = Investasi swasta
- G (Government Spending) = Pengeluaran pemerintah
- NX (Net Exports) = Ekspor bersih (ekspor dikurangi impor)
Persamaan ini menunjukkan bahwa pemerintah dapat memengaruhi aktivitas ekonomi (PDB) secara langsung melalui pengeluaran pemerintah (G) dan secara tidak langsung melalui perubahan pajak, transfer, serta kebijakan pengeluaran yang memengaruhi konsumsi (C), investasi (I), dan ekspor bersih (NX).
Dampak Kebijakan Fiskal pada Masyarakat
Sering kali, dampak kebijakan fiskal tidak dirasakan secara merata oleh semua lapisan masyarakat.
Tergantung pada orientasi politik dan tujuan para pembuat kebijakan, pemotongan pajak dapat ditujukan hanya kepada kelas menengah, yang biasanya merupakan kelompok ekonomi terbesar.
Namun, ketika terjadi penurunan ekonomi dan pajak meningkat, kelompok yang sama ini justru bisa menanggung beban pajak lebih besar dibandingkan kalangan kaya.
Demikian pula, ketika pemerintah memutuskan untuk menyesuaikan pengeluarannya, kebijakan tersebut mungkin hanya berdampak pada kelompok tertentu dalam masyarakat.
Misalnya, keputusan pemerintah untuk membangun jembatan baru akan membuka lapangan kerja dan menambah pendapatan bagi ratusan pekerja konstruksi.
Sebaliknya, keputusan untuk mendanai proyek pesawat luar angkasa hanya akan memberikan manfaat bagi kelompok kecil yang terdiri dari para ahli dan perusahaan khusus, sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap peningkatan lapangan kerja secara keseluruhan.
Baca Juga: Cost Push Inflation: Pengertian, Penyebab, dan Contohnya
Kesimpulan
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang berkaitan dengan perekonomian suatu negara, tentang penerimaan dan pengeluaran anggaran pemerintah.
Apabila Anda adalah seorang pemilik bisnis, kebijakan ini mampu secara langsung mempengaruhi keberlangsungan usaha Anda, terutama pada perhitungan pajak.
Jika usaha sedang merintis, tentu tidak begitu sulit dalam melakukan pembukuan sederhana dan perhitungan pajaknya.
Tapi, bagaimana saat usaha Anda terus berkembang dan menjadi semakin besar dari waktu ke waktu?
Solusinya adalah menggunakan software akuntansi seperti Kledo. Kledo merupakan software akuntansi berbasis Cloud, yang bisa membantu Anda membuat laporan keuangan dengan praktis.
Tidak hanya itu, baik informasi keuangan maupun analisis bisnis, dapat Kawan Kledo akses secara real time, kapanpun dan di manapun. Ayo coba Kledo secara gratis selama 14 hari dengan mendaftar di sini ya!
- Kebijakan Fiskal: Pengertian, Tujuan, dan Komponennya - 8 Oktober 2025
- Business Model Canvas: Cara Mudah Menyusun Business Plan - 7 Oktober 2025
- Sistem Ekonomi: Definisi, Jenis, dan Contoh Implementasi di Berbagai Negara - 1 Oktober 2025
