Pajak Pertambahan Nilai: Pengertian Lengkap, Tarif, dan Cara Hitungnya

pajak pertambahan nilai

Biaya yang dibayar pelanggan saat membeli barang atau jasa dari bisnis mencakup harga jual perusahaan dan pajak pertambahan nilai yang berlaku.

Bisnis dan karyawan mereka perlu mengetahui apa itu pajak pertambahan nilai, mengapa mereka harus memungutnya, dan bagaimana menghitung jumlah pajak pertambahan nilai yang benar pada setiap pembelian.

Memahami informasi ini secara menyeluruh membantu memastikan mereka mematuhi peraturan atas pajak pertambahan nilai yang ditetapkan oleh negara .

Pada artikel ini, kita membahas apa itu pajak pertambahan nilai, bagaimana cara pajak tersebut dihitung, dan tarif yang ditetapkan negara atas pajak pertambahan nilai suatu produk atau layanan.

Apa itu Pajak Pertambahan Nilai?

pajak pertambahan nilai

Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pemungutan pajak terhadap tiap transaksi/perdagangan jual beli produk/jasa dalam negeri kepada wajib pajak orang pribadi, badan usaha maupun pemerintah

Istilah PPN dalam Bahasa Inggris dikenal dengan Goods and Services Tax (GST) atau Value Added Tax (VAT).

Pajak ini bersifat tidak langsung, objektif dan non kumulatif. Maksudnya, pajak tersebut dibayarkan secara langsung oleh pedagang, melainkan dibayarkan oleh konsumen.

Sehingga, dikatakan tidak langsung karena konsumen tidak membayar secara langsung ke pemerintah.

Dimulai sejak 1 Juli 2016, PKP (Pengusaha Kena Pajak) seluruh Indonesia diwajibkan untuk membuat nota atau faktur pajak elektronik (e-faktur) guna menghindari pembuatan faktur pajak palsu untuk pemungutan PPN kepada para konsumen.

Baca juga: Tips Pengelolaan Profit Agar Bisnis Terus Berkembang

Undang-undang yang Mengatur Pajak Pertambahan Nilai

Terdapat beberapa kali perubahan Undang-Undang tentang PPN di Indonesia.

Adapun perubahan ini terjadi disebabkan karena adanya pergantian model pemungutan pajak dan peraturan perundang-undangan agar bisa lebih sederhana dan adil untuk masyarakat termasuk dalam pembuatan Faktur pajaknya.

Berikut adalah perubahan UU terkait PPN di Indonesia:

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983

UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) yang disahkan pada 1 April 1985.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000

Setelah UU No. 8 Tahun 1983, muncul perubahan kedua yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.

Perubahan ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang tepat untuk masyarakat juga untuk meningkatkan penerimaan negara.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009

Perubahan ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM.

Untuk melengkapi kekurangan pada UU Pajak Pertambahan Nilai sebelumnya, undang-undang ini bertujuan memberikan keadilan hukum dan keamanan bagi negara dan masyarakat dengan sistem perpajakan yang jauh lebih sederhana.

Baca juga: Pembahasan Lengkap Key Activities dalam Business Model Canvas

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Meski ketentuan baru tentang Pajak Pertambahan Nilai ini juga diatur kembali dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada klaster perpajakan, namun UU 42 Tahun 2009 sebagian masih berlaku.

Ada bebrapa bagian pasal dalam UU Cipta Kerja klaster perpajakan ini yang mengubah atau menambahkan beberapa pasal dari undang-undang pendahulunya.

UU HPP No. 7 Tahun 2021

Peraturan perundang-undangan perpajakan tentang PPN tertuang dalam UU HPP No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Berapa Tarif PPN?

Sesuai Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN adalah sebagai berikut:

  1. Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
  2. Tarif khusus 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan ekspor JKP.
  3. Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Sedangkan ketentuan terbaru dalam UU HPP ini, besar tarif PPN adalah 11% dan 12%.

