Sebelum mengambil keputusan penting dalam bisnis (seperti menambah modal atau merencanakan strategi penjualan) Anda perlu memahami bagaimana kondisi keuangan akan berjalan dalam beberapa bulan ke depan.
Inilah mengapa bisnis membuat proyeksi laba rugi. Melalui proyeksi ini, bisnis dapat memperkirakan pendapatan, biaya, hingga potensi keuntungan atau kerugian.
Bagi banyak pelaku usaha, terutama UMKM, membuat proyeksi laba rugi sering kali terasa rumit. Namun, dengan pendekatan yang tepat, yang akan kami jelaskan di artikel ini, Anda bisa membuatnya dengan mudah.
Artikel ini akan membahas cara membuat proyeksi laba rugi sederhana sekaligus contoh dan tips yang bisa segera Anda terapkan.
Apa Itu Proyeksi Laba Rugi?
Proyeksi laba rugi adalah perkiraan tentang berapa banyak uang yang akan Anda hasilkan dari penjualan produk atau layanan, serta berapa besar keuntungan yang dapat diperoleh dari penjualan tersebut.
Pada masa bisnis yang baik, proyeksi ini membantu memastikan bahwa pendapatan yang masuk cukup besar untuk melampaui biaya produksi atau penyediaan layanan, sehingga bisnis tetap menghasilkan laba yang sehat.
Pada masa sulit, laporan ini menunjukkan jenis strategi yang Anda perlukan untuk kembali mencapai titik impas (break even point) agar bisnis dapat bertahan hingga kondisi membaik.
Dengan begitu, proyeksi laba rugi menjadi salah satu dokumen yang penting bagi pengelolaan keuangan bisnis.
Baca Juga: Cara Menghitung Laba Rugi dalam Sebuah Bisnis
Langkah-Langkah Membuat Proyeksi Laba Rugi
Bagaimana cara membuat proyeksi laba rugi? Jika Anda memiliki software akuntansi, Anda bisa mengotomatiskan sebagian besar dari prosesnya.
Tapi, jika Anda melakukannya secara manual menggunakan spreadsheet, Anda bisa mengikuti 4 langkah utama ini:
1. Perkirakan pendapatan masa depan
Mulailah dengan memperkirakan berapa pendapatan yang akan Anda terima setiap bulan dalam enam hingga dua belas bulan ke depan.
Tentu saja, ini tetap merupakan perkiraan awal.
Jika bisnis Anda sudah berjalan, Anda dapat mengestimasikannya berdasarkan tingkat penjualan saat ini, sambil mempertimbangkan fluktuasi musiman dan variabel lain yang sudah Anda ketahui.
Contoh:
Alya memiliki dan mengelola sebuah toko thrift lokal yang menjual pakaian bekas layak pakai untuk wanita dan anak-anak.
Ia mendapatkan stok dari para ibu yang membawa pakaian bekas mereka untuk dijual.
Alya sangat selektif dan hanya membeli pakaian dari brand yang cukup dikenal (dan jika memungkinkan, brand premium) agar bisa dijual dengan harga lebih tinggi.
Sebelum kondisi ekonomi melemah, Alya rata-rata menghasilkan penjualan sekitar Rp15.000.000 per bulan.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir penjualan turun hampir 30%. Alya ingin membuat proyeksi laba rugi yang lebih realistis untuk tahun mendatang.
Ia memperkirakan bahwa penjualan rata-ratanya akan berada di angka Rp10.000.000 per bulan, lebih tinggi pada musim tahun ajaran baru dan menjelang hari raya, dan lebih rendah pada bulan-bulan sepi seperti pertengahan tahun.
Baca Juga: Contoh Laporan Laba Rugi Single Step dan Cara Membuatnya
Langkah 2: Buat estimasi biaya variabel

Selanjutnya, perkirakan biaya bulanan untuk barang atau layanan yang Anda jual sebagai bagian dari pencapaian target penjualan tersebut. Ini adalah biaya variabel.
Disebut variabel karena jumlahnya naik turun sesuai volume produk atau layanan yang Anda hasilkan atau jual. (Dalam bisnis retail, biaya ini sering disebut sebagai harga pokok penjualan (HPP).)
Biaya variabel lainnya meliputi:
- Biaya persediaan
- Biaya bahan baku
- Perlengkapan
- Kemasan
- Tenaga kerja yang langsung terkait dengan jumlah layanan atau produk yang terjual. (Misalnya freelancer yang direkrut saat masa ramai).
Namun umumnya, gaji karyawan tetap seperti manajer toko, staf administrasi, atau staf pemasaran termasuk biaya tetap (overhead) karena harus dibayar berapa pun tingkat penjualan Anda.
Contoh:
Sebelumnya, Alya menghabiskan lebih dari Rp6.500.000 per bulan untuk membeli stok pakaian bekas yang akan dijual kembali.
