LIFO, atau Last In, First Out, adalah sistem akuntansi yang digunakan untuk menentukan nilai persediaan suatu bisnis.
Metode ini berasumsi bahwa barang yang paling baru masuk akan dijual terlebih dahulu, sementara barang yang lebih lama akan dijual kemudian.
Tapi tahukah Anda, bahwa metode LIFO ini tidak boleh digunakan untuk pelaporan resmi di Indonesia? Apa penyebabnya? Apakah ada alternatif lain?
Dalam pembahasan ini, kita akan menjelaskan dasar-dasar metode penilaian persediaan LIFO, alasan pelarangannya, serta alternatif metode lain yang bisa Anda gunakan.
Apa itu LIFO?
LIFO (Last In, First Out) adalah metode akuntansi persediaan di mana barang yang paling baru masuk dijual atau digunakan terlebih dahulu.
Konsepnya sederhana, tetapi memiliki dampak besar terhadap cara bisnis menghitung harga pokok penjualan (HPP) dan mengukur nilai persediaan di neraca keuangan.
Berbeda dengan metode FIFO (First In, First Out) yang mengasumsikan barang lama dijual lebih dulu, LIFO justru memprioritaskan biaya dari barang yang paling baru.
Metode LIFO sangat relevan saat terjadi inflasi. Ketika harga barang naik, penggunaan biaya dari persediaan terbaru yang lebih mahal akan meningkatkan HPP.
Hal ini menurunkan laba kena pajak dan pada akhirnya mengurangi beban pajak perusahaan.
Kekurangannya, biaya persediaan lama tetap tercatat di neraca, sehingga nilai persediaan bisa terlihat tidak sesuai dengan harga pasar saat ini.
Namun, perlu dicatat bahwa LIFO hanya diizinkan di bawah standar akuntansi U.S. GAAP (Generally Accepted Accounting Principles) dan dilarang menurut IFRS (International Financial Reporting Standards), termasuk di Indonesia.
Baca Juga: Valuasi Persediaan: Pengertian, Metode, dan Contoh Penghitungannya
Kelebihan Metode Akuntansi LIFO
1. Manfaat pajak saat inflasi
Salah satu keuntungan terbesar dari metode LIFO adalah kemampuannya menurunkan laba kena pajak ketika harga barang meningkat.
Dengan menggunakan biaya dari persediaan terbaru yang lebih mahal untuk menghitung harga pokok penjualan (HPP), bisnis dapat melaporkan laba yang lebih rendah secara akuntansi, sehingga mengurangi pajak.
Penghematan ini bisa langsung dialokasikan untuk investasi ulang atau kebutuhan operasional harian.
2. Arus kas yang lebih baik
Penghematan pajak dari metode LIFO tidak hanya berarti biaya lebih rendah, tetapi juga meningkatkan arus kas.
Dalam kondisi inflasi, ketika biaya operasional meningkat, memiliki dana tambahan dapat membantu bisnis.
Arus kas yang lebih lancar memberi bisnis fleksibilitas lebih untuk menambah stok, membuka cabang baru, atau menutupi kebutuhan operasional dengan cepat.
3. Pencocokan biaya dan pendapatan saat ini
LIFO membantu mencocokkan biaya saat ini dengan penjualan saat ini, memberikan gambaran yang lebih akurat tentang margin keuntungan. Ini sangat berguna saat harga tidak stabil.
Dengan mencocokkan biaya dan pendapatan terkini, bisnis dapat melihat dampak kenaikan harga terhadap profitabilitas secara langsung dan mengambil keputusan yang lebih tepat.
4. Sederhana untuk industri tertentu
Dalam industri seperti manufaktur atau konstruksi, di mana barang tidak mudah rusak atau kedaluwarsa, LIFO dapat menyederhanakan operasional.
Perusahaan tidak perlu khawatir tentang rotasi stok atau pengawasan ketat terhadap barang lama.
Pendekatan ini membuat pengelolaan persediaan lebih efisien dan menghemat waktu.
Baca Juga: Cara Menghitung Persediaan Akhir: Laba Kotor, Ritel, & Work in Process
Kekurangan Metode Akuntansi LIFO

1. Tidak diterima secara internasional
Salah satu kelemahan utama LIFO adalah metode ini tidak diizinkan di bawah standar IFRS (International Financial Reporting Standards).
Artinya, perusahaan di Indonesia yang mengikuti standar IFRS pun tidak dapat menggunakan LIFO dan harus beralih ke metode lain seperti FIFO atau biaya rata-rata.
2. Nilai persediaan yang cenderung rendah
Kelemahan lain dari LIFO adalah dampaknya terhadap penilaian persediaan. Biaya barang lama tetap tercatat di neraca, sehingga nilai persediaan bisa tampak lebih rendah dari nilai pasar sebenarnya.