Dalam Rancangan Undang-Undang HPP No, 7 Tahun 2021 yang telah disahkan oleh DPR, tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) resmi naik menjadi 11% dan 12%.

Dimana tarif PPN sebelumnya hanya mencapai 10%. Kenaikan tarif ini akan berlaku pada tahun 2022.

Untuk lebih jelasnya, berikut adalah beberapa jenis tarif berdasarkan undang undang terbaru:

1. Tarif umum

  • Tarif PPN 11% berlaku mulai 1 April 2022
  • Tarif PPN 12% paling lambat diberlakukan 1 Januari 2025

Baca juga: Cara Menghemat Biaya Operasional Agar Bisnis Untung

2. Tarif khusus

Sedangkan tarif khusus untuk kemudahan dalam pemungutan PPN, atas jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN final, misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan PMK.

Setidaknya ada beberapa fasilitas atau insentif PPN yang bisa dimanfaatkan oleh PKP, di antaranya:

1. PPN Tidak Dipungut dan Dibebaskan

Pembebasan PPN diberikan pada Pengusaha Kena Pajak:

  • PKP yang menyerahkan barang/jasa kena pajak tertentu
  • Penyerahan pada perwakilan negara asing
  • Penyerahan pada badan internasional
  • Penyerahan dengan asas timbal balik/resiprokal

Sedangkan PPN tidak dipungut diberikan untuk penyerahan terkait dengan kawasan ekonomi tertentu.

Fasilitas pembebasan tarif Pajak Pertambahan Nilai ini diatur dalam UU PPN Pasal 16B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 42/2009.

PPN yang dibebaskan ini memiliki kode transaksi 08, sementara yang tidak dipungut memiliki kode transaksi 07.

2. Fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP)

Insentif PPN DTP diberikan pada sektor properti yang diatur dalam PMK No.103/PMK.03/2021.

Insentif Pajak Pertambahan Nilai DTP properti ini diberikan untuk penyerahan rumah tapak baru dan unit hunian rumah susun baru.

  • Diskon DTP properti 100% untuk PPM rumah atau unit dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar.
  • Diskon PPN DTP properti sebesar 50% untuk rumah atau unit dengan harga di atas Rp2 miliar – Rp5 miliar.

3. PPN Tarif 0%

Pengenaan PPN 0% diberikan pada ekspor barang/jasa kena pajak, yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Pertambahan Nilai.

Pemberian insentif PPN 0% dilakukan perluasan jenis ekspor jasa kena pajak (JKP), yang mulai berlaku sejak 29 Maret 2021, diatur dalam PMK No. 32/PMK.03/2019.

Baca juga: 10 Kesalahan Pembukuan, Solusi, dan Cara Mencegahnya

Mengenal Objek PPN

Barang yang dikenakan PPN menurut undang-undang

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: (Pasal 4 ayat (1) UU PPN)

  1. penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  2. impor BKP;
  3. penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  4. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  5. pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  6. ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP);
  7. ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP; dan
  8. ekspor JKP oleh PKP.

Secara khusus PPN juga dikenakan atas:

  1. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
  2. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan karena perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.

Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan BKP meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi PKP, tetapi belum dikukuhkan.

Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP,
  2. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud,
  3. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
  4. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan.

Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,
  2. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
  3. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma.

Sebagaimana halnya dengan kegiatan ekspor BKP Berwujud, pengusaha yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP.

Banner 1 kledo

Baca juga: Tarif, Cara Hitung dan Cara Membayar Perpajakan UMKM

Barang yang bebas PPN

Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

  1. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
  2. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
  3. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
  4. uang, emas batangan, dan surat berharga.

Baca juga: Ayat Jurnal Penyesuaian: Pengertian, Jenis, dan Contohnya dalam Bisnis

Contoh Kasus dan Cara Menghitung PPN

pajak pertambahan nilai

Agar bisa menghitung PPN dengan tepat, Anda harus menggunakan rumus berikut.