Namun karena penjualan turun cukup drastis, ia membutuhkan lebih sedikit stok dan memperkirakan hanya akan mengeluarkan sekitar Rp4.500.000 per bulan untuk pembelian barang dagangan.
Baca Juga: Proyeksi Keuangan: Pengertian, Tujuan, dan Tips Membuatnya
Langkah 3. Estimasikan laba kotor Anda
Sekarang, cukup kurangi rata-rata biaya variabel bulanan dari estimasi pendapatan penjualan bulanan Anda untuk mendapatkan estimasi laba kotor bulanan.
Angka ini menunjukkan berapa banyak keuntungan kotor yang Anda dapatkan dari setiap rupiah penjualan.
Namun, dari jumlah tersebut Anda masih perlu membayar biaya overhead; sisanya barulah menjadi laba bersih.
Contoh:
Dengan mengurangkan biaya persediaan Alya sebesar Rp4.500.000 per bulan dari estimasi penjualannya Rp10.000.000 per bulan, Alya memperkirakan laba kotor bulanannya sebesar Rp5.500.000.
(Ini sebelum dikurangi biaya overhead yang akan dibahas pada langkah berikutnya.)
Langkah 4. Hitung laba bersih Anda
Laba bersih adalah angka paling penting yang perlu Anda tentukan.
Dari sinilah Anda dapat melihat apakah masih ada uang tersisa setelah membayar biaya overhead atau, setidaknya, apakah bisnis Anda dapat mencapai break even point.
Untuk menghitung laba bersih, buat daftar biaya tetap bulanan Anda, seperti:
- Sewa tempat usaha
- Gaji karyawan (termasuk pajak penghasilan karyawan, tunjangan, dan biaya BPJS Ketenagakerjaan/Kesehatan)
- Gaji Anda sendiri jika Anda berencana menerima gaji tetap terlepas dari kondisi keuntungan bisnis (tetapi jika Anda hanya akan mengambil sisa hasil usaha, jangan masukkan sebagai biaya tetap)
- Listrik, air, dan utilitas lainnya
- Telepon dan internet
- Asuransi
- Peralatan kantor
- Biaya pemasaran atau iklan
- Biaya akuntansi, pembukuan, atau jasa perpajakan
Untuk biaya tahunan seperti premi asuransi, bagi dengan 12 agar menjadi biaya bulanan.
Setelah itu, kurangi estimasi biaya tetap bulanan dari laba kotor bulanan untuk mendapatkan estimasi laba bersih (atau kerugian) bulanan Anda.
Contoh
Selama satu tahun terakhir, Alya mampu mengambil sekitar Rp50.000.000 dari bisnisnya sebagai penghasilan pribadi.
Namun, dengan turunnya penjualan, ia menyadari bahwa jumlah tersebut tidak akan realistis untuk tahun berikutnya.
Ia memperkirakan harus menurunkan penghasilan pribadinya menjadi Rp30.000.000 per tahun, dan jika ia tidak bisa membawa pulang setidaknya jumlah itu untuk kebutuhan hidup, ia tidak akan melanjutkan usaha tokonya.
Karena itu, ia memasukkan Rp30.000.000 sebagai bagian dari biaya tetap.
Alya kemudian menjumlahkan seluruh biaya tetap bulanannya, termasuk:
- Rp1.000.000 untuk sewa
- Rp100.000 untuk utilitas (listrik dan air)
- Rp4.000.000 untuk tenaga kerja (termasuk Rp12.000.000 per tahun untuk asisten paruh waktu + pajak dan iuran tenaga kerja, serta Rp30.000.000 setahun untuk dirinya sendiri)
- Rp100.000 untuk asuransi (premi tahunannya Rp1.200.000), dan seterusnya
Total biaya tetapnya mencapai Rp5.500.000 per bulan. Ketika ia memasukkan angka-angka untuk satu bulan ke dalam spreadsheet, hasilnya tampak seperti berikut:

Setelah Anda merasa yakin dengan rata-rata estimasi biaya, lanjutkan dengan mengisi estimasi untuk enam atau dua belas bulan ke depan.
Kemudian, untuk setiap bulan, kurangi total biaya tetap dari laba kotor untuk mendapatkan laba bersih.
Contoh:
Alya mengisi estimasi penjualan untuk satu tahun penuh, termasuk penurunan penjualan yang biasanya terjadi pada musim liburan sekolah di pertengahan tahun, serta peningkatan penjualan pada bulan September (saat anak-anak kembali sekolah) dan Desember yang biasanya merupakan bulan terbaiknya.
Dengan menggunakan estimasi biaya variabel sebesar Rp4.500.000 per bulan dan biaya tetap Rp5.500.000 per bulan, ia memperoleh laba bersih setiap bulan.