Hal ini dapat menciptakan gambaran keuangan yang kurang akurat dan membuat investor atau lembaga keuangan ragu.
3. Biaya pelaporan yang lebih tinggi
Penerapan LIFO sering memerlukan biaya administrasi tambahan. Sebab, proses pelacakan lapisan persediaan dan pemenuhan standar GAAP membutuhkan waktu dan keahlian lebih.
Banyak bisnis perlu menggunakan jasa akuntan khusus atau sistem akuntansi yang lebih canggih, yang tentu menambah biaya.
4. Tidak cocok untuk barang mudah rusak
Untuk industri seperti makanan atau farmasi, LIFO bukan pilihan yang ideal.
Menjual barang baru terlebih dahulu sementara stok lama tersisa di gudang dapat menyebabkan kerusakan atau pemborosan.
Dalam kasus seperti ini, metode FIFO atau biaya rata-rata jauh lebih sesuai untuk menjaga kesegaran dan meminimalkan kerugian.
Baca Juga: Biaya Persediaan (Inventory Costing): Pengertian, Metode dan Contohnya
Mengapa IFRS Tidak Mengizinkan Metode LIFO?

FRS (International Financial Reporting Standards) melarang penggunaan metode LIFO karena metode ini dapat menyebabkan laporan keuangan perusahaan menjadi tidak akurat, terutama pada laporan laba rugi dan neraca.
1. LIFO dapat menurunkan beban pajak secara tidak wajar pada masa inflasi.
Dengan asumsi bahwa barang persediaan yang paling lama (dan berharga lebih murah) dijual terlebih dahulu, maka harga pokok penjualan (HPP) yang dilaporkan akan lebih rendah.
Hal ini membuat laba bersih tampak lebih tinggi, tetapi pendapatan kena pajak menjadi lebih rendah.
Akibatnya, perusahaan dapat memperoleh keuntungan pajak yang tidak mencerminkan kondisi ekonomi sebenarnya.
2. LIFO dapat mendistorsi nilai persediaan dalam neraca
Karena HPP didasarkan pada harga pembelian barang terbaru yang biasanya lebih tinggi, maka nilai persediaan yang tersisa di neraca bisa tampak jauh lebih rendah dibandingkan nilai pasar saat ini.
Secara keseluruhan, tujuan IFRS adalah menciptakan transparansi dan keterbandingan laporan keuangan antarperusahaan.
Karena metode LIFO berpotensi mengaburkan gambaran keuangan yang sesungguhnya, IFRS melarang penggunaannya dalam standar akuntansi internasional.
Baca Juga: Penjelasan Highest In, First Out (HIFO) dalam Manajemen Persediaan
Alternatif Metode Akuntansi Persediaan LIFO

Beberapa alternatif metode akuntansi persediaan selain LIFO (Last In, First Out) yang diakui secara internasional dan diperbolehkan oleh IFRS maupun GAAP adalah sebagai berikut:
1. FIFO (First In, First Out)
Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang yang pertama kali dibeli atau diproduksi akan dijual terlebih dahulu.
Dengan kata lain, barang yang paling lama keluar lebih dulu, sementara barang yang baru tetap berada di gudang.
Kelebihan FIFO:
- Mencegah Produk Usang: FIFO memastikan stok terlama terjual lebih dulu. Metode ini cocok untuk produk yang masa hidupnya singkat seperti produk musiman atau teknologi yang terus berkembang.
- Cocok untuk Produk Perishable: Perishable adalah produk yang bisa membusuk seperti makanan, obat, dan minuman. Untuk mengelola produk ini, Anda harus menggunakan FIFO karena membantu mempertahankan kualitas produk.
- Akuntansi Akurat: FIFO memberikan pandangan yang konsisten karena stok yang keluar tercatat dengan harga belinya, serta HPP dan valuasi persediaan juga akurat.
- Sederhana: Karena FIFO sederhana dan mudah, jadi cocok untuk bisnis ukuran kecil dan sedang.
Kekurangan FIFO:
- Biaya Penyimpanan Lebih Tinggi: Jika inventaris lama tidak segera terjual, maka potensi biaya penyimpanan lebih tinggi. Produk-produk itu memakan tempat dan semakin lama waktu untuk menjualnya, maka semakin mahal biayanya.
- Tidak Efisien di Gudang dengan Volume Tinggi: Sulit menjalankan FIFO di gudang bervolume tinggi dengan pergerakan inventaris yang konstan. Sebab, stok lama harus diletakkan di tempat yang mudah diakses, sehingga perlu rotasi stok dan pengaturan yang hati-hati.