Tarif PPN = DPP (Dasar Pengenaan Pajak) x Harga Produk/Jasa

Untuk lebih mudah memahaminya, mari simak contoh PPN berikut ini:

Rita membeli minuman di sebuah kedai kopi. Ternyata, kedai kopi tersebut memasukan PPN kepada setiap pelanggan yang melakukan transaksi disana.

Jika harga minuman Rita adalah Rp24.000, maka PPN yang harus ditanggung sebesar?

  • PPN = DPP (Dasar Pengenaan Pajak x Harga Produk/Jasa
  • 11% x Rp24.000 = Rp2.640
  • Maka harga kopi adalah 24.000 + 2.640 = 26.640

Dari perhitungan tersebut, maka total yang harus Rita bayarkan untuk total harga kopi adalah 26.640.

Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

Dalam penyaluran Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ada mekanisme yang harus terstruktur dan terurut di Indonesia, yaitu sebagai berikut.

  1. Pengusaha Kena Pajak menambahkan PPN terhadap Barang Kena Pajak yang dibeli oleh wajib pajak dan harus memberikan faktur sebagai bukti.
  2. Tarif PPN yang tertuang dalam faktur tersebut adalah pajak keluaran bagi PKP penjual Barang Kena Pajak.
  3. PPN bersifat pajak yang dibayar di muka selama PKP menjalankan aktivitas usahanya.
  4. Bila ditemukan perbedaan, dimana pajak keluaran lebih besar daripada masukan, maka wajib disetorkan kepada kas negara. Jika sebaliknya, maka selisih tersebut bisa dimasukkan dalam kompensasi pajak berikutnya.
  5. SPT masa PPN wajib disampaikan oleh PKP di setiap bulannya.

Baca juga: PPh Terutang: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Menghitungnya

Hubungan PPN dan Proses Akuntansi Bisnis

Akuntansi pajak PPN keluaran

PPN Keluaran atau VAT Out adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut pada saat penjualan/penyerahan barang atau jasa kena pajak.

Penjualan Tunai

Apabila penjualan barang/jasa dilakukan secara tunai.

Contoh :

Pada tanggal 1 Juli 2022, PT ABC menjual Barang Kena Pajak secara tunai seharga Rp6.000.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

  • Kas: Rp6.600.000
  • Penjualan: Rp6.000.000
  • PPN Keluaran: Rp600.000

Penjualan Kredit

Apabila penjualan barang/jasa dilakukan secara kredit.

Contoh :

Pada tanggal 1 Juli 2022, PT ABC menjual Barang Kena Pajak secara kredit seharga Rp6.000.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

  • Piutang Dagang atau account receivable: Rp6.600.000
  • Penjualan: Rp6.000.000
  • PPN Keluaran: Rp600.000

Retur Penjualan Tunai

Apabila terjadi retur atas penjualan barang/jasa yang dilakukan secara tunai.

Contoh :

Pada tanggal 3 Juli 2022 barang yang dijual oleh PT ABC pada tanggal 1 Juli 2022, dikembalikan karena rusak senilai Rp500.000.

Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut :

  • Retur Penjualan: Rp500.000
  • PPN Keluaran: Rp50.000
  • Kas: Rp550.000

Baca juga: Laporan Pajak: Pengertian, Jenis, dan Cara Melaporkannya

Retur Penjualan Kredit

Apabila terjadi retur atas penjualan barang/jasa yang dilakukan secara kredit.

Contoh :

Pada tanggal 3 Juli 2022 barang yang dijual oleh PT ABC pada tanggal 1 Juli 2022, dikembalikan karena rusak senilai Rp500.000. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut :

  • Retur Penjualan: Rp500.000
  • PPN Keluaran: Rp 50.000
  • Piutang Dagan: Rp 550.000

Akuntansi pajak PPN masukan

PPN Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar perusahaan pada saat pembelian atau impor barang kena pajak, atau pada saat perusahaan menerima jasa kena pajak.