Alya melihat bahwa selama pertengahan tahun ia akan mengalami kerugian sedikit di atas Rp1.000.000 per bulan selama beberapa bulan berturut-turut, tetapi kerugian ini akan tertutupi kembali pada bulan Desember.

Menyusun proyeksi laba rugi baru ini membuat Alya menyadari bahwa ia tidak bisa berharap menarik keuntungan tambahan dari bisnis selama tahun mendatang.
Jika estimasi penjualannya terlalu tinggi, ia juga tidak akan mampu membawa pulang Rp30.000.000 sepanjang tahun untuk biaya hidup.
Alya perlu mempertimbangkan dengan matang apakah masuk akal menguras tabungan dan terus bekerja keras selama setahun dengan harapan ekonomi segera pulih sehingga toko dapat kembali menghasilkan penghasilan yang layak.
Baca Juga: 7 Langkah Membuat Proyeksi Keuangan Bisnis Kecil
Tips Agar Proyeksi Laba Rugi Semakin Akurat
1. Gunakan data dan tren pasar
Proyeksi Anda hanya akan seakurat data yang digunakan. Karena itu, penting untuk menelusuri tren pasar, perilaku pelanggan, dan indikator ekonomi sebagai dasar yang kuat.
Misalnya, jika Anda bergerak di bidang ritel, Anda perlu memperhitungkan perubahan musiman dalam pola belanja konsumen.
Sementara itu, perusahaan manufaktur mungkin lebih fokus pada tren harga komoditas dan potensi gangguan rantai pasok.
Tips:
Lakukan riset pasar untuk mendapat perspektif yang lebih luas, memahamo dinamika persaingan, perubahan kondisi pasar, serta kebiasaan konsumen.
Jika Anda memasuki pasar baru atau meluncurkan produk baru, berkonsultasilah dengan ahli industri untuk membantu menyempurnakan proyeksi.
2. Tinjau dan Perbarui Secara Berkala
Proyeksi perlu ditinjau secara rutin agar tetap relevan. Jadi, evaluasi kembali estimasi Anda secara berkala untuk menyesuaikan dengan perubahan tujuan, kondisi pasar, atau faktor tak terduga yang dapat memengaruhi hasil keuangan.
Bandingkan kinerja aktual dengan proyeksi untuk mengidentifikasi perbedaan, lalu telusuri penyebabnya.
Tinjau ulang asumsi yang mendasari perhitungan pendapatan dan biaya, terutama ketika terjadi perubahan signifikan di pasar atau kondisi ekonomi.
3. Siapkan Diri untuk Perubahan Tak Terduga
Bahkan proyeksi terbaik pun tidak dapat memprediksi setiap kemungkinan, sehingga penting untuk bersiap menghadapi ketidakpastian.
Buat beberapa skenario (terbaik, terburuk, dan paling mungkin) untuk melihat bagaimana berbagai kondisi dapat memengaruhi arus kas.
Misalnya, pertimbangkan bagaimana penurunan penjualan 20% atau kenaikan biaya bahan baku 15% dapat memengaruhi margin keuntungan.
Perencanaan skenario dan analisis sensitivitas membantu Anda menavigasi risiko sekaligus menemukan peluang.
Untuk menjaga akurasi proyeksi, uji kembali asumsi, libatkan tinjauan rekan (peer review), dan pastikan data yang digunakan tetap bersih dan andal.
Mengotomatisasi proses tertentu juga dapat meminimalkan kesalahan serta mempermudah penyesuaian cepat.
Jangan lupa memantau faktor eksternal seperti perubahan regulasi atau pergeseran ekonomi global agar proyeksi tetap fleksibel dan relevan.
Baca Juga: Financial Forecasting: Pengertian, Metode, Tahapan dan Manfaatnya
Kesimpulan
Jadi, begitulah penjelasan mengenai cara membuat proyeksi laba rugi dan tipsnya.
Dengan proyeksi ini, Anda bisa memahami arah bisnis Anda dalam beberapa bulan ke depan dan segera mengambil tindakan jika diperlukan.
Agar proses perhitungan lebih akurat dan efisien, Anda bisa memanfaatkan software akuntansi seperti Kledo.
Kledo membantu Anda mencatat transaksi, memantau arus kas, dan menghasilkan laporan laba rugi otomatis sehingga Anda dapat membuat proyeksi yang lebih presisi tanpa harus mengolah data secara manual.
Yuk, coba Kledo gratis lewat tautan ini!
- 8 Rekomendasi Software Keuangan Saas untuk Bisnis - 11 Desember 2025
- Cara Membuat Proyeksi Laba Rugi dan Tipsnya - 11 Desember 2025
- 8 Ide Usaha Sampingan untuk Penghasilan Tambahan - 10 Desember 2025