2. Metode Rata-Rata Tertimbang (Weighted Average Cost / Average Cost Method)
Metode ini menghitung biaya rata-rata per unit dari seluruh barang dalam persediaan, kemudian menggunakan angka itu untuk menentukan HPP dan nilai persediaan akhir.
Kelebihan:
- Sederhana dan Cepat: Metode WAC menghitung rata-rata biaya dari seluruh unit persediaan yang tersedia, sehingga tidak perlu melacak biaya per item secara individual. Ini memungkinkan bisnis untuk menyederhanakan proses akuntansi dan mengurangi beban administratif.
- Stabilitas Harga: Dengan merata-ratakan biaya dari seluruh unit persediaan, WAC membantu menstabilkan dampak fluktuasi harga pasar, menghasilkan laporan keuangan yang lebih stabil dan mudah diprediksi.
- Patuhan terhadap Standar Akuntansi: Metode WAC telah sesuai dengan standar GAAP dan IFRS. Kepatuhan terhadap standar akuntansi ini mengurangi risiko perbedaan data saat audit serta meningkatkan kredibilitas laporan keuangan.
Kekurangan:
- Sensitif terhadap Fluktuasi Harga: Metode WAC mengasumsikan bahwa semua barang dalam persediaan memiliki nilai yang sama, tanpa memperhatikan usia atau karakteristiknya. Asumsi ini dapat menyebabkan hasil penilaian yang kurang akurat ketika harga persediaan berfluktuasi tajam.
- Sulit Dihitung dalam Kondisi Tertentu:Metode WAC juga bisa menjadi rumit untuk diterapkan saat terjadi inflasi tinggi atau pada perusahaan dengan jumlah dan jenis persediaan yang besar serta kompleks, terutama jika terdapat perubahan signifikan dalam struktur atau nilai persediaan.
3. Metode Identifikasi Spesifik (Specific Identification Method)
Setiap item persediaan diidentifikasi dan dilacak secara individual berdasarkan harga perolehannya. Biasanya digunakan untuk barang bernilai tinggi atau unik.
Kelebihan:
- Mengimbangi Keuntungan Modal: Dengan menggunakan metode identifikasi spesifik, perusahaan dapat memastikan bahwa kewajiban pajak terpenuhi dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan cara mengidentifikasi serta melacak biaya per item, perusahaan dapat mengurangi total pendapatan kena pajak, sehingga meminimalkan beban pajak atas keuntungan modal.
- Memberikan Informasi yang Konsisten: Metode ini dapat membantu perusahaan mengetahui kondisi terkini persediaan. Dengan demikian, perusahaan dapat mengetahui produk mana yang memiliki permintaan tinggi, barang apa yang perlu dihentikan produksinya, serta item yang perlu diisi ulang stoknya.
- Meningkatkan Akurasi: Metode ini mengharuskan setiap barang dalam persediaan diperlakukan sebagai item yang terpisah. Ini membantu meningkatkan ketepatan catatan persediaan dan mengurangi risiko kehilangan stok.
Kekurangan:
- Memakan Waktu: Metode ini menyita waktu dan usaha untuk melacak harga yang berbeda dalam setiap produk dengan SKU sama untuk batch pembelian yang berbeda.
- Penerapan Sulit: Sulit diterapkan untuk bisnis dengan volume persediaan besar dan homogen (misalnya ritel atau manufaktur).
Baca Juga: Fifo, Lifo dan Average: Pengertian Lengkap dan Perbedaannya
Kesimpulan
Meskipun metode LIFO (Last In, First Out) memang populer karena bisa menyesuaikan biaya penjualan dengan harga pasar yang terus meningkat.
Namun, metode ini kini tidak lagi diperbolehkan oleh IFRS karena dapat menyebabkan distorsi pada laporan keuangan.
Alternatifnya, Anda bisa menggunakan metode lain seperti FIFO, Weighted Average Cost (WAC), dan metode spesifik yang memberikan gambaran yang lebih akurat dan transparan terhadap kondisi keuangan bisnis.
Untuk memastikan pencatatan dan pelaporan keuangan berjalan efisien dan akurat, gunakan software akuntansi Kledo.
Kledo memungkinkan Anda mengelola persediaan secara otomatis, memantau pergerakan stok secara real-time, serta melihat laporan inventaris dan keuangan.
Yuk, coba Kledo gratis melalui tautan ini.
- 10 Alternatif Wave Accounting yang Cocok Untuk Bisnis Kecil - 10 November 2025
- Mengenal Metode LIFO: Hukumnya di Indonesia & Alternatif - 10 November 2025
- 10 Langkah Memulai Bisnis Peralatan Olahraga dan Trennya - 7 November 2025