Pembelian tunai

Apabila pembelian barang/jasa dilakukan secara tunai.

Contoh:

Pada tanggal 1 Juli 2022, PT Resana membeli Barang Kena Pajak secara tunai seharga Rp6.000.000.

Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

  • Pembelian: Rp6.000.000
  • PPN Masukan: Rp600.000
  • Kas: Rp6.600.000

Pembelian kredit

Apabila pembelian barang/jasa dilakukan secara kredit.

Contoh:

Pada tanggal 1 Juli 2018, PT Resana membeli Barang Kena Pajak secara kredit seharga Rp6.000.000.

Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

  • Pembelian: Rp6.000.000
  • PPN Masukan: Rp600.000
  • Utang Dagang: Rp6.600.000

Baca juga: Tax Amnesty: Pengertian dan Manfaatnya bagi Bisnis

Retur pembelian tunai

Apabila terjadi retur atas pembelian barang/jasa yang dilakukan secara tunai.

Contoh :

Pada tanggal 3 Juli 2022 barang yang dibeli oleh PT Resana pada tanggal 1 Juli 2022, dikembalikan karena rusak senilai Rp500.000.

Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

  • Kas: Rp550.000
  • Retur Pembelian: Rp500.000
  • PPN Masukan: Rp50.000

Retur pembelian kredit

Apabila terjadi retur atas penjualan barang/jasa yang dilakukan secara kredit.

Contoh :

Pada tanggal 3 Juli 2022 barang yang dijual oleh PT Resana pada tanggal 1 Juli 2022, dikembalikan karena rusak senilai Rp 500.000.

Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut:

  • Utang Dagang: Rp550.000
  • Retur Pembelian: Rp500.000
  • PPN Masukan: Rp50.000

Akuntansi Pajak PPN Kurang/Lebih Bayar

Tata cara umum Pajak Pertambahan Nilai adalah pengusaha kena pajak mengurangkan atau mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama.

Apabila dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran, kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara.

Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi.

PPN kurang bayar

Terjadinya PPN Kurang Bayar di karenakan PPN Keluaran lebih besar dari pada Masukan.

Contoh :

  • PPN Keluaran PT ABC di akhir periode Januari 2022 sebesar Rp15.000.
  • PPN Masukan PT ABC di akhir periode Januari 2022 sebesar Rp10.000
  • PPN Retur Pembelian PT ABC di akhir periode Januari 2022 sebesar (Rp 1.000)

Besarnya Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar = Rp15.000 – (Rp10.000 – Rp1.000) = Rp6.000

Jurnal Penutup PPN kurang bayar

PPN Keluaran                    Rp15.000
PPN Retur Pembelian      Rp1.000
Utang PPN                         Rp6.000
PPN Masukan                   Rp10.000

Jurnal pembayaran

Utang PPN                   Rp6.000
 Kas                                Rp6.000

Baca juga: Ini Tarif dan Cara Menghitung PPh Badan, Mudah!

Kesimpulan

Itulah pembahasan lengkap mengenai pajak pertambahan nilai atau PPN dan juga cara menghitung serta mencatatnya dalam proses pembukuan bisnis Anda.

Jika Anda masih menggunakan proses manual dalam pembukuan bisnis, tentu menghitung dan mencatat PPN adalah hal yang menyulitkan. Sebagai solusi, Anda bisa mencoba menggunakan software akuntansi Kledo yang memiliki fitur perpajakan.

Dengan Kledo Anda bisa dengan mudah melakukan pencatatan pembukuan serta membuat laporan keuangan yang ramah pajak sehingga memudahkan Anda melakukan penghitungan dan pelaporan pajak.

Jadi tunggu apalagi? Anda bisa mencoba menggunakan Kledo untuk proses pencatatan pembukuan dan penghitungan pajak pertambahan nilai lebih mudah secara gratis melalui tautan ini.

sugi priharto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

10 + 3 =